medcom.id, Jakarta: Badan Intelijen Negara (BIN) tak akan mengambil pesanan senjata di PT Pindad dalam waktu dekat. Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan BIN menunggu polemik soal senjata ini reda terlebih dahulu.
"Kita masih proses ya, menunggu polemik reda. Rencana memang akan diambil, tapi nanti," katanya saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis 28 September 2017.
Wawan enggan menyebut waktu pasti pengambilan 500 lebih pucuk senjata itu. Yang jelas, akad jual beli sudah dilakukan dan atas sepengetahuan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Ditanya terkait biaya pemesanan, ia juga tak bersedia membeberkan.
Menurutnya, pemesanan senjata ini untuk keperluan internal dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) yang menjadi bagian dari BIN. "Karena itu, masuk dalam kategori logistik dan tak bisa diungkap biayanya," kata Wawan.
Melalui keterangan Ryamizard, BIN membeli 521 pucuk senjata jenis SS2.V2 dari PT Pindad. Dalam surat tertulis, pembelian senjata digunakan untuk mendukung kegiatan latihan taruna/taruni STIN.
Polemik dugaan pembelian senjata ilegal muncul dalam rekaman pernyataan Gatot saat berbicara di acara silaturahmi purnawirawan dan perwira aktif TNI. Gatot menyebut ada institusi tertentu membeli 5.000 pucuk senjata. Gatot mengatakan pembelian itu mencatut nama Presiden Joko Widodo. Gatot mengklaim memiliki data akurat.
Menko Polhukam Wiranto menanggapi dan menyatakan senjata tersebut pesanan BIN. Ia menegaskan pembelian hanya 500 pucuk senjata laras pendek. Senjata itu pun tak berstandar TNI seperti yang diperbincangkan.
PT Pindad (Persero) memperkuat pernyataan Wiranto. BUMN ini membenarkan adanya pembelian senjata. Namun, jumlahnya bukan 5.000, melainkan 500 pucuk senjata laras pendek. Ada rencana pembelian 5.000 pucuk senjata dari Polri. Tapi, itu baru rencana. Belum ada kontrak pembelian.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/4KZED7Yk" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Badan Intelijen Negara (BIN) tak akan mengambil pesanan senjata di PT Pindad dalam waktu dekat. Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan BIN menunggu polemik soal senjata ini reda terlebih dahulu.
"Kita masih proses ya, menunggu polemik reda. Rencana memang akan diambil, tapi nanti," katanya saat dihubungi
Metrotvnews.com, Kamis 28 September 2017.
Wawan enggan menyebut waktu pasti pengambilan 500 lebih pucuk senjata itu. Yang jelas, akad jual beli sudah dilakukan dan atas sepengetahuan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Ditanya terkait biaya pemesanan, ia juga tak bersedia membeberkan.
Menurutnya, pemesanan senjata ini untuk keperluan internal dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) yang menjadi bagian dari BIN. "Karena itu, masuk dalam kategori logistik dan tak bisa diungkap biayanya," kata Wawan.
Melalui keterangan Ryamizard, BIN membeli 521 pucuk senjata jenis
SS2.V2 dari PT Pindad. Dalam surat tertulis, pembelian senjata digunakan untuk mendukung kegiatan latihan taruna/taruni STIN.
Polemik dugaan pembelian senjata ilegal muncul dalam rekaman pernyataan Gatot saat berbicara di acara silaturahmi purnawirawan dan perwira aktif TNI. Gatot menyebut ada institusi tertentu membeli 5.000 pucuk senjata. Gatot mengatakan pembelian itu mencatut nama Presiden Joko Widodo. Gatot mengklaim memiliki data akurat.
Menko Polhukam Wiranto menanggapi dan menyatakan senjata tersebut pesanan BIN. Ia menegaskan pembelian hanya 500 pucuk senjata laras pendek. Senjata itu pun tak berstandar TNI seperti yang diperbincangkan.
PT Pindad (Persero) memperkuat pernyataan Wiranto. BUMN ini membenarkan adanya pembelian senjata. Namun, jumlahnya bukan 5.000, melainkan 500 pucuk senjata laras pendek. Ada rencana pembelian 5.000 pucuk senjata dari Polri. Tapi, itu baru rencana. Belum ada kontrak pembelian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)