Jakarta: Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan adanya penerimaan uang dalam kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara pada 2017-2018. Budhi telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Lembaga Antikorupsi dalam kasus ini.
"Saya tadi diduga menerima uang Rp2,1 miliar, mohon untuk ditunjukkan yang memberi siapa? Kepada siapa? Silakan ditunjukkan," kata Budhi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 3 September 2021.
Budhi mengaku tidak pernah menerima uang dari pemborong proyek di wilayahnya. Dia berdalih bekerja untuk memajukan wilayahnya.
"Saya tidak pernah menerima sama sekali. Tolong ditunjukkan yang memberi siapa?" tutur Budhi.
Meski merasa tidak menerima uang, Budhi tetap akan mematuhi hukum. Dia akan menjelaskan semua yang diminta KPK saat pemeriksaan ke depan.
Baca: KPK Tahan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono
Budhi diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Budhi diyakini menerima Rp2,1 miliar dari beberapa proyek.
Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ada tiga pasal yang dilanggar, yakni Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Lalu, mereka disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Jakarta: Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono menantang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) membuktikan adanya
penerimaan uang dalam kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara pada 2017-2018. Budhi telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Lembaga Antikorupsi dalam kasus ini.
"Saya tadi diduga menerima uang Rp2,1 miliar, mohon untuk ditunjukkan yang memberi siapa? Kepada siapa? Silakan ditunjukkan," kata Budhi di Gedung Merah Putih
KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 3 September 2021.
Budhi mengaku tidak pernah menerima uang dari pemborong proyek di wilayahnya. Dia berdalih bekerja untuk memajukan wilayahnya.
"Saya tidak pernah menerima sama sekali. Tolong ditunjukkan yang memberi siapa?" tutur Budhi.
Meski merasa tidak menerima uang, Budhi tetap akan mematuhi hukum. Dia akan menjelaskan semua yang diminta KPK saat pemeriksaan ke depan.
Baca: KPK Tahan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono
Budhi diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Budhi diyakini menerima Rp2,1 miliar dari beberapa proyek.
Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ada tiga pasal yang dilanggar, yakni Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Lalu, mereka disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)