Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL-BLBI Syafrudin Arsyad Temenggung (tengah) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/9). Foto: MI/Bary Fathahilah.
Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL-BLBI Syafrudin Arsyad Temenggung (tengah) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/9). Foto: MI/Bary Fathahilah.

Yusril Nilai Putusan terhadap Syafruddin Janggal

Damar Iradat • 25 September 2018 02:04
Jakarta: Yusril Ihza Mahendra, pengacara terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menyebut putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atas kliennya janggal.
 
"Yang sangat ganjil, pendirian kami, kapan sih dugaan kerugian terjadi, ya terjadi pada 2007," kata Yusril usai sidang putusan Syafruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 24 September 2018.
 
Yusril melanjutkan, sebelum BPPN menyelesaikan tugasnya, Syafruddin telah menyerahkan aset berupa hak tagih utang petambak sejumlah Rp4,8 triliun kepada Menteri Keuangan saat itu, Boediono. Aset itu kemudian diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Menurut Yusril, saat itu yang menjual aset utang petambak kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) itadalah PT PPA seharga Rp220 miliar. Akibatnya, negara dianggap merugi.
 
Baca juga: Hakim: Syafruddin Terbukti Rugikan Negara Rp4,58 triliun.
 
Perihal tempus delicti (penentuan soal waktu) ini, tim kuasa hukum sudah menyampaikan sanggahan dalam pleidoi berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Ia menyebut, kerugian keuangan negara itu terjadi pada 2007, atau bukan lagi di bawah tanggung jawab Syafruddin.
 
"Kami sudah menyanggah kapan tempus delicti dari peristiwa pidana yang didakwakan dan fakta-fakta persidangan itu dugaan kerugian di 2007. Lantas tahun 2007 aset itu dijual siapa, Syafruddin atau yang lain? Dijawab oleh PPA, kenapa Syafrudin yang dihukum," tegas Yusril. 
 
Majelis hakim juga mempertimbangkan hal tersebut pada pertimbangan putusan. Namun, majelis hakim tidak sependapat dengan tim kuasa hukum Syafruddin.
 
"Kami tidak mengerti, bagaimana bisa tidak sependapat dengan alasan dan fakta yang sangat logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, namun majelis hakim tidak sependapat. Orang lain yang menjual tapi Syafruddin yang harus dihukum. Kami sangat heran," ujarnya.
 
Karena itu, lanjut Yusril, Syafruddin langsung menyatakan akan melakukan banding atas vonis hakim. Sebab, ia merasa putusan itu jauh dari rasa keadilan dan tidak ada kepastian hukum. 
 
"Pak Syafruddin sudah berkonsultasi dengan kami sehingga walaupun satu hari dihukum tetap akan melakukan perlawanan karena persoalannya adalah persoalan keadilan dan kepastian hukum," ujarnya.
 
Baca juga: Syafruddin Arsyad Temenggung Divonis 13 Tahun Penjara
 
Syafruddin sebelumnya divonis hukuman 13 tahun penjara. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp700 juta subsider tiga bulan kurungan.
 
Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menuntut Syafruddin dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subisder enam bulan kurungan.
 
Syafruddin terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan