Jakarta: Makelar dalam perkara Ronald Tannur diduga terkait dengan upaya peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi, Mardani H Maming. Kejaksaan Agung diminta serius memperhatikan hal ini dan wajib menelusuri.
"Kejagung harus dalami, semua dipanggil yang terlibat terkait gratifikasi suap terhadap hakim dan jajarannya begitu di Mahkamah Agung," kata Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, dalam keterangan tertulis, Senin, 28 Oktober 2024.
Dalam perkara Ronald, bekas Kapusdiklat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, ditangkap Kejagung. Zarof ditangkap bersama barang bukti uang tunai hampir Rp1 triliun dan 51 kg emas batangan, hasil dari makelar kasus di MA selama 10 tahun hingga 2022.
Bukan tidak mungkin, Zarof turut bermain dalam perkara PK Mardani H Maming. Hudi mendesak Kejagung segera mengembangkan kasus dugaan praktik jual-beli perkara di MA. Termasuk, memanggil Ketua MA Sunarto untuk mendalami hubungannya dengan Zarof Ricar.
Selain itu, dia mendorong lembaga pengawas hakim, seperti Majelis Kehormatan Hakim (MKH) turun tangan memeriksa Sunarto. Hal ini diperlukan supaya tak ada lagi kasus mafia hukum di MA.
"Kalau terindikasi dan diduga menerima suap ya bisa ditetapkan sebagai tersangka. Banyak kok hakim sudah masuk penjara. Ini preseden buruk kalau hakim MA terlibat suap," kata dia.
Dugaan kedekatan Sunarto dengan Zarof bukan tanpa dasar. Faktanya Zarof yang sudah pensiun sejak 2022, masih bisa ikut perjalanan dinas bersama Sunarto dan beberapa hakim lainnya ke Sumenep, Madura, pada September lalu.
Beredar surat mencantumkan perjalanan Sunarto dengan Zarof Ricar, beserta para pimpinan dan pejabat di Mahkamah Agung (MA) lainya ke Sumenep. Pada surat bernomor 14/WKMA.Y/SB/HM2.1.1/IX/2024, terdapat logo garuda dan tulisan ‘Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial’.
Sementara itu, juru bicara (jubir) MA, Hakim Yanto, membantah semua tudingan terhadap Sunarto. Dia berdalih itu bukan surat resmi.
"Kalau surat dinas pasti ada kop suratnya, ada ini, terus ada surat tugas gitu. Judulnya kan hanya daftar orang yang mau berkunjung ke keraton itu (Sumenep)," ujar Hakim Yanto, Senin, 28 Oktober 2024.
Mardani H Maming mengajukan PK ke MA pada 6 Juni 2024, No: 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004. Ditunjuklah tiga hakim agung yang menangani PK ini, yakni Sunarto sebagai ketua majelis, didampingi Ansori dan Prim Haryadi sebagai anggota majelis 1 dan 2.
Sejumlah pihak mendesak MA menolak PK yang diajukan Mardani Maming. Salah satunya datang dari Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad A Hariri.
"Memori yang diajukan itu layak ditolak. Kalau sampai ada putusan yang menegaskan putusan-putusan sebelumnya, ini jadi aneh-aneh. Kita berharap MA lebih menguatkan putusan yang telah bermuatan hukum tetap," ujar Hariri di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.
Hariri menegaskan jika dalam PK yang diajukan oleh Maming tidak memiliki novum atau bukti baru, MA harus menolak PK tersebut. Sebab, novum merupakan syarat mutlak upaya PK.
"Ya, harus ditolak. Tidak ada alasan yang dapat dijadikan sebuah dasar untuk menyatakan bahwa putusan hakim telah terdapat kekhilafan sebagaimana yang diajukan dalam memori PK," kata dia.
Jakarta: Makelar dalam perkara Ronald Tannur diduga terkait dengan upaya peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi, Mardani H Maming.
Kejaksaan Agung diminta serius memperhatikan hal ini dan wajib menelusuri.
"Kejagung harus dalami, semua dipanggil yang terlibat terkait gratifikasi suap terhadap hakim dan jajarannya begitu di Mahkamah Agung," kata Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, dalam keterangan tertulis, Senin, 28 Oktober 2024.
Dalam perkara Ronald, bekas Kapusdiklat
Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, ditangkap Kejagung. Zarof ditangkap bersama barang bukti uang tunai hampir Rp1 triliun dan 51 kg emas batangan, hasil dari makelar kasus di MA selama 10 tahun hingga 2022.
Bukan tidak mungkin, Zarof turut bermain dalam perkara PK Mardani H Maming. Hudi mendesak Kejagung segera mengembangkan kasus dugaan praktik jual-beli perkara di MA. Termasuk, memanggil Ketua MA Sunarto untuk mendalami hubungannya dengan Zarof Ricar.
Selain itu, dia mendorong lembaga pengawas hakim, seperti Majelis Kehormatan Hakim (MKH) turun tangan memeriksa Sunarto. Hal ini diperlukan supaya tak ada lagi kasus mafia hukum di MA.
"Kalau terindikasi dan diduga menerima suap ya bisa ditetapkan sebagai tersangka. Banyak kok hakim sudah masuk penjara. Ini preseden buruk kalau hakim MA terlibat suap," kata dia.
Dugaan kedekatan Sunarto dengan Zarof bukan tanpa dasar. Faktanya Zarof yang sudah pensiun sejak 2022, masih bisa ikut perjalanan dinas bersama Sunarto dan beberapa hakim lainnya ke Sumenep, Madura, pada September lalu.
Beredar surat mencantumkan perjalanan Sunarto dengan Zarof Ricar, beserta para pimpinan dan pejabat di Mahkamah Agung (MA) lainya ke Sumenep. Pada surat bernomor 14/WKMA.Y/SB/HM2.1.1/IX/2024, terdapat logo garuda dan tulisan ‘Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial’.
Sementara itu, juru bicara (jubir) MA, Hakim Yanto, membantah semua tudingan terhadap Sunarto. Dia berdalih itu bukan surat resmi.
"Kalau surat dinas pasti ada kop suratnya, ada ini, terus ada surat tugas gitu. Judulnya kan hanya daftar orang yang mau berkunjung ke keraton itu (Sumenep)," ujar Hakim Yanto, Senin, 28 Oktober 2024.
Mardani H Maming mengajukan PK ke MA pada 6 Juni 2024, No: 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004. Ditunjuklah tiga hakim agung yang menangani PK ini, yakni Sunarto sebagai ketua majelis, didampingi Ansori dan Prim Haryadi sebagai anggota majelis 1 dan 2.
Sejumlah pihak mendesak MA menolak PK yang diajukan Mardani Maming. Salah satunya datang dari Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad A Hariri.
"Memori yang diajukan itu layak ditolak. Kalau sampai ada putusan yang menegaskan putusan-putusan sebelumnya, ini jadi aneh-aneh. Kita berharap MA lebih menguatkan putusan yang telah bermuatan hukum tetap," ujar Hariri di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.
Hariri menegaskan jika dalam PK yang diajukan oleh Maming tidak memiliki novum atau bukti baru, MA harus menolak PK tersebut. Sebab, novum merupakan syarat mutlak upaya PK.
"Ya, harus ditolak. Tidak ada alasan yang dapat dijadikan sebuah dasar untuk menyatakan bahwa putusan hakim telah terdapat kekhilafan sebagaimana yang diajukan dalam memori PK," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)