Jakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menonaktifkan sejumlah pihak di SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul. Ini adalah buntut dari kasus dugaan pemaksaan pemakaian jilbab dan penjualan seragam di sekolah.
"Kepala dan tiga guru saya bebaskan dari jabatannya, tidak boleh mengajar, sambil nanti ada kepastian," kata Sultan di Yogyakarta, Kamis, 4 Agustus 2022.
Tiga guru SMAN 1 Banguntapan yang dimaksud adalah guru bimbingan konseling (BK), guru agama, dan wali kelas. Ketiganya diduga terlibat dalam kasus pemaksaan pemakaian jilbab.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X. (Foto: Medcom.id/Ahmad Mustaqim)
Alasan Sri Sultan HB X bebastugaskan Kepsek dan 3 guru SMAN 1 Banguntapan
Sri Sultan HB X menerangkan, pembebastugasan kepala sekolah (kepsek) dan 3 guru SMAN 1 Banguntapan tersebut untuk mendukung proses pemeriksaan yang dilakukan satgas penanganan kasus.
"Saya nunggu (hasil pemeriksaan) satgas karena lewat satgas perlu diteliti yang benar mana (memberi tutorial atau memaksa pakai jilbab). Untuk (penjualan) seragam sudah (terbukti)," kata dia.
Sekretaris Daerah Pemerintah DIY, Kadarmanta Baskara Aji menambahkan keputusan pembebastugasan kepala dan 3 guru SMAN 1 Banguntapan sudah diserahkan ke yang bersangkutan. Ia mengatakan langkah itu untuk proses klarifikasi.
"Kepala dan 3 guru tidak efektif (dilakukan pemeriksaan) kalau pada status sekarang. Supaya bisa konsentrasi memberi keterangan. Sambil proses, 3 guru dan kepala sementara dibebastugaskan," kata dia.
Sekolah paksa siswa berjilbab adalah pelanggaran
Sri Sultan HB X mengungkapkan pemaksaan memakai jilbab sudah terang melanggar aturan Menteri Pendidikan. Ia mengatakan penggunaan pakai corak tertentu tidak bisa dipaksakan.
"Harapan saya yang salah bukan anaknya. Yang salah kebijakan itu melanggar. Kenapa yang pindah anaknya? Yang harus ditindak itu guru atau kepala yang memaksa itu," ujarnya.
Kronologi sekolah paksa siswa berjilbab
SMA Negeri I Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diduga memaksa siswinya memakai jilbab. Situasi itu diduga menyebabkan siswi yang bersangkutan depresi.
Kasus itu tengah diadvokasi Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi). Pegiat Sarang Lidi, Yuliani, mengatakan siswi SMA tersebut semula tak ada persoalan saat mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Proses MLPS berjalan lancar hingga masuk proses pembelajaran pada 18 Juli 2022. Namun, siswa tersebut dipanggil ke Bimbingan dan Konseling (BK) pada 19 Juli.
"Menurut WA di saya ini, anak itu dipanggil dan diinterogasi tiga guru BP (BK), bunyinya itu, 'kenapa nggak pakai hijab?' Dia sudah terus terang belum mau," kata Yuliani di Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Jumat, 29 Juli 2022.
Bapak siswa tersebut lantas membelikan jilbab yang dijual di sekolah. Namun, siswi 16 tahun tersebut kembali menyatakan belum mau memakainya.
Menurut Yuliani, pertanyaan dari guru BK sudah membuat siswi tersebut tertekan. Bahkan, Yuliani sempat menyebut guru tersebut terus menanyakan kapan siswi tersebut mau memakai jilbab.
Yuliani mengatakan sikap guru tersebut sudah termasuk pemaksaan. Siswi tersebut kemudian sempat ke toilet sekitar satu jam.
Guru BK kemudian mencemaskan siswi tersebut karena lama tak kunjung keluar dari toilet. Setelah diketok dan pintu dibuka, siswi tersebut dalam kondisi lemas dan segera dibawa ke UKS.
Usai kejadian itu, siswi tersebut juga sempat pingsan saat upacara bendera 25 Juli. Dari sejumlah kejadian itu, siswi tersebut disebut sempat menolak makan dan mengurung diri di kamar
Yuliani mengatakan telah meminta dinas pendidikan setempat bertindak. Sayangnya, lanjut Yuliani, guru BK sekolah tersebut menolak disalahkan.
Jakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Sri Sultan Hamengku Buwono X menonaktifkan sejumlah pihak di
SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul. Ini adalah buntut dari kasus dugaan pemaksaan pemakaian jilbab dan penjualan seragam di sekolah.
"Kepala dan tiga guru saya bebaskan dari jabatannya, tidak boleh mengajar, sambil nanti ada kepastian," kata Sultan di Yogyakarta, Kamis, 4 Agustus 2022.
Tiga guru SMAN 1 Banguntapan yang dimaksud adalah guru bimbingan konseling (BK), guru agama, dan wali kelas. Ketiganya diduga terlibat dalam kasus pemaksaan pemakaian jilbab.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X. (Foto: Medcom.id/Ahmad Mustaqim)
Alasan Sri Sultan HB X bebastugaskan Kepsek dan 3 guru SMAN 1 Banguntapan
Sri Sultan HB X menerangkan, pembebastugasan kepala sekolah (kepsek) dan 3 guru SMAN 1 Banguntapan tersebut untuk mendukung proses pemeriksaan yang dilakukan satgas penanganan kasus.
"Saya nunggu (hasil pemeriksaan) satgas karena lewat satgas perlu diteliti yang benar mana (memberi tutorial atau memaksa pakai jilbab). Untuk (penjualan) seragam sudah (terbukti)," kata dia.
Sekretaris Daerah Pemerintah DIY, Kadarmanta Baskara Aji menambahkan keputusan pembebastugasan kepala dan 3 guru SMAN 1 Banguntapan sudah diserahkan ke yang bersangkutan. Ia mengatakan langkah itu untuk proses klarifikasi.
"Kepala dan 3 guru tidak efektif (dilakukan pemeriksaan) kalau pada status sekarang. Supaya bisa konsentrasi memberi keterangan. Sambil proses, 3 guru dan kepala sementara dibebastugaskan," kata dia.
Sekolah paksa siswa berjilbab adalah pelanggaran
Sri Sultan HB X mengungkapkan pemaksaan memakai jilbab sudah terang melanggar aturan Menteri Pendidikan. Ia mengatakan penggunaan pakai corak tertentu tidak bisa dipaksakan.
"Harapan saya yang salah bukan anaknya. Yang salah kebijakan itu melanggar. Kenapa yang pindah anaknya? Yang harus ditindak itu guru atau kepala yang memaksa itu," ujarnya.