Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis anggapan Samsul Huda Yudha, pengacara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin. Samsul menyebut uang untuk Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan eks Ketum PPP Romahurmuziy (Romy) dari kliennya adalah bisyaroh.
"Bisyaroh itu kan istilah yah bantuan atau ucapan terima kasih. Tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara bisyaroh itu dengan jabatan Menteri Agama," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Mei 2019.
Wawan menjelaskan, suap tidak bisa dikatakan bisyaroh karena posisi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai pejabat negara. Terlebih, momentumnya, Lukman mempermudah Haris untuk menduduki kepala kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
"Jadi kita tidak bisa melepaskan itu bisyaroh dan jabatan. Itu pasti ada kaitannya dengan jabatan itu," ucap Wawan.
Sebelumnya, Samsul menyebut suap yang diterima Menteri Lukman dan Romy dianggap Bisyaroh.
(Baca juga: Uang Suap Romahurmuziy dan Menteri Lukman Disebut Bisyaroh)
"Itu nggak ada istilahnya komitmen atau bentuk jual beli jabatan. Tidak pernah Pak Menteri atau pun Pak Rommy meminta sesuatu, tidak pernah. Yang ada itu bentuk tradisi lama yang diambil Bahasa Arab, namanya 'Bisyaroh' yang artinya itu menggembirakan," kata Samsul.
Samsul mengatakan, pemberian uang itu sudah biasa diberikan kepada guru ngaji dalam lingkup pondok pesantren. Menurut dia, uang itu hasil patungan dari seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Jawa Timur.
Sebelumnya, Haris didakwa menyuap Menteri Lukman dan Romy sebesar Rp325 juta. Peran Romy dan Lukman baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi terhadap proses pengangkatan Haris sebagai kepala kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
Haris memberikan uang secara bertahap kepada Romy dan Menteri Lukman. Romy mendapat Rp255 juta, sedangkan Menteri Lukman sejumlah Rp70 juta.
Jaksa menilai perbuatan Romy itu bertentangan dengan jabatannya sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Sementara Lukman bertentangan dengan posisinya sebagai Menteri Agama 2014-2019.
Atas perbuatannya, Haris didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis anggapan Samsul Huda Yudha, pengacara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin. Samsul menyebut uang untuk Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan eks Ketum PPP Romahurmuziy (Romy) dari kliennya adalah bisyaroh.
"Bisyaroh itu kan istilah yah bantuan atau ucapan terima kasih. Tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara bisyaroh itu dengan jabatan Menteri Agama," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Mei 2019.
Wawan menjelaskan, suap tidak bisa dikatakan bisyaroh karena posisi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai pejabat negara. Terlebih, momentumnya, Lukman mempermudah Haris untuk menduduki kepala kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
"Jadi kita tidak bisa melepaskan itu bisyaroh dan jabatan. Itu pasti ada kaitannya dengan jabatan itu," ucap Wawan.
Sebelumnya, Samsul menyebut suap yang diterima Menteri Lukman dan Romy dianggap Bisyaroh.
(Baca juga:
Uang Suap Romahurmuziy dan Menteri Lukman Disebut Bisyaroh)
"Itu nggak ada istilahnya komitmen atau bentuk jual beli jabatan. Tidak pernah Pak Menteri atau pun Pak Rommy meminta sesuatu, tidak pernah. Yang ada itu bentuk tradisi lama yang diambil Bahasa Arab, namanya 'Bisyaroh' yang artinya itu menggembirakan," kata Samsul.
Samsul mengatakan, pemberian uang itu sudah biasa diberikan kepada guru ngaji dalam lingkup pondok pesantren. Menurut dia, uang itu hasil patungan dari seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Jawa Timur.
Sebelumnya, Haris didakwa menyuap Menteri Lukman dan Romy sebesar Rp325 juta. Peran Romy dan Lukman baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi terhadap proses pengangkatan Haris sebagai kepala kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
Haris memberikan uang secara bertahap kepada Romy dan Menteri Lukman. Romy mendapat Rp255 juta, sedangkan Menteri Lukman sejumlah Rp70 juta.
Jaksa menilai perbuatan Romy itu bertentangan dengan jabatannya sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Sementara Lukman bertentangan dengan posisinya sebagai Menteri Agama 2014-2019.
Atas perbuatannya, Haris didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)