Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut semua dugaan koruptif yang dilakukan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Salah satunya, dugaan pencucian uang.
"Kami pastikan kami juga terus usut terkait penggunaan penerapan undang-undang lain, seperti TPPU (tindak pidana pencucian uang)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta yang dikutip pada Senin, 23 Januari 2023.
Penyidik KPK sibuk menanyakan aset milik Lukas ke beberapa saksi. Ternyata, Lembaga Antikorupsi tengah mengkaji penerapan pasal pencucian uang di kasus orang nomor satu di Papua itu.
"Apakah kemudian dimungkinkan atau tidak tentu kami nanti akan terus kami (kaji)," ucap Ali.
KPK menegaskan tidak akan segan menerapkan pasal pencucian uang ke Lukas. Jika buktinya cukup, orang nomor satu di Bumi Cenderawasih itu bakal kena kasus baru.
"Sepanjang kemudian ditemukan alat bukti terkait dengan undang-undang lain dan juga kemudian pasal-pasal lain, pasti kami terapkan pasal-pasal tersebut ke depan," ujar Ali.
Lukas Enembe terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya, yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Kedua, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Ketiga, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut semua dugaan koruptif yang dilakukan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Salah satunya, dugaan pencucian uang.
"Kami pastikan kami juga terus usut terkait penggunaan penerapan undang-undang lain, seperti TPPU (tindak pidana pencucian uang)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta yang dikutip pada Senin, 23 Januari 2023.
Penyidik KPK sibuk menanyakan aset milik Lukas ke beberapa saksi. Ternyata, Lembaga Antikorupsi tengah mengkaji penerapan pasal pencucian uang di kasus orang nomor satu di Papua itu.
"Apakah kemudian dimungkinkan atau tidak tentu kami nanti akan terus kami (kaji)," ucap Ali.
KPK menegaskan tidak akan segan menerapkan pasal pencucian uang ke Lukas. Jika buktinya cukup, orang nomor satu di Bumi Cenderawasih itu bakal kena kasus baru.
"Sepanjang kemudian ditemukan alat bukti terkait dengan undang-undang lain dan juga kemudian pasal-pasal lain, pasti kami terapkan pasal-pasal tersebut ke depan," ujar Ali.
Lukas Enembe terjerat kasus dugaan
suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya, yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Kedua, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Ketiga, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)