Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id.
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id.

Diskriminatif, Pemerintah Didesak Revisi Pasal Pengampuan dalam KUHPerdata

Indriyani Astuti • 01 Februari 2023 13:28
Jakarta: Pemerintah didorong untuk membuat terobosan hukum dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, salah satunya merevisi Pasal 433 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal tersebut dianggap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas mental.
 
Hal itu diutarakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Suparman Marzuki yang memberikan keterangan sebagai ahli dari pemohon dalam sidang pengujian materiil Pasal 433 KUHPerdata di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
 
“Pasal 433 KUHAP dengan konstruksi norma dibangun dari cara pandang stigma, tidak menghormati manusia. Kata dungu, gila, mata gelap dan seterusnya berstigma negatif. Itu yang terjadi pada abad lalu, padahal perkembangan konsepsi hukum terus berkembang dan semakin manusiawi,” ujar Suparman, Rabu, 1 Februari 2023.

Pasal 433 KUHPerdata berbunyi “Setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, bahkan ketika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya”. 
 
Pasal tersebut digugat ke MK oleh Yayasan Indonesian Mental Health Association (IMHA), Syaiful Anam, dan Nurhayati Ratna Saridewi. Menurut para pemohon, Pasal 433 KUHPerdata menyamaratakan antara kondisi episodik dengan orang yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan atau keborosan.
 
Pahadal pada pasien dengan gangguan skizofrenia, permasalahan kejiwaan yang dialami bersifat episodic bukan menetap. Oleh karena itu, penyandang disabilitas mental tidak selalu berada dalam keadaan yang disebut tidak mampu berpikir atau berbuat rasional.
 
Suparman menegaskan bahwa konsepsi hukum pada era modern semakin memanusiakan manusia. Keberadaan Pasal 433 KUHPerdata menurutnya telah mencabut dan mengecualikan secara paksa status seseorang sebagai subjek hukum. Padahal hak ini, tegas Suparman tidak bisa dikecualikan dalam keadaan apapun. 
 
Oleh karenanya, ia mendorong agar eksekutif yakni pemerintah mengubah cara pandang negatif stigma terhadap penyandang disablitas mental dengan mengonstruksikan ulang norma Pasal 433 KUHPerdata, sesuai amanat persamaan dan keadilan dalam Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945.
 
“Indonesia telah meratifikasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas The Committee on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), pemerintah seharusnya mencabut ketentuan hukum, peraturan, praktik yang mengandung unsur diskriminasi terhadap penyandang disabilitas,” ungkapnya.
 

Baca juga: Tok! MK Tolak Gugatan Partai Berkarya Terkait Pencalonan Presiden


 
Ia mengatakan, bahwa pengadilan dalam hal ini kekuasaan kehakiman, memiliki peran paling krusial menegakkan HAM. Mahkamah, menurut dia, terbiasa merujuk beragama traktat internasional dalam rangka memperkuat argumentasi hukum atau melakukan interpretasi atas frasa yang diatur dalam konstitusi. 
 
Sementara itu, ahli lain yakni Pelapor Khusus Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Penyandang Disabilitas Gerard Quinn menjelaskan reformasi hukum perlu dilakukan pemerintah sehingga kerangka hukum mengenai hak-hak penyandang disabilitas telah sesuai dengan Pasal 12 CRPD. Konvensi CRPD, imbuh Gerard, ada untuk memastikan penyandang disabilitas mendapatkan hak-haknya.
 
Beberapa negara juga telah mengadopsi mekanisme bukan pengampuan, melainkan pengambilan keputusan dengan dukungan. Mekanisme ini memungkinkan seseorang dengan disabilitas mental mendapatkan dukungan sosial dalam mengambil tindakan hukum atau menjadi subjek hukum.
 
Sementara itu, pemerintah beralasan pengampuhan tidak diambil semena-mena. Pasal 433 mengatur adanya suatu proses yang dapat ditetapkan oleh hakim ketika pengampuhan dilakukan. 
 
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan kewenangan Mahkamah terbatas. Mahkamah, lanjut Saldi, dapat mencabut Pasal 433, tetapi dalam mencegah implikasi yang timbul setelah pasal itu dibatalkan menjadi kewenangan pembuat undang-undang.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan