Jakarta: Direktur PT Java Trade Utama Johannes Richard Tanjaya mengungkapkan 'SN Group' ikut kecipratan duit panas KTP-el sebesar 7 persen. Hal itu diungkapkan Johannes saat bersaksi di persidangan terdakwa kasus KTP-el, Setya Novanto.
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan kepada Johannes apakah dirinya mengetahui ada bagi-bagi fee dalam proyek KTP-el.
"Kalau fee saya tidak mengetahui langsung. Saya dapat info dari Bobby (Jimmy Iskandar Tedjasusila) mengenai SN Grup. Ketika itu, Jimmy mengatakan bahwa Irvanto (keponakan Novanto) pernah cerita 'Senayan' dapat 7 persen, Grup SN," kata Johannes di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.
Baca: Pesaing Johannes Marliem Mundur Garap KTP-el karena Ada Novanto
Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby merupakan pegawai PT Java Trade Utama. Perusahaan tersebut merupakan anggota anggota konsorsium dari PT Murakabi Sajehtera dalam proyek KTP-el.
Namun, ketika dikonfirmasi jaksa apakah 'SN' yang dimaksud adalah Setya Novanto, Johannes mengaku tak tahu, "Bobby bilang SN Grup itu Senayan Grup, itu saja," pungkas Johannes.
Johannes juga tak menepis dirinya kenal Irvanto Pambudi Cahyo yang merupakan keponakan Novanto sekaligus mantan direktur PT Murakabi Sejahtera. "Saya pernah datang ke kantor Murakabi," ungkap Johannes
Dalam kasus korupsi KTP-el, Novanto didakwa mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan KTP-el di Kementerian Dalam Negeri dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Perbuatan yang melibatkan eks Ketua DPR itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu didakwa mendapat jatah USD7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai USD135 ribu dari proyek bernilai Rp5,8 triliun tersebut.
Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Direktur PT Java Trade Utama Johannes Richard Tanjaya mengungkapkan 'SN Group' ikut kecipratan duit panas KTP-el sebesar 7 persen. Hal itu diungkapkan Johannes saat bersaksi di persidangan terdakwa kasus KTP-el, Setya Novanto.
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan kepada Johannes apakah dirinya mengetahui ada bagi-bagi fee dalam proyek KTP-el.
"Kalau
fee saya tidak mengetahui langsung. Saya dapat info dari Bobby (Jimmy Iskandar Tedjasusila) mengenai SN Grup. Ketika itu, Jimmy mengatakan bahwa Irvanto (keponakan Novanto) pernah cerita 'Senayan' dapat 7 persen, Grup SN," kata Johannes di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.
Baca: Pesaing Johannes Marliem Mundur Garap KTP-el karena Ada Novanto
Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby merupakan pegawai PT Java Trade Utama. Perusahaan tersebut merupakan anggota anggota konsorsium dari PT Murakabi Sajehtera dalam proyek KTP-el.
Namun, ketika dikonfirmasi jaksa apakah 'SN' yang dimaksud adalah Setya Novanto, Johannes mengaku tak tahu, "Bobby bilang SN Grup itu Senayan Grup, itu saja," pungkas Johannes.
Johannes juga tak menepis dirinya kenal Irvanto Pambudi Cahyo yang merupakan keponakan Novanto sekaligus mantan direktur PT Murakabi Sejahtera. "Saya pernah datang ke kantor Murakabi," ungkap Johannes
Dalam kasus korupsi KTP-el, Novanto didakwa mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan KTP-el di Kementerian Dalam Negeri dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Perbuatan yang melibatkan eks Ketua DPR itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu didakwa mendapat jatah USD7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai USD135 ribu dari proyek bernilai Rp5,8 triliun tersebut.
Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)