Ilustrasi minyak goreng. Foto: Metro TV.
Ilustrasi minyak goreng. Foto: Metro TV.

Kasus Ekspor CPO, Penetapan HET Disebut Sebabkan Kelangkaan Minyak Goreng

Fachri Audhia Hafiez • 21 Oktober 2022 21:47
Jakarta: Penetapan harga eceran tertinggi (HET) diduga menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng. Kondisi itu dipengaruhi banyak pihak yang menimbun kebutuhan pokok itu.
 
"Di masyarakat mulai terjadi penimbunan untuk mencari keuntungan, dan spekulan-spekulan. Kemudian pada Maret 2022, HET dicabut, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 dicabut, langsung membanjiri pasar," kata kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang, melalui keterangannya, Jumat, 21 Oktober 2022.
 
Menurut Juniver, kondisi itu membuat kelangkaan minyak goreng tak terkendali. Ia juga menyebut hal itu bukan karena produsen yang melakukan ekspor berlebihan.

"Begitu ditetapkan pemerintah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 HET, langsung minyak goreng langka," ucap Juniver.

Baca: Saksi Akui HET Pemerintah Tak Sebanding dengan Modal Pembuatan Migor


Juniver juga menyoroti kesaksian Direktorat Statistik Harga Badan Pusat Statistik (BPS), Wiji Tri Wilujeng, yang bersaksi pada Kamis, 20 Oktober 2022. Wiji menyampaikan bahwa ada ungkapan kontribusi minyak goreng mempengaruhi inflasi bukan dari BPS.
 
"Padahal mulai bulan Januari sampai Maret, inflasi itu malah signifikan dan tidak mengganggu perekonomian dan sehat. Jaksa bilang (inflasi) terganggu, ternyata data BPS hanya 0,19 persen, seharusnya 1,29 berarti kan digitnya dibawah. Malah harga komoditas lain yang membuat situasi tidak normal," ucap Juniver.
 
Pada dakwaan disebutkan bahwa pemerintah mendorong produsen untuk berpartisipasi menyediakan migor merk Minyakita dengan HET Rp14 ribu per liter. Produsen akan mendapat subsidi dari penjualan migor tersebut melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
 
Karena kebijakan itu bersifat sukarela, pada praktiknya produsen migor banyak yang lebih memilih ekspor. Sehingga, kelangkaan migor di dalam negeri tak terhindarkan.

Baca: Subsidi Migor Rp14 Ribu, Pemerintah Disebut Masih Berutang ke Pengusaha


Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
 
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
 
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
 
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan