Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan berwenang menangkap pejabat korup di Badan SAR Nasional (Basarnas). Instansi itu berada di bawah Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Kita tahu Basarnas itu kan di bawah Kementerian Perhubungan, artinya bukan institusi militer," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2023.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu juga menyebut problematika penangkapan dikarenakan pimpinan Basarnas berstatus perwira TNI aktif. Sehingga, proses hukum untuk sebagian tersangka tidak bisa sembarangan dan harus mengikuti aturan militer.
"Tetapi memang kemudian di sana ada unsur TNI yang saat ini juga sudah dilakukan penahanan," ucap Ali.
Menurut dia, masalah tersebut sudah tuntas. KPK sudah berkoordinasi dengan TNI untuk menjalin penyidikan bersama dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Ali memastikan permasalahan itu tidak berlarut. Terpenting, kata dia, penanganan kasusnya diselesaikan demi kepastian hukum para tersangka.
"Saya kira kita tidak melihat ke belakang, apa yang sudah terjadi kemarin itu, tapi kita lihat ke depan. Bagaimana kemudian substansi perkara ini dapat diselesaikan secara optimal. Itu menjadi penting," ucap Ali.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee 10 persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan berwenang menangkap pejabat korup di Badan SAR Nasional (
Basarnas). Instansi itu berada di bawah Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Kita tahu Basarnas itu kan di bawah Kementerian Perhubungan, artinya bukan institusi militer," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2023.
Kepala Bagian Pemberitaan
KPK itu juga menyebut problematika penangkapan dikarenakan pimpinan Basarnas berstatus perwira TNI aktif. Sehingga, proses hukum untuk sebagian tersangka tidak bisa sembarangan dan harus mengikuti aturan militer.
"Tetapi memang kemudian di sana ada unsur TNI yang saat ini juga sudah dilakukan penahanan," ucap Ali.
Menurut dia, masalah tersebut sudah tuntas. KPK sudah berkoordinasi dengan TNI untuk menjalin penyidikan bersama dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Ali memastikan permasalahan itu tidak berlarut. Terpenting, kata dia, penanganan kasusnya diselesaikan demi kepastian hukum para tersangka.
"Saya kira kita tidak melihat ke belakang, apa yang sudah terjadi kemarin itu, tapi kita lihat ke depan. Bagaimana kemudian substansi perkara ini dapat diselesaikan secara optimal. Itu menjadi penting," ucap Ali.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan
public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee 10 persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)