Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri mengakui sulit mengatasi dan mengawasi pinjaman online ilegal. Sebab, sebagian besar jasa keuangan digital atau fintech berasal dari luar negeri.
"Banyak server (fintech ilegal) yang ada di luar negeri, yang ada di Indonesia hanya 20 persen," kata Kasubdit II Dirtippidsiber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 2 Agustus 2019.
Ricky mengimbau masyarakat agar tidak melakukan pinjaman dengan fintech ilegal. Apalagi, fintech kerap meminta data pribadi sebagai syarat peminjaman.
"Data pribadi itu secara sadar tidak sadar kita berikan kepada orang yang tidak bertangung jawab sehingga dapat disebar," ujar dia.
Baca: 14 Korban Fintech Nakal Mengadu ke LBH Solo Raya
Menurut dia, sistem tersebut membuat data pribadi rawan diperjualbelikan. Bahkan, data pribadi tersebut dapat disalahgunakan untuk mengancam nasabah.
Selain itu, kejahatan yang kerap terjadi dalam sistem ini antara lain penyadapan data pribadi, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar pornografi, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data dan ilegal akses.
"Hal itu yang bisa kita jerat, pasal-pasal yang terangkum dalam UU ITE. Selain itu belum ada kami temukan pasal lain yang bisa menjerat fintech-fintech ilegal," ujar dia.
Kepolisian saat ini sudah menangani tujuh kasus pinjaman online. Satu kasus kini tengah berproses di pengadilan.
Sementara itu, enam kasus lainnya masih dalam penyelidikan. Kasus ini paling banyak mempersoalkan pencemaran nama baik.
Kasus pinjaman online ini tak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ricky mengatakan pihaknya terus berusaha menemui korban agar melaporkan kasus ini.
"Kami berusaha jemput bola dengan mencari para korban untuk kita bantu membuat laporan polisi," pungkas dia.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri mengakui sulit mengatasi dan mengawasi pinjaman
online ilegal. Sebab, sebagian besar jasa keuangan digital atau
fintech berasal dari luar negeri.
"Banyak server
(fintech ilegal) yang ada di luar negeri, yang ada di Indonesia hanya 20 persen," kata Kasubdit II Dirtippidsiber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 2 Agustus 2019.
Ricky mengimbau masyarakat agar tidak melakukan pinjaman dengan
fintech ilegal. Apalagi,
fintech kerap meminta data pribadi sebagai syarat peminjaman.
"Data pribadi itu secara sadar tidak sadar kita berikan kepada orang yang tidak bertangung jawab sehingga dapat disebar," ujar dia.
Baca: 14 Korban Fintech Nakal Mengadu ke LBH Solo Raya
Menurut dia, sistem tersebut membuat data pribadi rawan diperjualbelikan. Bahkan, data pribadi tersebut dapat disalahgunakan untuk mengancam nasabah.
Selain itu, kejahatan yang kerap terjadi dalam sistem ini antara lain penyadapan data pribadi, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar pornografi, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data dan ilegal akses.
"Hal itu yang bisa kita jerat, pasal-pasal yang terangkum dalam UU ITE. Selain itu belum ada kami temukan pasal lain yang bisa menjerat
fintech-fintech ilegal," ujar dia.
Kepolisian saat ini sudah menangani tujuh kasus pinjaman
online. Satu kasus kini tengah berproses di pengadilan.
Sementara itu, enam kasus lainnya masih dalam penyelidikan. Kasus ini paling banyak mempersoalkan pencemaran nama baik.
Kasus pinjaman
online ini tak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ricky mengatakan pihaknya terus berusaha menemui korban agar melaporkan kasus ini.
"Kami berusaha jemput bola dengan mencari para korban untuk kita bantu membuat laporan polisi," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)