Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) untuk mencegah anggota DPR Iis Rosyita ke luar negeri. Istri Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) nonaktif Edhy Prabowo itu tak boleh ke luar negeri selama setengah tahun.
"Selama enam bulan ke depan terhitung sejak tanggal 4 Desember 2020," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Desember 2020.
Baca: Penahanan 2 Tersangka Korupsi Benih Lobster Diperpanjang
KPK juga melakukan pencegahan terhadap pihak swasta, yakni Neti Herawati dan Dipo Tjahjo P. Kemudian Direktur PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) Deden Deni P.
"Pencegahan ke luar negeri tersebut tentu dalam rangka kepentingan pemeriksaan, agar pada saat diperlukan untuk diagendakan pemeriksaan para saksi tersebut tidak sedang berada di luar negeri," ujar Ali.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) untuk mencegah anggota DPR Iis Rosyita ke luar negeri. Istri Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) nonaktif
Edhy Prabowo itu tak boleh ke luar negeri selama setengah tahun.
"Selama enam bulan ke depan terhitung sejak tanggal 4 Desember 2020," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih
KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Desember 2020.
Baca: Penahanan 2 Tersangka Korupsi Benih Lobster Diperpanjang
KPK juga melakukan pencegahan terhadap pihak swasta, yakni Neti Herawati dan Dipo Tjahjo P. Kemudian Direktur PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) Deden Deni P.
"Pencegahan ke luar negeri tersebut tentu dalam rangka kepentingan pemeriksaan, agar pada saat diperlukan untuk diagendakan pemeriksaan para saksi tersebut tidak sedang berada di luar negeri," ujar Ali.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)