Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut lamanya penghitungan kerugian negara menjadi faktor penghambat penanganan perkara. Sementara itu, hampir semua kasus korupsi yang ada di Indonesia ada kerugian negaranya.
"(Sebanyak) 90 persen lebih perkara di daerah itu menyangkut pasal 2 pasal 3 (terkait) pengadaan barang dan jasa, praktis di situ harus ada pembuktian terkait kerugian negara. Nah, ini yang selama ini sering terhambat teman-teman penyidik di Kejaksaan daerah itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 23 Desember 2021.
Alex mengatakan penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi di Indonesia biasanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal itu diatur Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016.
Namun, penghitungan BPK dan BPKP tidak bisa sebentar. Lamanya penghitungan yang dilakukan BPK dan BPKP kerap menyulitkan penanganan perkara korupsi. Alex mengatakan keluhan ini juga didengarnya dari penegak hukum lain.
"Mereka selalu mengeluhkan lamanya audit, meskipun mereka tidak hanya meminta BPK, tapi lebih banyak sebetulnya BPKP," ujar Alex.
Alex mendorong penegak hukum menghitung sendiri kerugian negara dalam kasus korupsi. SEMA Nomor 4 Tahun 2016 diyakini kurang mengikat.
Menurutnya, penegak hukum di Indonesia mumpuni menghitung kerugian negara dalam kasih korupsi. Penghitungan mandiri itu diyakini bisa membuat penanganan perkara korupsi menjadi lebih cepat.
Baca: KPK Menilai Banyak Duit di Kasus Korupsi Garuda Indonesia Lenyap
"Kalau pekerjaan fiktif negara atau daerah sudah keluar uang, sudah dibayar, tapi prestasi itu tidak ada, barang yang dibeli itu tidak ada, apakah masih perlu audit? Wartawan pun pasti sudah bisa hitung kerugian negara," tutur Alex.
Alex mengatakan pihaknya sudah menghitung kerugian negara tanpa bantuan BPK dan BPKP dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II. Hitungan Lembaga Antikorupsi juga berhasil dianulir hakim dalam putusan tingkat pertama.
Penegak hukum diminta mandiri menghitung kerugian negara mulai saat ini. Penghitungan kerugian negara diyakini bakal dianulir hakim jika bisa dibuktikan dalam persidangan.
"Jadi hasil audit itu sebetulnya hanya menjadi semacam alat bantu bagi hakim untuk mengungkap terjadinya proses kerugian negara itu," tutur Alex.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menyebut lamanya penghitungan
kerugian negara menjadi faktor penghambat penanganan perkara. Sementara itu, hampir semua kasus korupsi yang ada di Indonesia ada kerugian negaranya.
"(Sebanyak) 90 persen lebih perkara di daerah itu menyangkut pasal 2 pasal 3 (terkait) pengadaan barang dan jasa, praktis di situ harus ada pembuktian terkait kerugian negara. Nah, ini yang selama ini sering terhambat teman-teman penyidik di Kejaksaan daerah itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 23 Desember 2021.
Alex mengatakan penghitungan kerugian negara dalam
kasus korupsi di Indonesia biasanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal itu diatur Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016.
Namun, penghitungan BPK dan BPKP tidak bisa sebentar. Lamanya penghitungan yang dilakukan BPK dan BPKP kerap menyulitkan penanganan perkara korupsi. Alex mengatakan keluhan ini juga didengarnya dari penegak hukum lain.
"Mereka selalu mengeluhkan lamanya audit, meskipun mereka tidak hanya meminta BPK, tapi lebih banyak sebetulnya BPKP," ujar Alex.
Alex mendorong penegak hukum menghitung sendiri kerugian negara dalam kasus korupsi. SEMA Nomor 4 Tahun 2016 diyakini kurang mengikat.
Menurutnya, penegak hukum di Indonesia mumpuni menghitung kerugian negara dalam kasih korupsi. Penghitungan mandiri itu diyakini bisa membuat penanganan perkara korupsi menjadi lebih cepat.
Baca:
KPK Menilai Banyak Duit di Kasus Korupsi Garuda Indonesia Lenyap
"Kalau pekerjaan fiktif negara atau daerah sudah keluar uang, sudah dibayar, tapi prestasi itu tidak ada, barang yang dibeli itu tidak ada, apakah masih perlu audit? Wartawan pun pasti sudah bisa hitung kerugian negara," tutur Alex.
Alex mengatakan pihaknya sudah menghitung kerugian negara tanpa bantuan BPK dan BPKP dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit
quay container crane (QCC)
twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II. Hitungan Lembaga Antikorupsi juga berhasil dianulir hakim dalam putusan tingkat pertama.
Penegak hukum diminta mandiri menghitung kerugian negara mulai saat ini. Penghitungan kerugian negara diyakini bakal dianulir hakim jika bisa dibuktikan dalam persidangan.
"Jadi hasil audit itu sebetulnya hanya menjadi semacam alat bantu bagi hakim untuk mengungkap terjadinya proses kerugian negara itu," tutur Alex.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)