medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 11 anggota DPRD Kota Malang di Polres Kota Malang. Mereke diperiksa terkait kasus dugaan dua perkara suap yang menjerat Ketua DPRD Malang Muhamad Arief Wicakcono.
"Hari ini dilakukan pemeriksaan untuk 11 anggota DPRD Kota Malang," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis 19 Oktober 2017.
Febri mengungkapkan, pemeriksaan puluhan saksi dilakukan untuk mendalami proses pembahasan dan pengesahan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015.
Baca: KPK Periksa 13 Saksi terkait Kasus Suap Ketua DPRD Malang
"KPK terus mendalami bagaimana proses pembahasan dan pengesahan APBD-P 2015. Apakah ada pertemuan-pertemuan dan komunikasi untuk menyukseskan pengesahan tersebut dan dugaan permintaan uang pokir (pokok pikiran) terkait hal itu," ujarnya.
Ketua DPRD Malang Muhamad Arief Wicakcono ditetapkan sebagai tersangka dua perkara suap. Pertama, Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (Kadis PUP2B) Pemkot Malang Jarot Edy Sulistyono sebesar Rp700 juta.
Uang diberikan untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Malang tahun 2015. Kemudian pada perkara kedua, Arief diduga menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendrawan Maruszaman sebesar Rp250 juta.
Baca: KPK Garap Dua Tersangka Suap DPRD Malang
Uang ini diberikan berkaitan penganggaran proyek pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang tahun 2016 pada 2015 dengan nilai Rp98 miliar. Proyek itu rencananya digarap secara multiyears pada 2016 hingga 2018 mendatang.
Atas perbuataanya, Arief sebagai pihak penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Sementara Jarot dan Hendrawan sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Gbm6ye1k" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 11 anggota DPRD Kota Malang di Polres Kota Malang. Mereke diperiksa terkait kasus dugaan dua perkara suap yang menjerat Ketua DPRD Malang Muhamad Arief Wicakcono.
"Hari ini dilakukan pemeriksaan untuk 11 anggota DPRD Kota Malang," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis 19 Oktober 2017.
Febri mengungkapkan, pemeriksaan puluhan saksi dilakukan untuk mendalami proses pembahasan dan pengesahan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015.
Baca:
KPK Periksa 13 Saksi terkait Kasus Suap Ketua DPRD Malang
"KPK terus mendalami bagaimana proses pembahasan dan pengesahan APBD-P 2015. Apakah ada pertemuan-pertemuan dan komunikasi untuk menyukseskan pengesahan tersebut dan dugaan permintaan uang pokir (pokok pikiran) terkait hal itu," ujarnya.
Ketua DPRD Malang Muhamad Arief Wicakcono ditetapkan sebagai tersangka dua perkara suap. Pertama, Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (Kadis PUP2B) Pemkot Malang Jarot Edy Sulistyono sebesar Rp700 juta.
Uang diberikan untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Malang tahun 2015. Kemudian pada perkara kedua, Arief diduga menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendrawan Maruszaman sebesar Rp250 juta.
Baca: KPK Garap Dua Tersangka Suap DPRD Malang
Uang ini diberikan berkaitan penganggaran proyek pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang tahun 2016 pada 2015 dengan nilai Rp98 miliar. Proyek itu rencananya digarap secara multiyears pada 2016 hingga 2018 mendatang.
Atas perbuataanya, Arief sebagai pihak penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Sementara Jarot dan Hendrawan sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)