Jakarta: Kejaksaan Agung berencana melelang sejumlah barang bukti yang disita dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Pelelangan karena Korps Adhyaksa terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan.
Namun, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih menilai dasar hukum pelelangan di kasus ASABRI tidak memadai. Kejagung hanya berpatokan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam melakukan lelang.
"Terlalu minim di KUHAP saja, sementara korupsi ini kan sudah di luar KUHAP. Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa," jelas Yenti saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu, 15 Mei 2021.
Menurut Yenti, pelelangan ini membutuhkan kehadiran UU Perampasan Aset sebagai payung hukum. Dia menilai selama ini pemangku kebijakan Tanah Air kurang responsif dengan kejahatan ekonomi yang kerap menjerat tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Padahal, TPPU memberikan keleluasaan penyidik untuk melakukan penyitaan lebih gencar. Ada dua dari sembilan tersangka dalam kasus ASABRI dijerat TPPU.
"Makanya, harus segera itu asset recovery, Undang-Undang Perampasan Aset," ujarnya.
Yenti menjelaskan UU Perampasan Aset tidak hanya membahas soal pelelangan maupun perampasan barang bukti di putusan pengadilan, melainkan dari tahap penyitaan di penyidikan. Regulasi tersebut juga menjelaskan cara pemeliharaan maupun pembagian aset (asset sharing) milik tersangka.
Yenti mencontohkan sebuah hotel yang disita dari tersangka bisa dikelola dengan baik jika negara memiliki UU Perampasan Aset. Sebab, hotel itu tidak akan ditutup begitu saja, tapi diatur alih pengelolaan dan pendapatannya saat proses penyitaan.
"Untuk menjaga agar perusahaan (hotel) yang sedang dikelola tidak rugi dan menjaga tidak PHK (pemutusan hubungan kerja), jadi memang diperlukan pemikiran-pemikiran mendalam dan komprehensif," ujar Yenti.
Baca: Berkas Perkara ASABRI Ditargetkan Rampung Akhir April 2021
Rencana pelelangan aset sitaan ASABRI dicetuskan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung Ali Mukartono. Menurut dia, mekanisme pelelangan diatur dalam Pasal 45 KUHAP.
"Kan boleh Pasal 45 KUHAP, dengan biaya penyimpanan terlalu tinggi. Kita terbatas biayanya," kata Ali.
Sementara itu, Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Kejagung Febrie Ardiansyah proses pelelangan akan melibatkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung. "PPA sudah koordinasi ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai asetnya, nanti yang lelang KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)," jelas Febrie.
Beberapa aset yang telah disita penyidik dari tangan tersangka, antara lain belasan bus, apartemen, hotel, dan mobil. Kemudian, lukisan berlapis emas serta kapal.
Dalam kasus yang diperkirakan merugikan keuangan negara Rp23,739 triliun ini, Kejagung telah menetapkan Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro maupun Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat sebagai tersangka. Benny dan Heru juga menjadi terdakwa dalam kasus megakorupsi pada Asuransi Jiwasraya.
Tersangka lainnya adalah dua mantan Direktur Utama ASABRI. Yakni, Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Letjen (Purn) Sonny Widjaya.
Jakarta:
Kejaksaan Agung berencana melelang sejumlah barang bukti yang disita dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (
ASABRI). Pelelangan karena Korps Adhyaksa terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan.
Namun, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih menilai dasar hukum pelelangan di kasus ASABRI tidak memadai. Kejagung hanya berpatokan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam melakukan lelang.
"Terlalu minim di KUHAP saja, sementara korupsi ini kan sudah di luar KUHAP. Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa," jelas Yenti saat dihubungi
Media Indonesia, Sabtu, 15 Mei 2021.
Menurut Yenti, pelelangan ini membutuhkan kehadiran UU Perampasan Aset sebagai payung hukum. Dia menilai selama ini pemangku kebijakan Tanah Air kurang responsif dengan kejahatan ekonomi yang kerap menjerat tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Padahal, TPPU memberikan keleluasaan penyidik untuk melakukan penyitaan lebih gencar. Ada dua dari sembilan tersangka dalam kasus ASABRI dijerat TPPU.
"Makanya, harus segera itu
asset recovery, Undang-Undang Perampasan Aset," ujarnya.
Yenti menjelaskan UU Perampasan Aset tidak hanya membahas soal pelelangan maupun perampasan barang bukti di putusan pengadilan, melainkan dari tahap penyitaan di penyidikan. Regulasi tersebut juga menjelaskan cara pemeliharaan maupun pembagian aset (asset sharing) milik tersangka.
Yenti mencontohkan sebuah hotel yang disita dari tersangka bisa dikelola dengan baik jika negara memiliki UU Perampasan Aset. Sebab, hotel itu tidak akan ditutup begitu saja, tapi diatur alih pengelolaan dan pendapatannya saat proses penyitaan.
"Untuk menjaga agar perusahaan (hotel) yang sedang dikelola tidak rugi dan menjaga tidak PHK (pemutusan hubungan kerja), jadi memang diperlukan pemikiran-pemikiran mendalam dan komprehensif," ujar Yenti.
Baca: Berkas Perkara ASABRI Ditargetkan Rampung Akhir April 2021
Rencana pelelangan aset sitaan ASABRI dicetuskan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung Ali Mukartono. Menurut dia, mekanisme pelelangan diatur dalam Pasal 45 KUHAP.
"Kan boleh Pasal 45 KUHAP, dengan biaya penyimpanan terlalu tinggi. Kita terbatas biayanya," kata Ali.
Sementara itu, Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Kejagung Febrie Ardiansyah proses pelelangan akan melibatkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung. "PPA sudah koordinasi ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai asetnya, nanti yang lelang KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)," jelas Febrie.
Beberapa aset yang telah disita penyidik dari tangan tersangka, antara lain belasan bus, apartemen, hotel, dan mobil. Kemudian, lukisan berlapis emas serta kapal.
Dalam kasus yang diperkirakan merugikan keuangan negara Rp23,739 triliun ini, Kejagung telah menetapkan Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro maupun Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat sebagai tersangka. Benny dan Heru juga menjadi terdakwa dalam kasus megakorupsi pada Asuransi Jiwasraya.
Tersangka lainnya adalah dua mantan Direktur Utama ASABRI. Yakni, Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Letjen (Purn) Sonny Widjaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)