medcom.id, Jakarta: Sebagian besar ritual dalam ibadah haji merupakan napak tilas dari apa yang pernah dialami oleh para nabi. Termasuk Nabi Adam AS, manusia pertama yang dipilih Allah SWT untuk menempati bumi. Ibadah tawaf, juga wukuf di arafah menjadi simbol dua peristiwa penting di kala Adam ditakdirkan Tuhan untuk menyudahi aktifitasnya di surga.
Latar belakang proses turunnya Adam kerap dikaitkan dengan keberhasilan tipu daya Iblis. Adam memakan khuldi, buah terlarang di surga yang sebelumnya tidak dikehendaki Allah SWT meski sekadar untuk didekati. Atas "pelanggaran" yang dilakukannya ini, Adam diperintah memberdayakan bumi dan seisinya sebagai medan penghambaan total kepada Allah SWT.
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mewanti-wanti agar setiap Muslim memahami peristiwa itu hanya sebagai washilah atau perantara atas diterapkannya sebuah kehendak Tuhan. Tidak ada kelalaian dari apa yang telah ditakdirkan Allah SWT. Termasuk dalam memahami penciptaan Iblis sebagai sosok yang menyesatkan.
"Semuanya berada dalam kendali dan program Tuhan. Iblis memang menyesatkan. Tetapi tidak mungkin Allah SWT menciptakan musuhnya sendiri. Yang penting untuk dipahami adalah selain Allah memiliki sifat Al-Hadi (Maha Memberi Petunjuk), sehingga Dia menciptakan para nabi dan orang-orang saleh, Tuhan juga memiliki sifat Al-Mudzil (Maha Menyesatkan), maka diciptakanlah Iblis, Firaun, dan orang-orang kafir," kata Nasaruddin saat ditemui Metrotvnews.com di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) RI di Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Jumat 2 September 2016.
Hikmah dan pelajaran
Keberadaan sifat Tuhan ini tersirat dengan jelas pada beberapa ayat Alquran. Dalam QS An-Nahl: 93 diterangkan bahwa Allah SWT akan memberikan petunjuk kepada siapapun yang Ia kehendaki. Begitu pula Ia memberikan kesesatan kepada yang lain. Pada konsep Tuhan ini digambarkan bahwa Dia memiliki sifat-sifat kompatibel yang di dalamnya mengandung makna dan pesan mendalam.
"Dari peristiwa turunnya Nabi Adam misalnya memberikan pesan agar manusia mampu belajar. Hikmahnya, dengan memberdayakan bumi Adam mendapatkan pesan tentang pentingnya berketurunan dan mengembangkan peradaban," kata Nasaruddin.
Pada kewajiban ibadah haji tersimpan amanat penghambaan total manusia kepada Allah SWT. Setelah menapakkan kakinya di muka bumi, Adam merasakan penyesalan yang mendalam. Bukan mengharap segera dikembalikan ke surga, melainkan memohon ampunan dan keridaan Allah SWT.
"Ketika kali pertama tiba di bumi, apa yang diminta Adam? tak lain ia meminta dibangunkan oleh Allah SWT sebuah rumah penyembahan, rumah pertobatan," kata Nasaruddin.
Baca: Idulkurban dan Beragam Tafsir Sosok Ismail
Lantas, Allah SWT memerintahkan Adam membangun Baitullah. Setelahnya Adam melakukan tawaf selayaknya ia melihat para malaikat menyembah Allah SWT semasa di surga.
"Baitullah itulah rumah ibadah atau persembahan pertama yang ada di bumi. Lalu Adam bertawaf sebagaimana ia melihat para malaikat tawaf waktu di Baitul Makmur. Baitul Makmur itu miniatur 'Arsy, sementara Kakbah adalah miniatur dari Baitul Makmur," kata dia.
Haji adalah pendalaman makna
Al-Hajju Arafah, haji adalah Arafah. Arafah diambil dari bahasa Arab dengan makna penghayatan mendalam. Penghayatan ini terkait dengan beragam ritual yang dilakukan selama prosesi haji. Ia tidak boleh hanya dipahami secara teknis, akan tetapi juga mesti diterapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya di kehidupan sehari-hari.
"Arafah tidak hanya menunjukkan nama tempat. Akan tetapi melakukan pemahaman yang mendalam terhadap setiap pesan yang ada. Semisal sai, berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah itu maknanya tidak ada sesuatu yang hadir tanpa diusahakan. Manusia wajib ikhtiar meski Allah SWT yang Maha Menentukan," kata Nasaruddin.
Dalam ritual balang jumrah juga Allah SWT mengamanatkan manusia agar mampu melepaskan dirinya dari dosa-dosa. Kebiasan yang buruk harus ia lepas dan lemparkan sebagaimana calon haji melempar batu-batu saat melakukan jumrah. Sementara tahallul dimaknakan sebagai tekad memotong rantai kemaksiatan. Kebiasaan kurang baik yang mengakar harus disudahi ketika seseorang telah menjalankan ibadah haji.
"Kemaksiatan yang ada pada dirinya harus dipotong sebagaimana ia memotong rambut saat tahallul," ujar dia.
Dengan begitu, semestinya haji dapat memberikan perubahan signifikan pada kepribadian dan tingkah laku seseorang. Pesan-pesan haji sepatutnya berlaku secara permanen dan berkesinambungan dalam setiap diri seorang Muslim.
medcom.id, Jakarta: Sebagian besar ritual dalam ibadah haji merupakan napak tilas dari apa yang pernah dialami oleh para nabi. Termasuk Nabi Adam AS, manusia pertama yang dipilih Allah SWT untuk menempati bumi. Ibadah tawaf, juga wukuf di arafah menjadi simbol dua peristiwa penting di kala Adam ditakdirkan Tuhan untuk menyudahi aktifitasnya di surga.
Latar belakang proses turunnya Adam kerap dikaitkan dengan keberhasilan tipu daya Iblis. Adam memakan khuldi, buah terlarang di surga yang sebelumnya tidak dikehendaki Allah SWT meski sekadar untuk didekati. Atas "pelanggaran" yang dilakukannya ini, Adam diperintah memberdayakan bumi dan seisinya sebagai medan penghambaan total kepada Allah SWT.
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mewanti-wanti agar setiap Muslim memahami peristiwa itu hanya sebagai
washilah atau perantara atas diterapkannya sebuah kehendak Tuhan. Tidak ada kelalaian dari apa yang telah ditakdirkan Allah SWT. Termasuk dalam memahami penciptaan Iblis sebagai sosok yang menyesatkan.
"Semuanya berada dalam kendali dan program Tuhan. Iblis memang menyesatkan. Tetapi tidak mungkin Allah SWT menciptakan musuhnya sendiri. Yang penting untuk dipahami adalah selain Allah memiliki sifat
Al-Hadi (Maha Memberi Petunjuk), sehingga Dia menciptakan para nabi dan orang-orang saleh, Tuhan juga memiliki sifat
Al-Mudzil (Maha Menyesatkan), maka diciptakanlah Iblis, Firaun, dan orang-orang kafir," kata Nasaruddin saat ditemui
Metrotvnews.com di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) RI di Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Jumat 2 September 2016.
Hikmah dan pelajaran
Keberadaan sifat Tuhan ini tersirat dengan jelas pada beberapa ayat Alquran. Dalam
QS An-Nahl: 93 diterangkan bahwa Allah SWT akan memberikan petunjuk kepada siapapun yang Ia kehendaki. Begitu pula Ia memberikan kesesatan kepada yang lain. Pada konsep Tuhan ini digambarkan bahwa Dia memiliki sifat-sifat kompatibel yang di dalamnya mengandung makna dan pesan mendalam.
"Dari peristiwa turunnya Nabi Adam misalnya memberikan pesan agar manusia mampu belajar. Hikmahnya, dengan memberdayakan bumi Adam mendapatkan pesan tentang pentingnya berketurunan dan mengembangkan peradaban," kata Nasaruddin.
Pada kewajiban ibadah haji tersimpan amanat penghambaan total manusia kepada Allah SWT. Setelah menapakkan kakinya di muka bumi, Adam merasakan penyesalan yang mendalam. Bukan mengharap segera dikembalikan ke surga, melainkan memohon ampunan dan keridaan Allah SWT.
"Ketika kali pertama tiba di bumi, apa yang diminta Adam? tak lain ia meminta dibangunkan oleh Allah SWT sebuah rumah penyembahan, rumah pertobatan," kata Nasaruddin.
Baca: Idulkurban dan Beragam Tafsir Sosok Ismail
Lantas, Allah SWT memerintahkan Adam membangun Baitullah. Setelahnya Adam melakukan tawaf selayaknya ia melihat para malaikat menyembah Allah SWT semasa di surga.
"Baitullah itulah rumah ibadah atau persembahan pertama yang ada di bumi. Lalu Adam bertawaf sebagaimana ia melihat para malaikat tawaf waktu di
Baitul Makmur.
Baitul Makmur itu miniatur
'Arsy, sementara Kakbah adalah miniatur dari
Baitul Makmur," kata dia.
Haji adalah pendalaman makna
Al-Hajju Arafah, haji adalah Arafah. Arafah diambil dari bahasa Arab dengan makna penghayatan mendalam. Penghayatan ini terkait dengan beragam ritual yang dilakukan selama prosesi haji. Ia tidak boleh hanya dipahami secara teknis, akan tetapi juga mesti diterapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya di kehidupan sehari-hari.
"Arafah tidak hanya menunjukkan nama tempat. Akan tetapi melakukan pemahaman yang mendalam terhadap setiap pesan yang ada. Semisal
sai, berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah itu maknanya tidak ada sesuatu yang hadir tanpa diusahakan. Manusia wajib ikhtiar meski Allah SWT yang Maha Menentukan," kata Nasaruddin.
Dalam ritual balang
jumrah juga Allah SWT mengamanatkan manusia agar mampu melepaskan dirinya dari dosa-dosa. Kebiasan yang buruk harus ia lepas dan lemparkan sebagaimana calon haji melempar batu-batu saat melakukan
jumrah. Sementara
tahallul dimaknakan sebagai tekad memotong rantai kemaksiatan. Kebiasaan kurang baik yang mengakar harus disudahi ketika seseorang telah menjalankan ibadah haji.
"Kemaksiatan yang ada pada dirinya harus dipotong sebagaimana ia memotong rambut saat
tahallul," ujar dia.
Dengan begitu, semestinya haji dapat memberikan perubahan signifikan pada kepribadian dan tingkah laku seseorang. Pesan-pesan haji sepatutnya berlaku secara permanen dan berkesinambungan dalam setiap diri seorang Muslim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)