Terbukti Korupsi, Hakim: PT Nindya Karya Raup Untung Tak Wajar
Fachri Audhia Hafiez • 22 September 2022 15:44
Jakarta: Majelis hakim membeberkan hal-hal yang memberatkan hukuman PT Nindya Karya (Persero) serta PT Tuah Sejati lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011. Salah satunya, yakni meraup keuntungan tak wajar.
"Melakukan korupsi dengan berkehendak aktif, bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 22 September 2022.
Hal memberatkan lainnya yakni proyek fisik hasil korupsi sejatinya masih bisa digunakan. Namun, menurut hasil audit kualitasnya tidak sesuai spesifikasi dan tak dapat dimanfaatkan secara sempurna.
"Perbuatan para terdakwa juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," ujar Hakim Susanti.
Sedangkan, hal-hal yang meringankan hukuman yakni PT Nindya Karya telah mengembalikan seluruh hasil tindak pidana. Sementara PT Tuah Sejati baru sebagian.
Pada perkara ini, PT Tuah Sejati bersama PT Nindya Karya (Persero) dihukum membayar denda pidana sebesar Rp900 juta. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011.
Pada perkara ini, PT Tuah Sejati bersama PT Nindya Karya (Persero) divonis membayar denda pidana sebesar Rp900 juta. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011.
Kedua terdakwa korporasi itu terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. PT Nindya Karya diperkaya sebanyak Rp44.681.053.100.
Sedangkan, PT Tuah Sejati diperkaya sebanyak Rp49.908.196.378. Keduanya juga wajib membayar uang pengganti sejumlah tersebut.
Uang hasil korupsi PT Nindya Karya sudah disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fulus itu akan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.
Sementara, majelis juga mempertimbangkan uang senilai Rp9.062.489.079 yang telah disita dan aset PT Tuah Sejati untuk mengurangi nilai pembayaran uang pengganti. Bila korporasi itu tak sanggup membayar, maka harta benda milik perusahaan akan disita dan dilelang.
Kedua perusahaan tersebut didakwa merugikan negara yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.
Proyek itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terdapat persengkokolan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dalam penggarapan proyek tersebut. Sejumlah kontrak dan laporan dibuat sedemikian rupa agar proyek berjalan sesuai kesepakatan yang berujung melawan hukum.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Vonis itu sesuai dengan dakwaan primer.
Pada persidangan ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A Karim. Sedangkan, PT Tuah Sejati diwakili oleh Muhammad Taufik Reza selaku direktur perusahaan tersebut.
Jakarta: Majelis hakim membeberkan hal-hal yang memberatkan hukuman PT Nindya Karya (Persero) serta PT Tuah Sejati lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011. Salah satunya, yakni meraup keuntungan tak wajar.
"Melakukan korupsi dengan berkehendak aktif, bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 22 September 2022.
Hal memberatkan lainnya yakni proyek fisik hasil korupsi sejatinya masih bisa digunakan. Namun, menurut hasil audit kualitasnya tidak sesuai spesifikasi dan tak dapat dimanfaatkan secara sempurna.
"Perbuatan para terdakwa juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," ujar Hakim Susanti.
Sedangkan, hal-hal yang meringankan hukuman yakni PT Nindya Karya telah mengembalikan seluruh hasil tindak pidana. Sementara PT Tuah Sejati baru sebagian.
Pada perkara ini, PT Tuah Sejati bersama PT Nindya Karya (Persero) dihukum membayar denda pidana sebesar Rp900 juta. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011.
Pada perkara ini, PT Tuah Sejati bersama PT Nindya Karya (Persero) divonis membayar denda pidana sebesar Rp900 juta. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011.
Kedua terdakwa korporasi itu terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. PT Nindya Karya diperkaya sebanyak Rp44.681.053.100.
Sedangkan, PT Tuah Sejati diperkaya sebanyak Rp49.908.196.378. Keduanya juga wajib membayar uang pengganti sejumlah tersebut.
Uang hasil korupsi PT Nindya Karya sudah disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fulus itu akan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.
Sementara, majelis juga mempertimbangkan uang senilai Rp9.062.489.079 yang telah disita dan aset PT Tuah Sejati untuk mengurangi nilai pembayaran uang pengganti. Bila korporasi itu tak sanggup membayar, maka harta benda milik perusahaan akan disita dan dilelang.
Kedua perusahaan tersebut didakwa merugikan negara yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.
Proyek itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terdapat persengkokolan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dalam penggarapan proyek tersebut. Sejumlah kontrak dan laporan dibuat sedemikian rupa agar proyek berjalan sesuai kesepakatan yang berujung melawan hukum.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Vonis itu sesuai dengan dakwaan primer.
Pada persidangan ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A Karim. Sedangkan, PT Tuah Sejati diwakili oleh Muhammad Taufik Reza selaku direktur perusahaan tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)