medcom.id, Jakarta: Sebanyak 80 persen dari 148 WNA asal Tiongkok dan Taiwan yang terlibat kejahatan siber tidak mengantongi paspor. Diduga kuat, paspor mereka disimpan broker atau sponsor.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto, Senin 31 Juli 2017, mengatakan, sang broker kini tengah diburu. Tak lama lagi pelaku pasti ditangkap.
Menurut Rikwanto, hanya sebagian kecil dari mereka yang mengantongi paspor. Itu pun visa turis dan pekerja. "Ada yang izinnya turis, kerja, dan kunjungi keluarga."
(Baca juga: Indonesia Dianggap Aman untuk Kejahatan Siber)
Tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya mengungkap kejahatan penipuan melalui telepon atau phone fraud. Kepolisian menangkap WN Tiongkok di tiga kota sekaligus, yakni 92 orang ditangkap di Surabaya, 27 orang di Bali dan 29 orang di Jakarta.
Dalam menjalankan kejahatannya, sindikat ini menggunakan data-data nasabah bank di Tiongkok dan Taiwan. Mereka menghubungi para korban kemudian menyamar seolah-olah dari instansi penegak hukum di Taiwan.
Sebagian dari mereka ada yang berperan sebagai polisi, jaksa atau petugas bank. Lalu, pelaku mengancam korban dengan dalil tengah menyelidiki kasus pidana yang melibatkan korban. Setelah korban merasa ketakutan, pelaku lantas meminta uang agar kasusnya dihentikan.
medcom.id, Jakarta: Sebanyak 80 persen dari 148 WNA asal Tiongkok dan Taiwan yang terlibat kejahatan siber tidak mengantongi paspor. Diduga kuat, paspor mereka disimpan broker atau sponsor.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto, Senin 31 Juli 2017, mengatakan, sang broker kini tengah diburu. Tak lama lagi pelaku pasti ditangkap.
Menurut Rikwanto, hanya sebagian kecil dari mereka yang mengantongi paspor. Itu pun visa turis dan pekerja. "Ada yang izinnya turis, kerja, dan kunjungi keluarga."
(Baca juga:
Indonesia Dianggap Aman untuk Kejahatan Siber)
Tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya mengungkap kejahatan penipuan melalui telepon atau
phone fraud. Kepolisian menangkap WN Tiongkok di tiga kota sekaligus, yakni 92 orang ditangkap di Surabaya, 27 orang di Bali dan 29 orang di Jakarta.
Dalam menjalankan kejahatannya, sindikat ini menggunakan data-data nasabah bank di Tiongkok dan Taiwan. Mereka menghubungi para korban kemudian menyamar seolah-olah dari instansi penegak hukum di Taiwan.
Sebagian dari mereka ada yang berperan sebagai polisi, jaksa atau petugas bank. Lalu, pelaku mengancam korban dengan dalil tengah menyelidiki kasus pidana yang melibatkan korban. Setelah korban merasa ketakutan, pelaku lantas meminta uang agar kasusnya dihentikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)