Yogyakarta: Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk salah satu wilayah dengan potensi kerawanan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) pada masa kampanye Pemilu 2024.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat pun melakukan berbagai antisipasi.
"Kami sadar tidak hanya dalam aspek untuk kerawanan isu SARA, namun juga terkait satu dimensi yang lain memiliki kerawanan serupa," kata Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib, Rabu, 11 Oktober 2023.
Dari hasil pemetaan Bawaslu pusat menunjukkan DIY berada di posisi keempat kategori kerawanan tinggi politisasi SARA dengan poin 14,81. Di atas DIY ada Papua Barat (14,81); Maluku Utara (77,16); dan DKI Jakarta (100,00).
DIY juga masuk dalam daftar daerah kategori kerawanan politisasi SARA berdasarkan agregasi kewilayahan atau kabupaten/kota. Enam provinsi dengan kategori tersebut yakni Papua Tengah, DKI Jakarta, Banten, DIY, Papua Pengunungan, dan Maluku Utara.
Isu SARA, kata Najib, menjadi problem utama di media sosial. Di DIY, banyaknya mahasiswa dan anak muda dari luar daerah menyebabkan salah satu konsekuensi banyaknya pengguna media sosial itu.
"Itu menjadi bagian yang kemudian membuat kenapa isu SARA menjadi rawan di DIY," ujarnya.
Dalam konteks pencegahan, menurut dia, perlu adanya kesadaran masyarakat untuk bijak dalam bermedia sosial. Ia masyarakat perlu terus diedukasi agar tidak mudah memercayai informasi di media sosial.
"Problemnya terkait kesadaran masyarakat menilai bener tidaknya sebuah berita ini masalah kita hari ini. Masyarakat belum bisa menyaring berita benar dan tidak benar. Masalahya berita yang salah dianggap menjadi sebuah kebenaran itu yang berbahaya," ujarnya.
Isu SARA tersebut bisa jadi pemantik terjadinya kekerasan dalam politik. Najib menyebut hampir di setiap pemilu disertai tindak kekerasan antarkelompok saat kampanye.
"Potensi ini cukup tinggi. Ingat, setiap kali ada pemilu ada kerusuhan kekerasan politik dan intimidasi politik di Jogja. Konon katanya kota berhati nyaman, tapi faktanya tak nyaman. Masyarakat terasa terintimidasi begitu ada pemilu," ucapnya.
Selain SARA dan kekerasan, lanjut Najib, ada potensi persoalan pemenuhan hak pilih, dalam konteks pemenuhan kebutuhan surat suara berdasarkan jumlah pemegang hak suara. Di sisi lain, sejumlah pemegang hak suara ada yang biasanya tak masuk daftar.
"Dimensi kontestasi punya problem besar. Banyak mahasiswa tak bisa memilih karena tak cukup surat suaranya untuk meng-cover," kata dia.
Ia menegaskan butuh kerja keras untuk menangani dan mencegah hal-hal di atas. Najib berharap masyarakat ikut terlibat dalam membuat kondisi Yogyakarta menjadi lebih baik.
Yogyakarta: Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk salah satu wilayah dengan potensi kerawanan isu suku, agama, ras dan
antargolongan (SARA) pada masa kampanye Pemilu 2024.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat pun melakukan berbagai antisipasi.
"Kami sadar tidak hanya dalam aspek untuk kerawanan isu SARA, namun juga terkait satu dimensi yang lain memiliki kerawanan serupa," kata Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib, Rabu, 11 Oktober 2023.
Dari hasil pemetaan Bawaslu pusat menunjukkan DIY berada di posisi keempat kategori kerawanan tinggi politisasi SARA dengan poin 14,81. Di atas DIY ada Papua Barat (14,81); Maluku Utara (77,16); dan DKI Jakarta (100,00).
DIY juga masuk dalam daftar daerah kategori kerawanan politisasi SARA berdasarkan agregasi kewilayahan atau kabupaten/kota. Enam provinsi dengan kategori tersebut yakni Papua Tengah, DKI Jakarta, Banten, DIY, Papua Pengunungan, dan Maluku Utara.
Isu SARA, kata Najib, menjadi problem utama di media sosial. Di DIY, banyaknya mahasiswa dan anak muda dari luar daerah menyebabkan salah satu konsekuensi banyaknya pengguna media sosial itu.
"Itu menjadi bagian yang kemudian membuat kenapa isu SARA menjadi rawan di DIY," ujarnya.
Dalam konteks pencegahan, menurut dia, perlu adanya kesadaran masyarakat untuk bijak dalam bermedia sosial. Ia masyarakat perlu terus diedukasi agar tidak mudah memercayai informasi di media sosial.
"Problemnya terkait kesadaran masyarakat menilai bener tidaknya sebuah berita ini masalah kita hari ini. Masyarakat belum bisa menyaring berita benar dan tidak benar. Masalahya berita yang salah dianggap menjadi sebuah kebenaran itu yang berbahaya," ujarnya.
Isu SARA tersebut bisa jadi pemantik terjadinya kekerasan dalam politik. Najib menyebut hampir di setiap pemilu disertai tindak kekerasan antarkelompok saat kampanye.
"Potensi ini cukup tinggi. Ingat, setiap kali ada pemilu ada kerusuhan kekerasan politik dan intimidasi politik di Jogja. Konon katanya kota berhati nyaman, tapi faktanya tak nyaman. Masyarakat terasa terintimidasi
begitu ada pemilu," ucapnya.
Selain SARA dan kekerasan, lanjut Najib, ada potensi persoalan pemenuhan hak pilih, dalam konteks pemenuhan kebutuhan surat suara berdasarkan jumlah pemegang hak suara. Di sisi lain, sejumlah pemegang hak suara ada yang biasanya tak masuk daftar.
"Dimensi kontestasi punya problem besar. Banyak mahasiswa tak bisa memilih karena tak cukup surat suaranya untuk meng-cover," kata dia.
Ia menegaskan butuh kerja keras untuk menangani dan mencegah hal-hal di atas. Najib berharap masyarakat ikut terlibat dalam membuat kondisi Yogyakarta menjadi lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)