Jakarta: Calon pimpinan (capim) petahana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dicecar panitia seleksi (pansel) soal penetapan tersangka melalui voting. Dia mengakui voting dilakukan bila tak ada titik temu di antara pimpinan KPK.
"Ini lima pimpinan KPK memiliki beda pemahaman pasti punya pendapat masing-masing," kata Alex dalam uji publik capim KPK di Gedung Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2019.
Menurut dia, dalam proses pemeriksaan, penyidik dan penuntut umum memang biasanya masih memiliki perbedaan pendapat. Kasus kemudian dilempar ke pimpinan untuk menentukan status perkara naik ke penyidikan atau tidak.
"Mohon maaf, di pimpinan latar belakang beda dan harus dilakukan dengan voting," ujar Alex.
Calon petahana satu-satunya ini menjelaskan sering terjadi beda pemikiran dalam memahami dua alat bukti sah. Alex mengatakan perdebatan muncul ketika menentukan apakah alat bukti sudah mewakili keabsahan satu unsur alat bukti.
Di sisi lain, Alex kerap memberikan catatan bila secara pribadi tak sependapat dengan pimpinan lainnya terkait sebuah kasus. Catatan itu wajib menjadi rekomendasi penyidik. "Harus jadi catatan penyidik untuk dicari buktinya untuk perkuat," tegas Alex.
Baca: Integritas Pansel Capim KPK Dipertanyakan
Alexander Marwata menjadi orang pertama yang mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK. Selain Alexander, ada enam orang capim lainnya yang bakal 'disidang' Pansel KPK.
Para capim itu meliputi Wakabareskrim, Irjen Antam Novambar; Kapolda Sumatra Barat, Brigjen Bambang Sri Herwanto; dan karyawan BUMN, Cahyo RE Wibowo. Selain itu, ada Kapolda Sumatra Selatan, Irjen Firli Bahuri; auditor BPK, I Nyoman Wara; Penasihat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Jimmy Muhammad Rifai.
Tahapan tes wawancara serta uji publik digelar hingga Kamis, 29 Agustus 2019. Proses ini wajib diikuti 20 orang yang dinyatakan lolos asesmen profil capim KPK untuk menentukan 10 nama yang bakal diserahkan ke DPR.
Jakarta: Calon pimpinan (capim) petahana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dicecar panitia seleksi (pansel) soal penetapan tersangka melalui
voting. Dia mengakui
voting dilakukan bila tak ada titik temu di antara pimpinan KPK.
"Ini lima pimpinan KPK memiliki beda pemahaman pasti punya pendapat masing-masing," kata Alex dalam uji publik capim KPK di Gedung Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2019.
Menurut dia, dalam proses pemeriksaan, penyidik dan penuntut umum memang biasanya masih memiliki perbedaan pendapat. Kasus kemudian dilempar ke pimpinan untuk menentukan status perkara naik ke penyidikan atau tidak.
"Mohon maaf, di pimpinan latar belakang beda dan harus dilakukan dengan
voting," ujar Alex.
Calon petahana satu-satunya ini menjelaskan sering terjadi beda pemikiran dalam memahami dua alat bukti sah. Alex mengatakan perdebatan muncul ketika menentukan apakah alat bukti sudah mewakili keabsahan satu unsur alat bukti.
Di sisi lain, Alex kerap memberikan catatan bila secara pribadi tak sependapat dengan pimpinan lainnya terkait sebuah kasus. Catatan itu wajib menjadi rekomendasi penyidik. "Harus jadi catatan penyidik untuk dicari buktinya untuk perkuat," tegas Alex.
Baca: Integritas Pansel Capim KPK Dipertanyakan
Alexander Marwata menjadi orang pertama yang mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK. Selain Alexander, ada enam orang capim lainnya yang bakal 'disidang' Pansel KPK.
Para capim itu meliputi Wakabareskrim, Irjen Antam Novambar; Kapolda Sumatra Barat, Brigjen Bambang Sri Herwanto; dan karyawan BUMN, Cahyo RE Wibowo. Selain itu, ada Kapolda Sumatra Selatan, Irjen Firli Bahuri; auditor BPK, I Nyoman Wara; Penasihat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Jimmy Muhammad Rifai.
Tahapan tes wawancara serta uji publik digelar hingga Kamis, 29 Agustus 2019. Proses ini wajib diikuti 20 orang yang dinyatakan lolos asesmen profil capim KPK untuk menentukan 10 nama yang bakal diserahkan ke DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)