Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Bareskrim Polri melakukan supervisi pelengkapan berkas perkara kasus pemersaan yang diduga dilakukan Firli Bahuri. Supervisi dinilai perlu dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan.
Hal itu disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyikapi berkas perkara Firli. Dokumen tersebut kembali dinyatakan tidak lengkap oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
"Sebab, ada potensi konflik kepentingan jika melihat relasi antara Kapolda Metro Jaya, Karyoto, dengan Firli sendiri," kata Kurnia melalui keterangan tertulis yang dikutip Kamis, 8 Februari 2024.
Dia menyampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sebelumnya merupakan mantan bawahan Firli saat menduduki jabatan sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di luar itu, secara kepangkatan di kepolisian, Karyoto pun masih berada di bawah Firli.
"Bukan tidak mungkin faktor-faktor ini menjadikan Polda melempem saat melakukan proses hukum terhadap mantan Ketua KPK tersebut," sebut dia.
Selain itu, dia menilai Polda Metro Jaya tidak serius dalam menangani kasus Firli. Sebab, masih ada kekurangan berkas perkara yang dibuat Polda Metro Jaya.
"Kesimpulan ini diambil pasca Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta diketahui mengembalikan berkas perkara untuk kedua kalinya kepada penyidik Polda untuk segera dilengkapi,"
ICW juga mendesak Polda Metro Jaya segera menahan Firli. Kurnia menilai penahanan sangat penting dilakukan.
"Agar kekhawatiran masyarakat terkait potensi penghilangan barang bukti atau pelaku melarikan diri dapat diminimalisir," ujar dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) telah memeriksa berkas perkara pemerasan dengan tersangka mantan Ketua KPK Firli Bahuri setelah dikembalikan Polda Metro Jaya. Hasilnya, jaksa penuntut umum (JPU) menyebut jika berkas perkara tersebut kembali dinyatakan belum lengkap (P19).
"Bahwa hasil penyidikan berkas perkara tersebut setelah dilakukan penelitan berkas perkara sesuai pasal 110 dan pasal 138 (1) KUHAP tim Penuntut Umum berpendapat hasil Penyidikan belum lengkap," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan dalam keterangannya, Jumat, 2 Februari 2024. (MI/Ficky Ramadhan)
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak
Bareskrim Polri melakukan supervisi pelengkapan berkas perkara
kasus pemersaan yang diduga dilakukan Firli Bahuri. Supervisi dinilai perlu dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan.
Hal itu disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyikapi berkas perkara Firli. Dokumen tersebut kembali dinyatakan tidak lengkap oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
"Sebab, ada potensi konflik kepentingan jika melihat relasi antara Kapolda Metro Jaya, Karyoto, dengan Firli sendiri," kata Kurnia melalui keterangan tertulis yang dikutip Kamis, 8 Februari 2024.
Dia menyampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sebelumnya merupakan mantan bawahan
Firli saat menduduki jabatan sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di luar itu, secara kepangkatan di kepolisian, Karyoto pun masih berada di bawah Firli.
"Bukan tidak mungkin faktor-faktor ini menjadikan Polda melempem saat melakukan proses hukum terhadap mantan Ketua KPK tersebut," sebut dia.
Selain itu, dia menilai
Polda Metro Jaya tidak serius dalam menangani kasus Firli. Sebab, masih ada kekurangan berkas perkara yang dibuat Polda Metro Jaya.
"Kesimpulan ini diambil pasca Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta diketahui mengembalikan berkas perkara untuk kedua kalinya kepada penyidik Polda untuk segera dilengkapi,"
ICW juga mendesak Polda Metro Jaya segera menahan Firli. Kurnia menilai penahanan sangat penting dilakukan.
"Agar kekhawatiran masyarakat terkait potensi penghilangan barang bukti atau pelaku melarikan diri dapat diminimalisir," ujar dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) telah memeriksa berkas perkara pemerasan dengan tersangka mantan Ketua KPK Firli Bahuri setelah dikembalikan Polda Metro Jaya. Hasilnya, jaksa penuntut umum (JPU) menyebut jika berkas perkara tersebut kembali dinyatakan belum lengkap (P19).
"Bahwa hasil penyidikan berkas perkara tersebut setelah dilakukan penelitan berkas perkara sesuai pasal 110 dan pasal 138 (1) KUHAP tim Penuntut Umum berpendapat hasil Penyidikan belum lengkap," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan dalam keterangannya, Jumat, 2 Februari 2024.
(MI/Ficky Ramadhan) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)