Solo: Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi berjanji bakal kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus suap yang menjerat anak buahnya dan pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ia siap membantu KPK mengusut tuntas kasus tersebut.
"Kami akan akomodatif, semua warga negara harus kooperatif," kata Imam setelah meresmikan Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Disabilitas di Solo, Kamis, 20 Desember 2018.
Imam enggan berkomentar mengenai kemungkinan pejabat lain yang turut terlibat. Dia meminta seluruh pihak menahan diri atas peristiwa itu.
"Jangan kita bangun opini sebelum ada keterangan resmi. Kita ikuti prosesnya saja," ujar dia.
Pihak Kemenpora, kata dia, akan meningkatkan pengawasan dan melakukan pencegahan agar kasus serupa tidak terulang. "Inspektorat akan kami perkuat," kata dia.
Baca: Peran Imam Nahrawi pada Dugaan Suap di Kemenpora Signifikan
Kamis malam, ruang kerja Imam di Kemenpora jadi salah satu lokasi yang digeledah oleh tim KPK. Tim juga menyita sejumlah dokumen penting dari ruangan Imam.
Peran Imam dalam kasus ini juga diduga cukup signifikan. KPK memastikan tidak akan tebang pilih dalam menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam skandal dana Kemenpora ini.
KPK sebelumnya menetapkan Deputi IV Prestasi Olahraga Kementerian Olahraga (Kemenpora) Mulyana (MUL) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penyaluran bantuan dari Pemerintah melalui Kementerian Olahraga (Kemenpora) kepada KONI tahun anggaran 2018. Dia ditetapkan bersama empat orang lainnya pasca tertangkap tangan, Selasa, 18 Desember 2018.
Mereka ialah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy (EFH); Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy (JEA); Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adi Purnomo (AP) dan Staf Kementerian Pemuda Olahraga Eko Triyanto (ET).
Baca: Ruang Kerja Imam Nahrawi Digeledah KPK
Dalam kasus ini, Adi dan Eko diduga telah menerima uang suap sebanyak Rp318 juta dari Ending dan Jhony. Sedangkan, Mulyana telah menerima uang dalam beberapa tahap.
Pertama, pada Juni 2018 menerima satu unit mobil Toyota Fortuner. Kedua, uang sebesar Rp300 juta. Kemudian pada September 2018, menerima satu unit Samsung Galaxy Note 9. Suap itu diberikan agar dana hibah segera direalisasikan.
Atas perbuatannya, Ending dan Jhony selaku pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca: Dokumen Penting Disita dari Ruang Imam Nahrawi
Sementara, Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Solo: Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi berjanji bakal kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus suap yang menjerat anak buahnya dan pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ia siap membantu KPK mengusut tuntas kasus tersebut.
"Kami akan akomodatif, semua warga negara harus kooperatif," kata Imam setelah meresmikan Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Disabilitas di Solo, Kamis, 20 Desember 2018.
Imam enggan berkomentar mengenai kemungkinan pejabat lain yang turut terlibat. Dia meminta seluruh pihak menahan diri atas peristiwa itu.
"Jangan kita bangun opini sebelum ada keterangan resmi. Kita ikuti prosesnya saja," ujar dia.
Pihak Kemenpora, kata dia, akan meningkatkan pengawasan dan melakukan pencegahan agar kasus serupa tidak terulang. "Inspektorat akan kami perkuat," kata dia.
Baca: Peran Imam Nahrawi pada Dugaan Suap di Kemenpora Signifikan
Kamis malam, ruang kerja Imam di Kemenpora jadi salah satu lokasi yang digeledah oleh tim KPK. Tim juga menyita sejumlah dokumen penting dari ruangan Imam.
Peran Imam dalam kasus ini juga diduga cukup signifikan. KPK memastikan tidak akan tebang pilih dalam menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam skandal dana Kemenpora ini.
KPK sebelumnya menetapkan Deputi IV Prestasi Olahraga Kementerian Olahraga (Kemenpora) Mulyana (MUL) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penyaluran bantuan dari Pemerintah melalui Kementerian Olahraga (Kemenpora) kepada KONI tahun anggaran 2018. Dia ditetapkan bersama empat orang lainnya pasca tertangkap tangan, Selasa, 18 Desember 2018.
Mereka ialah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy (EFH); Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy (JEA); Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adi Purnomo (AP) dan Staf Kementerian Pemuda Olahraga Eko Triyanto (ET).
Baca: Ruang Kerja Imam Nahrawi Digeledah KPK
Dalam kasus ini, Adi dan Eko diduga telah menerima uang suap sebanyak Rp318 juta dari Ending dan Jhony. Sedangkan, Mulyana telah menerima uang dalam beberapa tahap.
Pertama, pada Juni 2018 menerima satu unit mobil Toyota Fortuner. Kedua, uang sebesar Rp300 juta. Kemudian pada September 2018, menerima satu unit Samsung Galaxy Note 9. Suap itu diberikan agar dana hibah segera direalisasikan.
Atas perbuatannya, Ending dan Jhony selaku pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca: Dokumen Penting Disita dari Ruang Imam Nahrawi
Sementara, Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)