Jakarta: Polres Metro Jakarta Utara diadukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kantor polisi itu didesak profesional dalam menangani kasus dugaan penipuan penjualan gadget Rp7 miliar.
Laporan dibuat kuasa hukum korban Robie, Ruhut Sitompul. Dia kecewa dengan penanganan kasus tersebut.
"Ada oknum-oknum yang tidak profesional," kata Ruhut dalam keterangan tertulis, Senin, 29 November 2021.
Menurut dia, pihaknya kesulitan mendapatkan informasi perkembangan kasus ini. Ruhut menegaskan polisi seharusnya mematuhi perintah Kapolri, khususnya dalam program Presisi.
Baca: Dandim Tangerang Geram Namanya Ikut Dicatut untuk Modus Penipuan
“Profesional dalam visi Kapolri, yakni Presisi, serasa tidak ada di Polres Metro Jakarta Utara," ungkap Ruhut.
Ruhut menyebutkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang disampaikan penyidik kepada pelapor telat diberikan. Pelapor hanya diberikan dua SP2HP dalam setahun.
Dia juga menyoroti tidak ditahanya ayah terdakwa Depemta Tjogianto, Tarsisius Tjogianto. Tarsisius diduga turut terlibat dengan mencatut Bea dan Cukai.
Kasus ini berawal ketika korban berkenalan dengan Depemta Tjogianto. Ketika itu Depemta menawarkan korban gadget dengan harga murah.
Kkorban yang merasa tergiur atas tawaran terdakwa memesan ratusan gadget. Namun, gawai yang ditawarkan terdakwa kepada korban nyatanya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Jakarta: Polres Metro Jakarta Utara diadukan kepada
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kantor
polisi itu didesak profesional dalam menangani kasus dugaan
penipuan penjualan
gadget Rp7 miliar.
Laporan dibuat kuasa hukum korban Robie, Ruhut Sitompul. Dia kecewa dengan penanganan kasus tersebut.
"Ada oknum-oknum yang tidak profesional," kata Ruhut dalam keterangan tertulis, Senin, 29 November 2021.
Menurut dia, pihaknya kesulitan mendapatkan informasi perkembangan kasus ini. Ruhut menegaskan polisi seharusnya mematuhi perintah Kapolri, khususnya dalam program Presisi.
Baca:
Dandim Tangerang Geram Namanya Ikut Dicatut untuk Modus Penipuan
“Profesional dalam visi Kapolri, yakni Presisi, serasa tidak ada di Polres Metro Jakarta Utara," ungkap Ruhut.
Ruhut menyebutkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang disampaikan penyidik kepada pelapor telat diberikan. Pelapor hanya diberikan dua SP2HP dalam setahun.
Dia juga menyoroti tidak ditahanya ayah terdakwa Depemta Tjogianto, Tarsisius Tjogianto. Tarsisius diduga turut terlibat dengan mencatut Bea dan Cukai.
Kasus ini berawal ketika korban berkenalan dengan Depemta Tjogianto. Ketika itu Depemta menawarkan korban
gadget dengan harga murah.
Kkorban yang merasa tergiur atas tawaran terdakwa memesan ratusan
gadget. Namun, gawai yang ditawarkan terdakwa kepada korban nyatanya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)