Jakarta: Ucapan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar terkait kasus pelanggaran HAM berat pada 1998 dinilai sebagai fakta sejarah. Agum dinilai tidak bisa dipidana karena Agum merupakan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang turut memecat Prabowo Subianto dari militer.
Hal itu diucapkan aktivis 98 yang tergabung di KAMSI (Kesatuan Aksi Alumni dan Mahasiswa Semanggi), Ignatius Indro, menyikapi langkah politikus PAN Eggi Sudjana yang melaporkan Agum ke Bareskrim Polri.
“Fakta dari DKP tahun 1998 usai pemeriksaan atas Prabowo Subianto. Hasilnya, Prabowo diberhentikan dari dinas kemiliteran. Ini merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan,” kata Indro, Minggu 24 Maret 2019.
Menurutnya, jika Prabowo merasa yang diungkapkan Agum Gumelar merupakan fitnah, maka Prabowo harus datang sendiri ke Mabes Polri melaporkan hal tersebut, “Tidak dapat diwakilkan, apalagi oleh yang tidak berkepentingan. Kalau diam saja, berarti membenarkan apa yang diungkapkan Agum Gumelar,” ujarnya.
Baca: Agum Gumelar Dilaporkan ke Bareskrim
Terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998, Indro mengatakan rekomendasi DPR sudah diserahkan ke Presiden SBY sejak 30 September 2009, namun tidak pernah dijalankan.
“Mengapa SBY tidak menjalankan rekomendasi DPR? Ini ada apa? Padahal SBY saat itu juga anggota DKP. Daripada saling menuding, lebih baik SBY dan Agum Gumelar mendatangi Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan utuh peristiwa tersebut. Yang kita butuhkan saat ini adalah keadilan bagi para korban,” ujar mantan aktivis dan pendiri FAMRED ini.
Dia megungkapkan, ada empat rekomendasi DPR terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 yang tidak dijalankan SBY.
Rekomendasi itu adalah pembentukan pengadilan HAM ad hoc, pencarian para korban, rehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban, dan ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.
Indro mengatakan jangan sampai publik menganggap SBY melakukan pembiaran semasa dirinya menjadi presiden. Ia memahami fokus SBY yang saat ini sedang mendampingi istrinya.
“Kepada Ibu Ani Yudhoyono, kami mendoakan Ibu cepat diangkat penyakitnya dan mendapatkan kesembuhan, agar dapat kembali ke tengah keluarga tercinta. Namun, harus juga diingat ini bukan persoalan pribadi, kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 merupakan persoalan negara,” katanya.
Seperti diketahui Eggi Sudjana melaporkan Agum Gumelar terkait pernyataan Agum soal pelanggaran HAM 1998. Laporan Eggi diterima dengan nomor laporan LP/B/0311/III/2019/BARESKRIM tertanggal 19 Maret 2019.
Eggi mengatakan pernyataan Agum Gumelar perlu ditelusuri. Dia menilai, Agum telah memfitnah calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.
“Dia jatuhnya fitnah, fitnah kena Pasal 113 sanksinya empat tahun, juga kena Pasal 310 sanksinya Sembilan bulan. Jadi kalau ditotal sudah lebih dari 5 tahun, ini sudah harus diperiksa dan ditangkap," ujar Eggi, di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 18 Maret 2019.
Jakarta: Ucapan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar terkait kasus pelanggaran HAM berat pada 1998 dinilai sebagai fakta sejarah. Agum dinilai tidak bisa dipidana karena Agum merupakan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang turut memecat Prabowo Subianto dari militer.
Hal itu diucapkan aktivis 98 yang tergabung di KAMSI (Kesatuan Aksi Alumni dan Mahasiswa Semanggi), Ignatius Indro, menyikapi langkah politikus PAN Eggi Sudjana yang melaporkan Agum ke Bareskrim Polri.
“Fakta dari DKP tahun 1998 usai pemeriksaan atas Prabowo Subianto. Hasilnya, Prabowo diberhentikan dari dinas kemiliteran. Ini merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan,” kata Indro, Minggu 24 Maret 2019.
Menurutnya, jika Prabowo merasa yang diungkapkan Agum Gumelar merupakan fitnah, maka Prabowo harus datang sendiri ke Mabes Polri melaporkan hal tersebut, “Tidak dapat diwakilkan, apalagi oleh yang tidak berkepentingan. Kalau diam saja, berarti membenarkan apa yang diungkapkan Agum Gumelar,” ujarnya.
Baca: Agum Gumelar Dilaporkan ke Bareskrim
Terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998, Indro mengatakan rekomendasi DPR sudah diserahkan ke Presiden SBY sejak 30 September 2009, namun tidak pernah dijalankan.
“Mengapa SBY tidak menjalankan rekomendasi DPR? Ini ada apa? Padahal SBY saat itu juga anggota DKP. Daripada saling menuding, lebih baik SBY dan Agum Gumelar mendatangi Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan utuh peristiwa tersebut. Yang kita butuhkan saat ini adalah keadilan bagi para korban,” ujar mantan aktivis dan pendiri FAMRED ini.
Dia megungkapkan, ada empat rekomendasi DPR terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 yang tidak dijalankan SBY.
Rekomendasi itu adalah pembentukan pengadilan HAM ad hoc, pencarian para korban, rehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban, dan ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.
Indro mengatakan jangan sampai publik menganggap SBY melakukan pembiaran semasa dirinya menjadi presiden. Ia memahami fokus SBY yang saat ini sedang mendampingi istrinya.
“Kepada Ibu Ani Yudhoyono, kami mendoakan Ibu cepat diangkat penyakitnya dan mendapatkan kesembuhan, agar dapat kembali ke tengah keluarga tercinta. Namun, harus juga diingat ini bukan persoalan pribadi, kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 merupakan persoalan negara,” katanya.
Seperti diketahui Eggi Sudjana melaporkan Agum Gumelar terkait pernyataan Agum soal pelanggaran HAM 1998. Laporan Eggi diterima dengan nomor laporan LP/B/0311/III/2019/BARESKRIM tertanggal 19 Maret 2019.
Eggi mengatakan pernyataan Agum Gumelar perlu ditelusuri. Dia menilai, Agum telah memfitnah calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.
“Dia jatuhnya fitnah, fitnah kena Pasal 113 sanksinya empat tahun, juga kena Pasal 310 sanksinya Sembilan bulan. Jadi kalau ditotal sudah lebih dari 5 tahun, ini sudah harus diperiksa dan ditangkap," ujar Eggi, di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 18 Maret 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)