Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor/Medcom.id/Fachri
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor/Medcom.id/Fachri

Sidang Korupsi Migor, Kebijakan HET Dituding Merugikan

Fachri Audhia Hafiez • 11 November 2022 07:41
Jakarta: penerapan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dituding merugikan. Hal tersebut dibeberkan petinggi Wilmar Group Thomas Tonny Muksim dalam sidang korupsi minyak goreng.
 
Korporasi yang diduga terlibat dalam rasuah izin edar migor itu diklaim merugi Rp1 triliun. Produsen merasa dirugikan karena harus menjual minyak goreng dengan HET Rp14 ribu.
 
"Setahu saya (merugi) di atas Rp1 triliun. Persisnya berapa saya nggak tahu," kata Thomas saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dikutip Jumat, 11 November 2022.

Thomas berdalih, kebijakan HET menjadi salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng di masyarakat. Dia menilai setelah HET dicabut, minyak goreng kembali ramai di pasaran.
 
"Pada saat itu karena ketentuan untuk HET dicabut dan kembali dengan harga pasar, pada hari itu barang sudah ada di pasar," ujar Thomas.
 
Dia menuturkan Wilmar menjual minyak goreng seharga Rp21 ribu setelah HET dicabut. Di sisi lain, Kuasa hukum terdakwa sekaligus Komisaris PT Wilmar Nabati Group Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang, mengeklaim kliennya menjalankan kebijakan domestic market obligation (DMO) 20 persen terkait minyak goreng. Pada saat Wilmar Group menjalankan kebijakan itu, pemerintah mencabut aturan tersebut.
 

Baca: Saksi Sebut Usulan Revisi Peraturan Peraturan Migor di Kemendag Bukan dari Lin Che Wei


Ketika aturan DMO tak berlaku lagi, kata Juniver, minyak goreng justru membanjiri pasar. Artinya, kelangkaan minyak goreng bukan disebabkan oleh DMO melainkan pemberlakuan HET. 
 
"Ketentuan dicabut. Malahan kami rugi Rp1,725 triliun akibat HET minyak goreng yang ditetapkan pemerintah," ucap Juniver. 
 
Dia menambahkan terjadi rafaksi atau pengurangan harga ekonomi. Sebab, produsen harus menjual HET sesuai penetapan pemerintah.
 
"Ada namanya rafaksi harga ekonomi yang harusnya kami dapatkan dari pemerintah, itu belum dibayarkan," kata Juniver. 
 
Sebanyak lima didakwa terlibat perkara korupsi perizinan PE minyak sawit atau CPO oleh Kemendag. Mereka ialah eks Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
 
Perbuatan melawan hukum mereka itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kemendag. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
 
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
 
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan