Kepala Staf Khusus Kepresidenan (KSP) Moeldoko - Medcom.id/Achmad Zulfikar Fazli.
Kepala Staf Khusus Kepresidenan (KSP) Moeldoko - Medcom.id/Achmad Zulfikar Fazli.

Moeldoko Bantah Ada di Balik Pemberitaan Asia Sentinel

Achmad Zulfikar Fazli • 18 September 2018 16:40
Jakarta: Kepala Staf Khusus Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta Partai Demokrat tidak mengaitkan dirinya dengan media Hong Kong Asia Sentinel. Politikus Demokrat Rachland Nashidik mengunggah foto pertemuan Moeldoko dan bos Asia Sentinel, Lien Neumann. 
 
Moeldoko menegaskan tidak berada di balik pemberitaan skandal dugaan pencurian uang pembayar pajak senilai USD12 miliar yang diduga dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ditulis Asia Sentinel. 
 
"Bahwa (ada foto) co-foundernya Sentinel, saya juga enggak ngerti. Jadi jangan buru-buru baper (bawa perasaan), menduga begitu, dilihat dulu latar belakangnya seperti apa," kata Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 18 September 2018.

Rachland Nashidik sebelumnya mempertanyakan peran Istana Kepresidenan di balik pemberitaan Asia Sentinel tentang Demokrat dan SBY. Hal itu lantaran munculnya foto Co Founder Asia Sentinel, Lien Neumann dan petinggi media asing lain, dengan Moeldoko dalam sebuah acara yang sama. 
 
Foto itu diposting di akun Twitter @RachlanNashidik. Rachland menjelaskan Lien Neumann berada di posisi ketiga di belakang dan berkacamata dalam foto itu. 
 
Mantan Panglima TNI itu  menjelaskan, dia hadir menjadi pembicara dalam acara yang diselenggarakan The American Chamber of Commerce (AnCham). Kebetulan, ketuanya adalah Lien. 
 
Moeldoko Bantah Ada di Balik Pemberitaan Asia Sentinel
Unggahan Rachland Nashidik - Twitter. 
 
Dalam acara itu, Moeldoko memaparkan perkembangan situasi politik dan keamanan di Indonesia. Sebagai mantan Panglima TNI, Moeldoko mengaku punya naluri yang sangat kuat untuk melihat situasi itu.
 
"Saya yakinkan kepada mereka, ke para pengusaha Amerika, investor agar tidak takut-takut ke Indonesia. Karena saya bisa melihat situasi itu dengan jernih, tanpa ada kepentingan apa pun," ucap dia.
 
Dia mengaku mendapat beberapa masukan dari diskusi itu. Masukan itu kemudian dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo. 
 
Moeldoko meminta pertemuannya dengan bos Asia Sentinel itu tak dikaitkan dengan pemberitaan yang menyerang Demokrat dan SBY. Dia meminta Demokrat tak asal menuding adanya persekongkolan antara dirinya dengan Asia Sentinel.
 
"Itukan tuduhan yang enggak masuk akal, moso saya tentara, mantan Panglima TNI, melakukan sesuatu yang bodoh begitu, kan enggak mungkin. Kalau saya melakukan sesuatu enggak perlu foto-foto dong, ngapain, saya berdua saja sama Bapak itu ngomong sesuatu," ketus dia.
 
(Baca juga: Moeldoko Jawab soal Posenya Bareng Bos Asia Sentinel)
 
Tak bahas Bank Century
 
Moeldoko menambahkan dalam pertemuan itu tak pernah membahas soal kasus bailout Bank Century.  Apalagi, dia juga tak memahami kasus itu.
 
"Saya enggak mendalami betul tentang Century, apalagi punya sentimen yang mengarah ke sana, enggaklah. Dan waktu itu saya juga masih Panglima TNI, jadi saya kurang paham Century. Jadi enggak adalah upaya-upaya untuk yang di balik itu semuanya," tandas dia.
 
Saat itu, dia mengaku hanya menceritakan tentang situasi politik dan keamanan Tanah Air. Dia juga tak punya banyak waktu untuk berbicara dengan satu per satu orang yang hadir dalam pertemuan itu.
 
"Habis saya kasih ceramah, makan saya juga enggak sampai selesai, saya tinggal pulang karena ada acara selanjutnya," pungkas dia. 
 
Jurnalis John Berthelsen dari Asia Sentinel mengulas hasil investigasi kasus bailout Century di salah satu artikelnya. John menyebut pemerintah SBY melakukan konspirasi kriminal terbesar dan mencuri dana USD12 miliar dari pembayar pajak dan mencucinya melalui bank-bank internasional.
 
Dari hasil investigasi setebal 488 halaman tersebut disebutkan ada 30 pejabat yang terlibat dalam kasus ini. Hasil investigasi ini diajukan ke Mahkamah Agung Mauritania bulan lalu.
 
(Baca juga: Bank Century Dirancang menjadi Pengucur Dana Partai Penguasa?)
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan