Jakarta: Klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara 3, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, menjaring pasien secara terbuka. Klinik juga terang-terangan mempublikasikan biaya aborsi.
"Klinik aborsi tersebut melakukan penawaran melalui website klinikaborsiresmi.com. Kemudian, di media sosialnya bisa menawarkan aborsi dengan biaya yang ada," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Rabu, 23 September 2020.
Yusri mengatakan Tim Siber Polda Metro Jaya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan patroli khusus. Patroli menyasar promosi-promosi klinik aborsi lainnya.
"Karena promosi ini sangat terbuka sekali di website, kita akan koordinasi untuk bisa patroli lagi," ucap dia.
Sebanyak 780 orang melakukan aborsi tiap bulan di klinik itu. Total pasien mencapai 32.760 orang sejak beroperasi pada 2017.
Pasien dikenakan biaya registrasi Rp250 ribu per orang dan biaya aborsi Rp2,5 juta sampai Rp5 juta. Biaya aborsi tergantung dari usia janin yang akan digugurkan.
"Dalam satu hari itu kelompok bisa meraih untung Rp10 juta," ungkap Yusri.
Penyidik Polda Metro Jaya menangkap 10 tersangka saat penggerebekan, Rabu, 9 September 2020. Penangkapan atas laporan masyarakat sekitar.
Yusri mengatakan sembilan tersangka merupakan pekerja di klinik tersebut. Sementara itu, satu tersangka ialah pasien aborsi.
Para tersangka dijerat Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Mereka terancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1miliar.
Penyidik Polda Metro Jaya menangkap 10 tersangka saat
penggerebekan, Rabu, 9 September 2020. Penangkapan atas laporan masyarakat sekitar.
Yusri mengatakan sembilan tersangka merupakan pekerja di klinik tersebut. Sementara itu, satu tersangka ialah pasien aborsi.
Para tersangka dijerat Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Mereka terancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)