Jakarta: Terbongkarnya praktik suap di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat jadi pukulan telak dalam upaya pemberantasan korupsi. Penjara yang seharusnya memberikan efek jera malah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief mengatakan, sistem pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan dalam penegakan hukum pidana. Lapas jadi bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
"Dalam penanganan kasus korupsi, praktik suap untuk mendapatkan fasilitas tertentu oleh narapidana tentu sangat merusak cita-cita bangsa ini dalam pemberantasan korupsi," terang Laode ketika dikonfirmasi, Minggu, 22 Juli 2018.
Baca juga: Suap Kalapas Sukamiskin Terang-terangan
Menurut Laode, tak ada efek jera bagi napi korupsi kala uang berbicara. Dengan mudah, mereka dapat fasilitas yang berlebihan di sel. Hal ini, tegas Laode, harus menjadi perhatian bersama.
Senada, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) di Lapas Sukamiskin membuat komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi sulit terwujud. Pelaku korupsi tak akan jera meski dimasukkan ke dalam sel.
"Kerja keras penyidik dan penuntut umum memproses dan membuktikan kasusnya menjadi nyaris sia-sia jika terpidana korupsi masih mendapat ruang transaksional di lapas dan menikmati fasilitas berlebihan dan bahkan dapat keluar masuk tahanan secara leluasa," tutur Febri.
Baca juga: Kronologi OTT Suap Fasilitas Lapas Sukamiskin
KPK sebelumnya menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait fasilitas narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin. Mereka yakni Kalapas Sukamiskin Wahid Husen, Hendy Saputra selaku staf Wahid, napi korupsi Fahmi Darmawansyah, dan napi umum Andi Rahmat selaku tangan kanan Fahmi.
Wahid diduga telah menerima dua unit mobil Mitsubishi Triton Exceed dan Mitsubishi Pajero Sport Dakkar serta uang senilai Rp279.920.000 dan USD1.410. Pemberian itu diduga imbalan dari Fahmi Darmawansyah yang telah mendapatkan fasilitas sel kamar di Lapas Sukamiskin.
Atas perbuatannya, Kalapas Sukamiskin dan stafnya selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sedangkan, Fahmi dan Andi Rahmat selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jakarta: Terbongkarnya praktik suap di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat jadi pukulan telak dalam upaya pemberantasan korupsi. Penjara yang seharusnya memberikan efek jera malah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief mengatakan, sistem pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan dalam penegakan hukum pidana. Lapas jadi bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
"Dalam penanganan kasus korupsi, praktik suap untuk mendapatkan fasilitas tertentu oleh narapidana tentu sangat merusak cita-cita bangsa ini dalam pemberantasan korupsi," terang Laode ketika dikonfirmasi, Minggu, 22 Juli 2018.
Baca juga:
Suap Kalapas Sukamiskin Terang-terangan
Menurut Laode, tak ada efek jera bagi napi korupsi kala uang berbicara. Dengan mudah, mereka dapat fasilitas yang berlebihan di sel. Hal ini, tegas Laode, harus menjadi perhatian bersama.
Senada, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) di Lapas Sukamiskin membuat komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi sulit terwujud. Pelaku korupsi tak akan jera meski dimasukkan ke dalam sel.
"Kerja keras penyidik dan penuntut umum memproses dan membuktikan kasusnya menjadi nyaris sia-sia jika terpidana korupsi masih mendapat ruang transaksional di lapas dan menikmati fasilitas berlebihan dan bahkan dapat keluar masuk tahanan secara leluasa," tutur Febri.
Baca juga:
Kronologi OTT Suap Fasilitas Lapas Sukamiskin
KPK sebelumnya menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait fasilitas narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin. Mereka yakni Kalapas Sukamiskin Wahid Husen, Hendy Saputra selaku staf Wahid, napi korupsi Fahmi Darmawansyah, dan napi umum Andi Rahmat selaku tangan kanan Fahmi.
Wahid diduga telah menerima dua unit mobil Mitsubishi Triton Exceed dan Mitsubishi Pajero Sport Dakkar serta uang senilai Rp279.920.000 dan USD1.410. Pemberian itu diduga imbalan dari Fahmi Darmawansyah yang telah mendapatkan fasilitas sel kamar di Lapas Sukamiskin.
Atas perbuatannya, Kalapas Sukamiskin dan stafnya selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sedangkan, Fahmi dan Andi Rahmat selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)