Jakarta: Komisi Yudisial (KY) mengusulkan kewenangannya dalam pengawasan diperluas dalam perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua tentang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Lembaga tersebut ingin bisa mengawasi hakim dan jajaran peradilan lain, seperti panitera.
"Pengawasan perlu dibuat lebih efektif. Salah satunya, dari kasus operasi tangkap tangan (OTT) di Mahkamah Agung, kita tahu titik lemahnya pegawai dan panitera pengganti di pengadilan," ujar anggota KY Binziad Kadafi dalam rilis Capaian Kinerja KY pada 2022, di Kantor KY, Jakarta, Rabu, 28 Desember 2022.
Revisi UU KY masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2023 di DPR. KY berharap ke depannya bisa mengawasi panitera pengganti yang erat kaitannya dengan penanganan perkara oleh hakim di pengadilan. Substansi usulan lain yang diharapkan dapat diakomodasi pembuat undang-undang, yakni KY dapat memberikan sanksi apabila seorang hakim terbukti melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
Saat ini, kata Kadafi, KY hanya bisa memberikan rekomendasi sanksi pada MA. Setidaknya untuk sanksi ringan dan sedang.
"Sementara untuk sanksi berat berupa pemberhentian tetap mekanismenya melalui majelis kehormatan hakim kami rasa masih layak untuk dipertahankan," ujar dia.
Terkait reformasi peradilan, Kadafi menjelaskan KY dapat memberi rekomendasi kebijakan bagi perbaikan peradilan agar bersih dan mandiri. Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito menambahkan dalam UU KY diatur mengenai penyadapan hakim. Namun, KY tidak punya kewenangan semacam itu, lembaga tersebut perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk penyadapan.
"Kita akan mencoba mengusulkan pada DPR bekerja sama dengan aparat penegak hukum agar penyadadapan yang dilakukan oleh KY mandiri sehingga leluasa. Tidak semua hakim disadap, kalau ada indikasi temuan dugaan korupsi baru dilakukan penyadapan," ujar dia.
Jakarta:
Komisi Yudisial (KY) mengusulkan kewenangannya dalam pengawasan diperluas dalam perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua tentang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Lembaga tersebut ingin bisa mengawasi hakim dan jajaran
peradilan lain, seperti panitera.
"Pengawasan perlu dibuat lebih efektif. Salah satunya, dari kasus operasi tangkap tangan (OTT) di Mahkamah Agung, kita tahu titik lemahnya pegawai dan panitera pengganti di pengadilan," ujar anggota KY Binziad Kadafi dalam rilis Capaian Kinerja KY pada 2022, di Kantor KY, Jakarta, Rabu, 28 Desember 2022.
Revisi UU KY masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2023 di DPR. KY berharap ke depannya bisa mengawasi panitera pengganti yang erat kaitannya dengan penanganan perkara oleh hakim di pengadilan. Substansi usulan lain yang diharapkan dapat diakomodasi pembuat undang-undang, yakni KY dapat memberikan
sanksi apabila seorang hakim terbukti melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
Saat ini, kata Kadafi, KY hanya bisa memberikan rekomendasi sanksi pada MA. Setidaknya untuk sanksi ringan dan sedang.
"Sementara untuk sanksi berat berupa pemberhentian tetap mekanismenya melalui majelis kehormatan hakim kami rasa masih layak untuk dipertahankan," ujar dia.
Terkait reformasi peradilan, Kadafi menjelaskan KY dapat memberi rekomendasi kebijakan bagi perbaikan peradilan agar bersih dan mandiri. Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito menambahkan dalam UU KY diatur mengenai penyadapan hakim. Namun, KY tidak punya kewenangan semacam itu, lembaga tersebut perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk penyadapan.
"Kita akan mencoba mengusulkan pada DPR bekerja sama dengan aparat penegak hukum agar penyadadapan yang dilakukan oleh KY mandiri sehingga leluasa. Tidak semua hakim disadap, kalau ada indikasi temuan dugaan korupsi baru dilakukan penyadapan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)