Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengindentifikasi 1.971 isu hoaks terkait covid-19 sejak Januari 2020. Ribuan hoaks itu ada pada 5.065 unggahan di media sosial.
"Total hoaks covid-19 yang telah teridentifikasi sebanyak 1.971 isu pada 5.065 unggahan di media sosial," ujar juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi dalam acara virtual, Kamis, 4 November 2021.
Media sosial Facebook menjadi platform terbanyak persebaran hoaks dengan 4.368 sebaran. Jumlah itu lebih banyak dibanding dengan platform, seperti Instagram, YouTube, atau TikTok.
Kementerian Kominfo telah memutus akses terhadap 4.936 unggahan dan menindaklanjuti 129 unggahan lainnya. Sementara itu, teridentifkasi 374 isu pada 2.396 unggahan media sosial terkait vaksinasi covid-19.
Isu hoaks terkait vaksinasi paling banyak tersebar melalui Facebook dengan 2.176 sebaran. "Kominfo sudah memutus akses pada semua unggahan tersebut," ucap Dedy.
Adapun hoaks terkait isu pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) total terdapat 48 isu pada 1.110 unggahan media sosial. Lagi-lagi jumlah sebaran paling banyak ditemukan di Facebook dengan 1.092 sebaran.
Terkait hoaks isu PPKM, Kominfo telah memutus akses pada 964 unggahan dan menindaklanjuti 146 unggahan lainnya. Dedi menyebut terdapat sejumlah isu hoaks yang menarik perhatian, seperti hoaks tentang vaksin covid-19 yang disebut sebagai antena 5G dan pengendali manusia.
Baca: Hoaks dan Komorbid Hambat Kelancaran Vaksinasi Covid-19 Ternate
Ada juga hoaks vaksin covid-19 yang menyebut mengandung parasit hidup, serta hoaks soal Irlandia yang disebut mengeluarkan peringatan efek samping vaksin covid-19. "Sekali lagi kami Kementerian Kominfo menyatakan kabar-kabar tersebut adalah tidak benar, menyesatkan, alias hoaks," tegas Dedy.
Dedy juga mengingatkan masyarakat selalu waspada dan berhati-hati menerima suatu informasi atau berita. Dia mengatakan terdapat beberapa cara mengidentifikasi suatu berita hoaks atau tidak.
Pertama, selalu berhati-hati dan curiga saat membaca judul berita yang provokatif dan clickbait yang mendorong pembaca membukanya. Masyarakat diminta tidak menyebarluaskan bila judul yang dimuat dirasa meragukan.
Kedua, mencermati alamat situs yang menjadi sumber pemberitaan. Dia mengatakan saat ini banyak situs berita palsu memuat berita hoaks. Dedy menyarankan masyarakat membaca berita dari situs kredibel dan tepercaya.
"Ikuti kanal pemberitaan dan media sosial institusi resmi dan kredibel, bisa milik pemerintah atau kantor berita, atau para ahli yang tentu bisa dipercaya oleh masyarakat," ucap dia.
Ketiga, memeriksa sumber pernyataan. Pastikan pemberi pernyataan berasal dari sumber yang tepercaya, seperti pemerintahan, lembaga yang kredibel, atau ahli.
Terakhir, memeriksa ulang foto, gambar, atau video melalui mesin pencari seperti Google. Cara tersebut dinilai dapat membantu mengidentifikasi asal gambar atau video tersebut, sehingga masyarakat dapat terhindar dari hoaks.
Dedy mengatakan saat ini media sosial juga turut memerangi penyebaran hoaks dengan menyediakan fitur report atau laporan. Selain itu, masyarakat juga bisa mengadukan konten yang melanggar atau bermuatan hoaks ke situs www.aduankonten.id atau mengirimkan email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Dia turut mengajak masyarakat mengikuti kegiatan literasi digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital yang digagas oleh Kementerian Kominfo. Dalam gerakan ini, tergabung 144 mitra yang akan meningkatkan kecakapan digital sekitar 12,4 juta masyarakat setiap tahun hingga 2024.
"Kami menargetkan ada 50 juta warga yang terliterasi digital melalui program ini, tentu masyarakat bisa mengikuti program ini secara gratis atau tanpa berbayar. Program ini mencakup ada kecakapan digital, kultur digital, etika digital, dan keamanan digital," kata Dedy.
Pemerintah terus bekerja keras memulihkan kesehatan dan perekonomian di masa pandemi. Dedy meminta masyarakat mendukung penanganan pandemi covid-19 dengan vaksinasi, menerapkan protokol kesehatan, serta mengidentifikasi, melawan, dan tidak menyebarkan hoaks.
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kominfo) mengindentifikasi 1.971 isu hoaks terkait
covid-19 sejak Januari 2020. Ribuan
hoaks itu ada pada 5.065 unggahan di media sosial.
"Total hoaks covid-19 yang telah teridentifikasi sebanyak 1.971 isu pada 5.065 unggahan di media sosial," ujar juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi dalam acara virtual, Kamis, 4 November 2021.
Media sosial Facebook menjadi platform terbanyak persebaran hoaks dengan 4.368 sebaran. Jumlah itu lebih banyak dibanding dengan platform, seperti Instagram, YouTube, atau TikTok.
Kementerian Kominfo telah memutus akses terhadap 4.936 unggahan dan menindaklanjuti 129 unggahan lainnya. Sementara itu, teridentifkasi 374 isu pada 2.396 unggahan media sosial terkait vaksinasi covid-19.
Isu hoaks terkait vaksinasi paling banyak tersebar melalui Facebook dengan 2.176 sebaran. "Kominfo sudah memutus akses pada semua unggahan tersebut," ucap Dedy.
Adapun hoaks terkait isu pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) total terdapat 48 isu pada 1.110 unggahan media sosial. Lagi-lagi jumlah sebaran paling banyak ditemukan di Facebook dengan 1.092 sebaran.
Terkait hoaks isu PPKM, Kominfo telah memutus akses pada 964 unggahan dan menindaklanjuti 146 unggahan lainnya. Dedi menyebut terdapat sejumlah isu hoaks yang menarik perhatian, seperti hoaks tentang vaksin covid-19 yang disebut sebagai antena 5G dan pengendali manusia.
Baca:
Hoaks dan Komorbid Hambat Kelancaran Vaksinasi Covid-19 Ternate
Ada juga hoaks vaksin covid-19 yang menyebut mengandung parasit hidup, serta hoaks soal Irlandia yang disebut mengeluarkan peringatan efek samping
vaksin covid-19. "Sekali lagi kami Kementerian Kominfo menyatakan kabar-kabar tersebut adalah tidak benar, menyesatkan, alias hoaks," tegas Dedy.
Dedy juga mengingatkan masyarakat selalu waspada dan berhati-hati menerima suatu informasi atau berita. Dia mengatakan terdapat beberapa cara mengidentifikasi suatu berita hoaks atau tidak.
Pertama, selalu berhati-hati dan curiga saat membaca judul berita yang provokatif dan clickbait yang mendorong pembaca membukanya. Masyarakat diminta tidak menyebarluaskan bila judul yang dimuat dirasa meragukan.
Kedua, mencermati alamat situs yang menjadi sumber pemberitaan. Dia mengatakan saat ini banyak situs berita palsu memuat berita hoaks. Dedy menyarankan masyarakat membaca berita dari situs kredibel dan tepercaya.
"Ikuti kanal pemberitaan dan media sosial institusi resmi dan kredibel, bisa milik pemerintah atau kantor berita, atau para ahli yang tentu bisa dipercaya oleh masyarakat," ucap dia.
Ketiga, memeriksa sumber pernyataan. Pastikan pemberi pernyataan berasal dari sumber yang tepercaya, seperti pemerintahan, lembaga yang kredibel, atau ahli.
Terakhir, memeriksa ulang foto, gambar, atau video melalui mesin pencari seperti Google. Cara tersebut dinilai dapat membantu mengidentifikasi asal gambar atau video tersebut, sehingga masyarakat dapat terhindar dari hoaks.
Dedy mengatakan saat ini media sosial juga turut memerangi penyebaran hoaks dengan menyediakan fitur report atau laporan. Selain itu, masyarakat juga bisa mengadukan konten yang melanggar atau bermuatan hoaks ke situs www.aduankonten.id atau mengirimkan email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Dia turut mengajak masyarakat mengikuti kegiatan literasi digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital yang digagas oleh Kementerian Kominfo. Dalam gerakan ini, tergabung 144 mitra yang akan meningkatkan kecakapan digital sekitar 12,4 juta masyarakat setiap tahun hingga 2024.
"Kami menargetkan ada 50 juta warga yang terliterasi digital melalui program ini, tentu masyarakat bisa mengikuti program ini secara gratis atau tanpa berbayar. Program ini mencakup ada kecakapan digital, kultur digital, etika digital, dan keamanan digital," kata Dedy.
Pemerintah terus bekerja keras memulihkan kesehatan dan perekonomian di masa pandemi. Dedy meminta masyarakat mendukung penanganan pandemi covid-19 dengan vaksinasi, menerapkan
protokol kesehatan, serta mengidentifikasi, melawan, dan tidak menyebarkan hoaks.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)