Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

Ketua Kadin Diduga Tahu Soal Penggunaan Jet Pribadi Lukas Enembe

Candra Yuri Nuralam • 17 Januari 2023 09:43
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arsjad Rasjid Mangkuningrat mengetahui penggunaan jet pribadi yang disewa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Informasi itu awalnya mau dikonfirmasi kepadanya.
 
"Dari informasi yang kami peroleh, apa yang dibutuhkan, yaitu terkait dengan sewa menyewa private jet tersangka LE (Lukas Enembe)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa, 17 Januari 2023.
 
Namun, informasi itu bisa dikonfirmasi ke saksi lain. Pencarian data dari pihak lain karena Arsjad banyak kesibukan.

"Kemarin memang kami panggil saksi itu tapi sedang ibadah umrah, sehingga tidak bisa kami hadirkan. Tapi ternyata dari keterangan saksi-saksi lain sudah cukup dari data itu," ucap Ali.
 
Ali menjelaskan pencarian informasi dari pihak lain wajar dilakukan dalam tahap penyidikan. KPK juga tidak mau penanganan kasus mandek cuma gegara menunggu satu orang.
 
"Kebutuhan memanggil saksi itu kalau sudah diterangkan oleh pihak lain, maka tentu kepentingan untuk memeriksa seorang saksi untuk menerangkan hal yang sama saya kira justru tidak efektif," ujar Ali.
 

Baca: Pemanggilan Kedua Ketua Kadin, KPK: Tenang, Pasti Dipanggil


Namun, KPK bisa memanggil Arsjad lagi ke depannya jika ada informasi yang dibutuhkan penyidik. Perkembangan kasus menentukan pemanggilan Arsjad dalam kasus ini.
 
"Kalau persoalan apakah akan dipanggil lagi atau tidak, kita tunggu perkembangannya. Tapi sejauh ini keterangan yang dibutuhkan saksi ini (sudah didapatkan) dari saksi lain," ucap Ali.
 
Arsjad mangkir saat keterangannya dibutuhkan penyidik pada Selasa, 13 Desember 2022. KPK memastikan suratnya sudah dikirimkan ke alamat rumahnya saat itu.
 
Lukas Enembe terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya, yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan