Jakarta: PT Asa Karya Multipratama (AKMP), perusahaan swasta asal Indonesia menggugat Sime Darby Plantation Berhad dan anak usahanya, perusahaan BUMN asal Malaysia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Diduga ada perbuatan yang mencederai prinsip-prinsip hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia.
Salah seorang kuasa hukum AKMP, Fahri Bachmid, menjelaskan secara teknis sengketa antara Sime Darby Plantation serta anak-anak perusahaannya dan AKMP diawali dengan perjanjian jual beli kebun milik dua anak perusahaan Malaysia itu, yang disepakati dalam nota kesepahaman atau MOU dan berbagai korespondensi, serta permintaan bayar kepada AKMP.
Sime Darby Plantation belakangan berdalih belum ada ikatan apapun antara mereka dan AKMP. Namun, Fahri menunjukkan berbagai dokumen yuridis, korespondensi, dan bangunan norma hukum dalam Kitab UU Hukum Perdata di Indonesia.
Dia menegaskan jual beli antara AKMP dan anak-anak perusahaan Sime Darby Plantation sudah terjadi atau ipso jure. Istilah hukumnya, dengan adanya kesepakatan harga jual, permintaan bayar panjar atau uang muka, adanya pembayaran dan seterusnya, maka jual beli secara perdata telah terjadi antara penjual dan pembeli.
Dia menganggap perusahaan asal Negeri Jiran itu tidak menghormati hukum di Indonesia dalam melakukan kegiatan bisnis dan investasi. Perusahaan tersebut dinilai mau mencari keuntungan semata.
"Mereka mencari-cari alasan yang tidak berdasar hukum untuk mengabaikan kesepakatan jual beli dengan AKMP dan diam-diam berusaha menjualnya dengan pihak lain dengan harga yang sebenarnya tidak punya perbedaan signifikan. Tentu sikap Sime Darby Plantation mengundang banyak tanda tanya bagi AKMP," ujar Fahri dalam keterangan tertulis, Minggu, 9 Oktober 2022.
Fahri menjelaskan saat pihaknya membayar uang muka, PT Minamas selaku anak usaha Sime Darby Plantation, justru melalui surat resmi meminta pembayaran dihentikan karena ada masalah administratif dan tertib audit yang harus diselesaikan. Pihak Sime Darby Plantation di Kuala Lumpur juga ingin menyempurnakan draf CPSA.
"Namun, setelah ditunggu sekian lama dan beberapa surat dilayangkan, tidak ada kejelasan kapan penyelesaian tertib audit dan administrasi internal, serta penyempurnaan draf CPSA oleh Sime Darby akan selesai," jelas dia.
Akhirnya, kata dia, AKMP mendapat bukti-bukti akurat, Sime Darby justru ingin menjual kebun tersebut kepada pihak lain, dengan syarat perusahaan itu lebih dulu menyelesaikan persoalan antara Sime Darby dan AKMP. Namun, upaya penyelesaian oleh calon pembeli pihak ketiga tidak pernah terjadi.
Sidang Perdana
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memanggil Sime Darby Plantation dan anak usahanya, Guthrie International Investment Ltd, serta Mulligan International BV sejak enam bulan yang lalu melalui saluran diplomatik resmi. Sidang pertama akan dibuka pada Senin 10 Okotober 2022.
Fahri mengatakan pihaknya akan menunggu semua tergugat hadir di persidangan. Mereka berharap para tergugat tidak mencari-cari alasan mengulur-ulur waktu penyelesaian sengketa lewat jalur hukum yang sah.
"Hukum adalah mekanisme penyelesaian masalah secara adil, damai, dan bermartabat," tegas dia.
Jakarta: PT Asa Karya Multipratama (AKMP), perusahaan swasta asal Indonesia menggugat Sime Darby Plantation Berhad dan anak usahanya, perusahaan
BUMN asal Malaysia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Diduga ada perbuatan yang mencederai prinsip-prinsip hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia.
Salah seorang kuasa hukum AKMP, Fahri Bachmid, menjelaskan secara teknis
sengketa antara Sime Darby Plantation serta anak-anak perusahaannya dan AKMP diawali dengan perjanjian jual beli kebun milik dua anak perusahaan Malaysia itu, yang disepakati dalam nota kesepahaman atau MOU dan berbagai korespondensi, serta permintaan bayar kepada AKMP.
Sime Darby Plantation belakangan berdalih belum ada ikatan apapun antara mereka dan AKMP. Namun, Fahri menunjukkan berbagai dokumen yuridis, korespondensi, dan bangunan norma hukum dalam Kitab UU Hukum Perdata di Indonesia.
Dia menegaskan jual beli antara AKMP dan anak-anak perusahaan Sime Darby Plantation sudah terjadi atau
ipso jure. Istilah hukumnya, dengan adanya kesepakatan harga jual, permintaan bayar
panjar atau uang muka, adanya pembayaran dan seterusnya, maka jual beli secara perdata telah terjadi antara penjual dan pembeli.
Dia menganggap perusahaan asal Negeri Jiran itu tidak menghormati hukum di Indonesia dalam melakukan kegiatan bisnis dan investasi. Perusahaan tersebut dinilai mau mencari keuntungan semata.
"Mereka mencari-cari alasan yang tidak berdasar hukum untuk mengabaikan kesepakatan jual beli dengan AKMP dan diam-diam berusaha menjualnya dengan pihak lain dengan harga yang sebenarnya tidak punya perbedaan signifikan. Tentu sikap Sime Darby Plantation mengundang banyak tanda tanya bagi AKMP," ujar Fahri dalam keterangan tertulis, Minggu, 9 Oktober 2022.
Fahri menjelaskan saat pihaknya membayar uang muka, PT Minamas selaku anak usaha Sime Darby Plantation, justru melalui surat resmi meminta pembayaran dihentikan karena ada masalah administratif dan tertib audit yang harus diselesaikan. Pihak Sime Darby Plantation di Kuala Lumpur juga ingin menyempurnakan draf CPSA.
"Namun, setelah ditunggu sekian lama dan beberapa surat dilayangkan, tidak ada kejelasan kapan penyelesaian tertib audit dan administrasi internal, serta penyempurnaan draf CPSA oleh Sime Darby akan selesai," jelas dia.
Akhirnya, kata dia, AKMP mendapat bukti-bukti akurat, Sime Darby justru ingin menjual
kebun tersebut kepada pihak lain, dengan syarat perusahaan itu lebih dulu menyelesaikan persoalan antara Sime Darby dan AKMP. Namun, upaya penyelesaian oleh calon pembeli pihak ketiga tidak pernah terjadi.
Sidang Perdana
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memanggil Sime Darby Plantation dan anak usahanya, Guthrie International Investment Ltd, serta Mulligan International BV sejak enam bulan yang lalu melalui saluran diplomatik resmi. Sidang pertama akan dibuka pada Senin 10 Okotober 2022.
Fahri mengatakan pihaknya akan menunggu semua tergugat hadir di persidangan. Mereka berharap para tergugat tidak mencari-cari alasan mengulur-ulur waktu penyelesaian sengketa lewat jalur hukum yang sah.
"Hukum adalah mekanisme penyelesaian masalah secara adil, damai, dan bermartabat," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)