Ilustrasi pengadilan/Medcom.id/M Rizal
Ilustrasi pengadilan/Medcom.id/M Rizal

Hakim Heran Helikopter AW-101 jadi Kendaraan Angkut

Fachri Audhia Hafiez • 18 Januari 2023 19:53
Jakarta: Majelis hakim heran dengan pengadaan Helikopter AgustaWestland AW-101 yang awalnya dipesan untuk kendaraan VVIP. Namun, pengadaan helikopter tersebut diubah menjadi kendaraan angkut berat.
 
Awalnya salah satu hakim anggota menanyakan perihal berita acara pemeriksaan (BAP) terdakwa Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway. Hakim menyoroti keterangan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) itu yang menyebutkan TNI Angkatan Udara (TNI AU) awalnya tak mengetahui helikopter tersebut dipesan untuk VVIP.
 
"Saudara menerangkan beberapa hal, antara lain satu, bahwa helikopter AW-101 yang saya sediakan tersebut diproduksi oleh pabrik AgustaWestland memang dari awal dirakit oleh pabrikan untuk pesanan TNI AU melalui PT DJM dirakit untuk VVIP. Lalu kemudian di nomor tiga, TNI AU selaku pengada barang dan jasa tidak mengetahui bahwa helikopter angkut AW-101 adalah helikopter yang awalnya dipesan untuk helikopter VVIP?," tanya hakim anggota saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Januari 2023.

Irfan tak menampik keterangan tersebut dan menekankan bahwa TNI AU memang tidak tahu soal pengadaan helikopter awalnya itu untuk VVIP. Hakim heran seharusnya soal spesifikasi itu termuat dalam kontrak pengadaan barang dan jasa.
 
"Di kontrak sebelumnya apakah saudara menginformasikan sebagai pengada dan jasa semestinya mengetahui persis, apa yang diinginkan di dalam kontrak itu?," tanya hakim.
 
"Saya ulangi Yang Mulia, bahwa TNI AU tidak tahu bahwa itu helikopter yang saya pesan pertama dulu karena waktu saya mau order itu tidak ada yang tahu bahwa saya mau order helikopter VVIP, tapi helikopter kan belum diproduksi secara menyeluruh," ujar Irfan.
 

Baca: KPK Harap Yudo Bisa Bantu Hadirkan Eks KSAU di Persidangan Helikopter AW-101


Hakim juga mendalami soal perbedaan spesifikasi helikopter yang sudah diterima itu. Pada kontrak disebutkan bahwa helikopter mestinya memiliki cargo door.
 
"Bahwa sesungguhnya di dalam perjanjian itu sendiri seharusnya ada cargo emergency?," tanya hakim.
 
"Bahwa disetujui helikopternya itu adalah yang cepat datang yang cepat datang adalah tanpa cargo door. Kemudian di kontrak keluar ada cargo door itu mungkin saya tidak baca lagi dan siapa yang taruh di dalam dokumen kontrak ada cargo door saya juga kurang paham," ujar Irfan.
 
Pada surat dakwaan disebutkan bahwa ada surat nomor: B/101-09/20161/Srenaau kepada Dirjen Perencanaan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan perihal Usulan Perubahan Kegiatan Pengadaan Helikopter VVIP RI-1. Surat tersebut disampaikan perubahan kegiatan pengadaan yang semula dari pengadaan Helikopter VVIP RI-1 menjadi pengadaan Helikopter Angkut Berat.
 
Padahal, pada saat itu anggaran pengadaaan helikopter telah diblokir dan sudah ada arahan Presiden agar TNI tidak membeli dahulu helikopter. Karena ekonomi sedang tidak normal.
 
Irfan didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah.
 
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp183.207.870.911," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.
 
Jaksa menyebut ada beberapa pihak dan korporasi yang ikut kecipratan uang haram ini. Salah satu pihak yang disebut menerima yakni mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna.
 
"Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000," ujar Arif.
 
Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan