Jakarta: Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman minta agar Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepolisian menelusuri banyaknya kasus penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran. Apalagi permasalahan ini juga selalu berulang.
Boyamin menyebut, hingga kini tidak ada yang menelusuri ke mana larinya bansos yang yang tak tepat sasaran itu. Boyamin juga menyampaikan para aparat penegak hukum tak perlu menunggu laporan dari masyarakat jika telah mengetahui ada indikasi korupsi dari penyaluran bansos.
“Karena dia memang tugasnya memberantas korupsi, mau ada laporan atau tidak. Ketika ada indikasi, bahkan menteri yang ngomong begitu, ya, mestinya Kejagung, kepolisian maupun KPK harusnya langsung bergerak tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat,” ucap Boyamin kepada Media Indonesia, Jumat, 21 Juni 2024.
Selain itu, Boyamin juga mengingatkan bahwa masalah penerima bansos yang tidak tepat sasaran itu semestinya bisa dicegah dari hulu. Semestinya pemerintah yang mengurusi data penerima bansos harus dapat memperbaiki kinerjanya dan memastikan kembali apakah data tersebut valid.
“Yang salah itu dari sisi pencegahan, yaitu terkait tidak validnya data. Jadi yang harus dikejar itu pemerintah yang mengurusi data. Supaya ini lebih valid lagi. Kalau ada dugaan penyimpangan apalagi itu fiktif atau malah dimanfaatkan oleh oknumnya, ya, itu harus diproses korupsi,” ungkapnya.
Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut ada sekitar 46 persen penerima bansos tidak tepat sasaran akibat adanya exclusion dan inclusion error.
Exclusion error adalah kesalahan data karena tak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data, sedangkan inclusion error memasukkan rumah tangga yang tak miskin ke dalam data.
Jakarta: Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman minta agar Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepolisian menelusuri banyaknya kasus penyaluran
bantuan sosial (bansos) yang
tidak tepat sasaran. Apalagi permasalahan ini juga selalu berulang.
Boyamin menyebut, hingga kini tidak ada yang menelusuri ke mana larinya bansos yang yang tak tepat sasaran itu. Boyamin juga menyampaikan para aparat penegak hukum tak perlu menunggu laporan dari masyarakat jika telah mengetahui ada indikasi korupsi dari penyaluran bansos.
“Karena dia memang tugasnya memberantas korupsi, mau ada laporan atau tidak. Ketika ada indikasi, bahkan menteri yang ngomong begitu, ya, mestinya Kejagung, kepolisian maupun KPK harusnya langsung bergerak tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat,” ucap Boyamin kepada
Media Indonesia, Jumat, 21 Juni 2024.
Selain itu, Boyamin juga mengingatkan bahwa masalah penerima bansos yang tidak tepat sasaran itu semestinya bisa dicegah dari hulu. Semestinya pemerintah yang mengurusi data penerima bansos harus dapat memperbaiki kinerjanya dan memastikan kembali apakah data tersebut valid.
“Yang salah itu dari sisi pencegahan, yaitu terkait tidak validnya data. Jadi yang harus dikejar itu pemerintah yang mengurusi data. Supaya ini lebih valid lagi. Kalau ada dugaan penyimpangan apalagi itu fiktif atau malah dimanfaatkan oleh oknumnya, ya, itu harus diproses korupsi,” ungkapnya.
Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut ada sekitar 46 persen penerima bansos tidak tepat sasaran akibat adanya exclusion dan inclusion error.
Exclusion error adalah kesalahan data karena tak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data, sedangkan inclusion error memasukkan rumah tangga yang tak miskin ke dalam data.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)