Suasana kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Foto: Dok/AFP STR
Suasana kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Foto: Dok/AFP STR

Tim Pencari Fakta Aremania Beberkan Temuan Tragedi Kanjuruhan

Daviq Umar Al Faruq • 15 Oktober 2022 19:13
Malang: Suporter Arema FC, Aremania, membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidiki tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Selama penyelidikan, TPF Aremania ini dibantu oleh tim dari Federasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
 
"Selama 10 hari ini kami telah mengumpulkan sejumlah bukti dan mengambil keterangan dari berbagai pihak. Yaitu saksi peristiwa, korban dan keluarga korban, panitia penyelenggara pertandingan, petugas keamanan dalam pertandingan,  manajemen Arema FC dan sejumlah pihak lain termasuk ahli kesehatan dan forensik," kata Sekjen Federasi KontraS, Andi Irfan, Sabtu, 15 Oktober 2022.
 
Baca: Mata Faiza Masih Gelap Buntut Tragedi Kanjuruhan

Andi menerangkan berdasarkan informasi, data, dan fakta-fakta yang telah terverifikasi, TPF Aremania menemukan beberapa fakta. Pertama adalah temuan bahwa sebelum pertandingan, telah terjadi rapat koordinasi sebanyak empat kali antara kepolisian, panpel, manajemen Arema FC, komunitas Aremania dan pihak-pihak terkait.
 
"Dalam rapat koordinasi ini, beberapa poin penting yang dibahas adalah komitmen Aremania untuk tidak sweeping kendaraan plat L, dalam pertandingan tidak akan menghadirkan suporter Bonek, tidak ada represi atau kekerasan kepada suporter Aremania dari pihak aparat kemanan dan tidak ada penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan," jelasnya.

Andi menambahkan berdasarkan informasi diperoleh, pihak penyelenggara pertandingan telah menyerahkan pembiayaan pengamanan ke kepolisian sebesar Rp174 juta. Selain itu, jumlah penonton dalam pertandingan ini secara umum masih sesuai dengan kapasitas Stadion Kanjuruhan.
 
"Bahwa kontrol petugas pengamanan dari personel Polri pada pertandingan ini bukan menjadi tanggungjawab panitia pelaksana, akan tetapi ada dibawah rantai komando kepolisian," jelasnya.
 
Andi mengaku berdasarkan dokumen kepolisian Sprint/1606/IX/PAM.3.3/2022 tanggal 28 September 2022, jumlah personil pengamanan yang dihadirkan sejumlah 2.034 personil. Termasuk diantaranya adalah 300 personel dari Brimob Polri.
 
"Sejak awal personel Brimob dan sejumlah personel Sabhara Polres Malang yang ditempatkan di lokasi pertandingan telah dipersenjatai dengan gas air mata. Personil Brimob, diduga menggunakan multi-smoke projectile yang satu selongsong bisa meletuskan sampai lima proyektil, dan personil Sabhara diduga menggunakan gas air mata single amunisi," ungkapnya.
 
Setelah pertandingan selesai, sejumlah penonton turun ke lapangan. Andi menegaskan bahwa itu adalah tradisi yang sudah biasa dilakukan. Akan tetapi hal ini direspon dengan berlebihan dengan beragam tindak kekerasan aparat kepolisian dan TNI yang kemudian dilanjutkan dengan penembakan gas air mata oleh pasukan Brimob dan Sabhara.
 
"Personel Brimob pertama kali menembakkan pertama kali gas air mata pada jam 22.08 WIB yang diarahkan ke tribun selatan. Dan selanjutnya secara bertubi-tubi, tembakan air mata dilakukan sebanyak setidaknya 11 kali oleh tujuh orang yang berbeda. Penembakan berakhir pada jam 22.15 WIB," ujarnya.
 
Berdasarkan keterangan saksi dan video rekaman menunjukkan bahwa personil Brimob dan Sabhara melakukan tindak kekerasan di bawah sepengetahuan perwira polisi yang memimpin di lapangan.
 
"Terdapat 32 CCTV dari 16 gate di Stadion Kanjuruhan yang merekam kejadian mematikan di sejumlah gate di tribun selatan. Artinya fakta-fakta yang terjadi telah terekam dalam CCTV," bebernya.
 
Dari temuan-temuan ini TPF Aremania mengambil beberapa kesimpulan. Pertama, tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 bukanlah kerusuhan. Tetapi tindak kekerasan berlebihan yang secara sengaja dilakukan oleh personil Polri dan TNI secara terstruktur dan sitematis sesuai rantai komando.
 
Kedua, bentuk tindak kekerasan yang paling mematikan adalah penembakan gas air mata oleh personil Brimob dan Sabhara yang diduga kuat dibawah perintah perwira di lapangan dan sepatutnya diduga dibawah kontrol perwira tertinggi di wilayah Polda Jatim.
 
Ketiga, penyebab kematian yang utama para korban adalah diduga kuat karena gas air mata. Selain bahwa juga karena berhimpitan, berdesakan sesama penonton dan beragam bentuk kekerasan yang lain.
 
Keempat, tindak kekerasan aparat kemanan di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 telah memenuhi unsur tindak pidana penyiksaan dan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP dan pasal 338 KUHP.
 
Kelima, tindakan aparat keamanan dalam peristiwa ini menunjukkan tindakan yang serangan yang meluas atau sistematik oleh aparat keamanan kepada penduduk sipil, adalah pidana Kejahatan Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
 
Berdasarkan kesimpulan itu TPF Aremania menyatakan sikap:
 
1. Menuntut Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan Pro Justisia atas dugaan kejahatan kemanusiaan dalam tragedi 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan.
2. Dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh oleh Div Propam Polri kepada seluruh personel di lapangan dan perwira polisi yang bertanggungjawab, termasuk Kapolda Jatim yang berwenang saat tragedi ini terjadi.
3. Dilakukan autopsi atas semua korban luka dan meninggal dalam tragedi ini.
4. Negara wajib memulihkan kesehatan dan kerugian materiil dan immatreriil seluruh korban
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan