medcom.id, Jakarta: Pemesanan 500 pucuk lebih senjata oleh Badan Intelijen Nasional (BIN) ke PT Pindad baru kali ini dilakukan. Senjata tersebut digunakan untuk mahasiswa Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Sebelumnya mahasiswa STIN sebagai pengguna senjata, meminjam senjata dari dari Kopasus, Marinir atau Brimob. "Baru kali ini pesan, karena memang kebutuhan untuk mahasiswa," kata Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis 28 September 2017.
Jumlah siswa di satu angkatan STIN sekira 124 orang. Sementara dalam sekolah negara itu terdapat empat angkatan.
Maka kebutuhan senjata untuk latihan 500 lebih siswa dianggap sudah pas. Sehingga, tidak perlu lagi meminjam kepada pihak lain untuk melatih kemampuan senjata calon mata-mata negara.
Baca: Pembelian Senjata BIN Seizin Menhan
Wawan menyebut, selama ini peminjaman senjata berkendala. Karena senjata yang dipinjam dari Kopasus, Marinir atau Brimob juga diperlukan empunya. Maka mau tidak mau pihak STIN mengalah dan menunda latihan.
"Kalau pinjam kan jadi masalah kalau sedang dipakai pemilik. Padahal kan kita latihan secara kontinyu," katanya.
Prinsipnya, pemesanan dilakukan karena sekolah para calon anggota BIN itu benar-benar memerlukan. Wawan sendiri yang merupakan mantan pendidik di STIN tahu persis kebutuhan seperti apa. Sehingga, ia memastikan senjata dari Pindad bakal digunakan sesuai kebutuhan latihan di STIN.
Baca: Pengambilan Senjata BIN Menunggu Polemik Reda
Ditanya soal kemungkinan pemesanan senjata lagi, ia mengatakan kebijakan itu bersifat optional. "Kalau misalnya awet ya enggak pesan lagi, kalau banyak rusak atau upgrade itu baru (pesan). Paling perawatan saja," kata Wawan.
Seperti diketahui, pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) seizin Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Semua penjualan dan pembelian senjata memang harus berdasarkan izin Kementerian Pertahanan.
"Ini masalah pembelian, Kemenhan sudah tanda tangan pada Mei 2017. Ada tandatangan Wakabin (Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksmana), ada 521 pucuk senjata, dan 712 ribu peluru," kata Ryamizard.
Ryamizard memperlihatkan surat yang ditandatangani Teddy Lhaksmana. Surat itu menggunakan kop surat BIN. Lembaga di bawah pimpinan Jenderal Budi Gunawan itu membeli 521 pucuk senjata jenis SS2.V2 dari PT Pindad.
Dalam surat tertulis pembelian senjata digunakan untuk mendukung kegiatan latihan taruna/taruni Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Ryamizard menegaskan, tak ada pembelian 5.000 pucuk senjata seperti yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. "Jadi senjata itu tidak terlalu mematikan. Itu jelas pengajuannya," katanya.
medcom.id, Jakarta: Pemesanan 500 pucuk lebih senjata oleh Badan Intelijen Nasional (BIN) ke PT Pindad baru kali ini dilakukan. Senjata tersebut digunakan untuk mahasiswa Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Sebelumnya mahasiswa STIN sebagai pengguna senjata, meminjam senjata dari dari Kopasus, Marinir atau Brimob.
"Baru kali ini pesan, karena memang kebutuhan untuk mahasiswa," kata Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto saat dihubungi
Metrotvnews.com, Kamis 28 September 2017.
Jumlah siswa di satu angkatan STIN sekira 124 orang. Sementara dalam sekolah negara itu terdapat empat angkatan.
Maka kebutuhan senjata untuk latihan 500 lebih siswa dianggap sudah pas. Sehingga, tidak perlu lagi meminjam kepada pihak lain untuk melatih kemampuan senjata calon mata-mata negara.
Baca: Pembelian Senjata BIN Seizin Menhan
Wawan menyebut, selama ini peminjaman senjata berkendala. Karena senjata yang dipinjam dari Kopasus, Marinir atau Brimob juga diperlukan empunya. Maka mau tidak mau pihak STIN mengalah dan menunda latihan.
"Kalau pinjam kan jadi masalah kalau sedang dipakai pemilik. Padahal kan kita latihan secara kontinyu," katanya.
Prinsipnya, pemesanan dilakukan karena sekolah para calon anggota BIN itu benar-benar memerlukan. Wawan sendiri yang merupakan mantan pendidik di STIN tahu persis kebutuhan seperti apa. Sehingga, ia memastikan senjata dari Pindad bakal digunakan sesuai kebutuhan latihan di STIN.
Baca: Pengambilan Senjata BIN Menunggu Polemik Reda
Ditanya soal kemungkinan pemesanan senjata lagi, ia mengatakan kebijakan itu bersifat optional. "Kalau misalnya awet ya enggak pesan lagi, kalau banyak rusak atau upgrade itu baru (pesan). Paling perawatan saja," kata Wawan.
Seperti diketahui, pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) seizin Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Semua penjualan dan pembelian senjata memang harus berdasarkan izin Kementerian Pertahanan.
"Ini masalah pembelian, Kemenhan sudah tanda tangan pada Mei 2017. Ada tandatangan Wakabin (Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksmana), ada 521 pucuk senjata, dan 712 ribu peluru," kata Ryamizard.
Ryamizard memperlihatkan surat yang ditandatangani Teddy Lhaksmana. Surat itu menggunakan kop surat BIN. Lembaga di bawah pimpinan Jenderal Budi Gunawan itu membeli 521 pucuk senjata jenis SS2.V2 dari PT Pindad.
Dalam surat tertulis pembelian senjata digunakan untuk mendukung kegiatan latihan taruna/taruni Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Ryamizard menegaskan, tak ada pembelian 5.000 pucuk senjata seperti yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. "Jadi senjata itu tidak terlalu mematikan. Itu jelas pengajuannya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)