Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan suap Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Keduanya diminta menjelaskan penerimaan uang yang dilakukan Andi Putra.
"Para saksi dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah dana, baik yang diterima oleh tersangka AP (Andi Putra) maupun pihak-pihak terkait lainnya dalam pengurusan izin HGU PT AA (Adimulia Agrolestari)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 23 November 2021.
Kedua saksi yang diperiksa merupakan staf PT Adimulya Agrolestari. Yakni, Riana Iskandar dan Rudi Ngadiman alias Koko.
Ali enggan memerinci pihak lain dan total uang yang diterima Andi. Namun, KPK menduga penerimaan uang itu masuk kategori korupsi.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan suap di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Baca: Permasalahkan OTT KPK, Bupati Nonaktif Kuansing Ajukan Praperadilan
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui. Izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) telah memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan
suap Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Keduanya diminta menjelaskan penerimaan uang yang dilakukan
Andi Putra.
"Para saksi dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah dana, baik yang diterima oleh tersangka AP (Andi Putra) maupun pihak-pihak terkait lainnya dalam pengurusan izin HGU PT AA (Adimulia Agrolestari)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 23 November 2021.
Kedua saksi yang diperiksa merupakan staf PT Adimulya Agrolestari. Yakni, Riana Iskandar dan Rudi Ngadiman alias Koko.
Ali enggan memerinci pihak lain dan total uang yang diterima Andi. Namun, KPK menduga penerimaan uang itu masuk kategori korupsi.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan suap di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Baca:
Permasalahkan OTT KPK, Bupati Nonaktif Kuansing Ajukan Praperadilan
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui. Izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)