Jakarta: Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah mempermasalahkan pemindahan uang yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasusnya. Menurut Fahmi, KPK harus meminta izinya untuk memindahkan uang tersebut ke rekening lain.
"Dipindahkan, diambil cash tanpa ada izin tertentu. Jadi, sekian bulan saya baru tahu," kata Fahmi saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Maret 2022.
Fahmi mengatakan nilai uang yang disita sebanyak Rp97 miliar beserta bunga. Uang itu diduga telah dipindahkan ke rekening penampungan KPK.
Menurut Fahmi, hal itu tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. Dia mengaku tidak diminta menandatangani berita acara terkait pemindahan uang sitaan itu.
"Harusnya dikasih tahu, nih berita acara penerimaan kalau barang anda disita, harus tanda tangan, kalau enggak ditandatangani itu enggak sah," klaim Fahmi.
Ketua Majelis Hakim Surachmat heran dengan penjelasan Fahmi. Surachmat mengatakan aturan tidak mengharuskan persetujuan dari pihak yang dilakukan penyitaan.
"Jadi gini penyitaan itu diatur KUHAP Pasal 38, itu bisa dilaksanakan oleh penyidik kemudian penetapan dan persetujuan dari pengadilan. Jadi enggak ada persetujuan," jelas Surachmat.
Fahmi bersikukuh ada aturan terkait hal tersebut. Namun, dia tak bisa menjelaskan lebih rinci.
"Ya itu terserah saudara. Di sini kami saling mengingatkan," kata Surachmat.
Baca: Kasus Bakamla, Fahmi Darmawansyah Benarkan Permintaan Komitmen Fee
PT Merial Esa didakwa memberi suap kepada sejumlah pihak terkait mengupayakan proyek pengadaan monitoring satelit dan drone di Bakamla. Korporasi tersebut diwakili Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Merial Esa dan duduk sebagai terdakwa.
Nilai uang yang mengalir bervariasi. Eks anggota Komisi I Fayakhun Andriadi menerima USD911.480; narasumber bidang perencanaan dan anggaran Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi menerima Rp64 miliar; dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016, Eko Susilo Hadi, mengantongi SGD100 ribu, USD88.500, dan €10.000.
Uang juga mengalir kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerja Sama Keamanan dan Keselamatan Laut di lingkungan Bakamla TA 2016, Bambang Udoyo, sebesar SGD105.000; Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla, Nofel Hasan, sebesar SGD104.500; dan Kasubag TU Sestama Bakamla, Tri Nanda Wicaksono, senilai Rp120 juta.
Pemberian uang itu dilakukan karena Fayakhun dan Ali Fahmi telah mengupayakan alokasi penambahan anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan monitoring satelit dan drone dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Sementara itu, pemberian fulus kepada Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo, Nofel Hasan, dan Tri Nanda Wicaksono dilakukan karena telah memenangkan perusahaan PT Melati Technofo Indonesia yang terafiliasi oleh Fahmi.
PT Merial Esa didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Jakarta: Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah mempermasalahkan pemindahan uang yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) terkait
kasusnya. Menurut Fahmi, KPK harus meminta izinya untuk memindahkan uang tersebut ke rekening lain.
"Dipindahkan, diambil
cash tanpa ada izin tertentu. Jadi, sekian bulan saya baru tahu," kata Fahmi saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Maret 2022.
Fahmi mengatakan nilai uang yang disita sebanyak Rp97 miliar beserta bunga. Uang itu diduga telah dipindahkan ke rekening penampungan KPK.
Menurut Fahmi, hal itu tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. Dia mengaku tidak diminta menandatangani berita acara terkait pemindahan uang sitaan itu.
"Harusnya dikasih tahu, nih berita acara penerimaan kalau barang anda disita, harus tanda tangan, kalau enggak ditandatangani itu enggak sah," klaim Fahmi.
Ketua Majelis Hakim Surachmat heran dengan penjelasan Fahmi. Surachmat mengatakan aturan tidak mengharuskan persetujuan dari pihak yang dilakukan penyitaan.
"Jadi gini penyitaan itu diatur KUHAP Pasal 38, itu bisa dilaksanakan oleh penyidik kemudian penetapan dan persetujuan dari pengadilan. Jadi enggak ada persetujuan," jelas Surachmat.
Fahmi bersikukuh ada aturan terkait hal tersebut. Namun, dia tak bisa menjelaskan lebih rinci.
"Ya itu terserah saudara. Di sini kami saling mengingatkan," kata Surachmat.
Baca:
Kasus Bakamla, Fahmi Darmawansyah Benarkan Permintaan Komitmen Fee
PT Merial Esa didakwa memberi suap kepada sejumlah pihak terkait mengupayakan proyek pengadaan monitoring satelit dan drone di
Bakamla. Korporasi tersebut diwakili Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Merial Esa dan duduk sebagai terdakwa.
Nilai uang yang mengalir bervariasi. Eks anggota Komisi I Fayakhun Andriadi menerima USD911.480; narasumber bidang perencanaan dan anggaran Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi menerima Rp64 miliar; dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016, Eko Susilo Hadi, mengantongi SGD100 ribu, USD88.500, dan €10.000.
Uang juga mengalir kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerja Sama Keamanan dan Keselamatan Laut di lingkungan Bakamla TA 2016, Bambang Udoyo, sebesar SGD105.000; Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla, Nofel Hasan, sebesar SGD104.500; dan Kasubag TU Sestama Bakamla, Tri Nanda Wicaksono, senilai Rp120 juta.
Pemberian uang itu dilakukan karena Fayakhun dan Ali Fahmi telah mengupayakan alokasi penambahan anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan monitoring satelit dan drone dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Sementara itu, pemberian fulus kepada Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo, Nofel Hasan, dan Tri Nanda Wicaksono dilakukan karena telah memenangkan perusahaan PT Melati Technofo Indonesia yang terafiliasi oleh Fahmi.
PT Merial Esa didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)