Yogyakarta: Ombudsman Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan mulai terjadi kesulitan akses minyak goreng di sejumlah lokasi. Bahkan hasil pemantauan lembaga tersebut, ada potensi kerugian yang dialami pedagang kecil.
Kepala Ombudsman Perwakilan DIY, Budhi Masturi, mengatakan jajarannya melakukan pemantauan dalam periode 19-20 Februari perihal kebijakan minyak goreng satu harga. Pemantauan itu dilakukan di 30 titik.
"Cakupan titik pantauan tersebar ke dalam beberapa klasifikasi pasar seperti pasar tradisional, toko modern, toko kelontong, dan pasar modern," kata Budhi dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Februari 2022.
Baca: PPKM Level 4, Pemkot Cirebon Batasi Kapasitas Mal 50%
Budhi mengungkapkan hasil pantauan menunjukkan terjadinya kelangkaan stok minyak goreng di sejumlah titik. Ia mencontohkan kesulitan akses minyak goreng di Kabupaten Bantul terjadi di Pasar Tradisional Gumulan. Situasi serupa juga terjadi di beberapa toko modern di daerah Trirenggo dan Piyungan.
Kelangkaan juga terjadi di toko modern di daerah Kalibawang dan Galur, Kabupaten Kulonprogo, serta beberapa toko modern di daerah Jongkang, Sinduadi, Wedomartani, Sinduharjo, dan Papringan (Kabupaten Sleman).
"Sementara untuk toko-toko tradisional di Pasar Giwangan Kota Yogyakarta stok minyak goreng kemasan premium terpantau masih dapat ditemukan dengan harga jual Rp14 ribu per liter. Meskipun demikian, ketersediaan stok tersebut dapat dibilang memasuki masa kritis karena masing-masing toko hanya diperbolehkan mengambil stok maksimal 12 liter dari distributor per hari," jelasnya.
Budhi menyatakan situasi itu memaksa beberapa penjual di pasar tersebut untuk melakukan pembelian bersyarat. Praktiknya, ia melanjutkan, untuk dapat membeli minyak goreng di toko bersangkutan, pembeli diwajibkan terlebih dahulu membeli produk/barang lain yang dijual di toko.
"Secara hukum, praktik ini akan membahayakan pedagang karena melanggar ketentuan Pasal 15 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," ungkapnya.
Selain itu, kata Budhi, ketersediaan minyak goreng kemasan di sejumlah pasar modern masih bisa ditemui, di antaranya Hypermart Hartono Mal, Lotte Mart, dan Indo Grosir. Hasil pantauan pada 19 Februari itu menunjukkan ketersediaan di rak swalayan itu masih ada sekitar 100 liter minyak goreng.
"Petugas tidak mau memberikan informasi ketersedian stok di gudang mereka. Pasar modern ini menjual minyak goreng tersebut sesuai HET yaitu Rp14.000 per liter, dengan mekanisme pembelian maksimal 2 liter per pelanggan," bebernya.
Dari informasi yang Ombudsman dapatkan, saat ini mulai terjadi ketidakpastian pasokan minyak goreng dari distributor. Sebelumnya pada kondisi normal distributor dapat memasok seminggu sekali, namun saat ini hanya sekitar dua minggu sekali.
"Di sisi lain, ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional seperti Pasar Kranggan, Pasar Bantul dan Pasar Demangan masih langka. Hal ini mendorong para pedagang di pasar tradisional membeli minyak goreng kemasan premium di pasar modern dan menjual kembali dalam kemasan yang sama dengan harga yang lebih tinggi," ujarnya.
Temuan Harga Jual di Atas HET
Selain kelangkaan, Ombudsman Perwakilan DIY juga menemukan praktik penjualan minyak goreng di atas harga eceran tertinggi (HET). Budhi mengatakan temuan itu ada di toko milik warga di kawasan Kecamatan Piyungan (Kabupaten Bantul). Hal itu berlaku untuk minyak goreng curah maupun kemasan dengan harga jual Rp21 ribu per liter.
Temuan serupa juga ada di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Kulon Progo, Kota Yogyakarta, dan Sleman. Kisaran harga penjualan di atas HET tersebut yakni Rp16 ribu hingga Rp18 ribu per liter.
Berdasarkan hasil pantauan itu, Budhi meminta pemerintah melakukan optimalisasi operasi pasar dan pemantauan serta pengawasan yang lebih ketat untuk memberikan kepastian kepada masyarakat akan ketersediaan stok minyak goreng. Selain itu, pantauan juga dalam konteks ketaatan penjual terhadap kebijakan satu harga.
Ia menambahkan pemerintah juga harus mencermati dan memberikan perhatian khusus terhadap potensi risiko kerugian yang dialami pedagang di pasar tradisional, terutama terkait stok minyak goreng curah yang telah diperoleh sebelum pemberlakuan kebijakan satu harga.
Mengingat, harga perolehan awalnya sudah cukup tinggi, yakni Rp19 ribu per liter dan umumnya tidak disertai pengadministrasian dengan baik.
"Kami juga merekomendasikan agar pemerintah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran distribusi yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasaran. Apabila pelanggaran tersebut ditemukan, agar memberikan tindakan hukum sebagaimana mestinya," ujarnya.
Yogyakarta: Ombudsman Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan mulai terjadi kesulitan akses
minyak goreng di sejumlah lokasi. Bahkan hasil pemantauan lembaga tersebut, ada potensi kerugian yang dialami pedagang kecil.
Kepala Ombudsman Perwakilan DIY, Budhi Masturi, mengatakan jajarannya melakukan pemantauan dalam periode 19-20 Februari perihal kebijakan minyak goreng satu harga. Pemantauan itu dilakukan di 30 titik.
"Cakupan titik pantauan tersebar ke dalam beberapa klasifikasi pasar seperti pasar tradisional, toko modern, toko kelontong, dan pasar modern," kata Budhi dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Februari 2022.
Baca:
PPKM Level 4, Pemkot Cirebon Batasi Kapasitas Mal 50%
Budhi mengungkapkan hasil pantauan menunjukkan terjadinya kelangkaan stok minyak goreng di sejumlah titik. Ia mencontohkan kesulitan akses minyak goreng di Kabupaten Bantul terjadi di Pasar Tradisional Gumulan. Situasi serupa juga terjadi di beberapa toko modern di daerah Trirenggo dan Piyungan.
Kelangkaan juga terjadi di toko modern di daerah Kalibawang dan Galur, Kabupaten Kulonprogo, serta beberapa toko modern di daerah Jongkang, Sinduadi, Wedomartani, Sinduharjo, dan Papringan (Kabupaten Sleman).
"Sementara untuk toko-toko tradisional di Pasar Giwangan Kota Yogyakarta stok minyak goreng kemasan premium terpantau masih dapat ditemukan dengan harga jual Rp14 ribu per liter. Meskipun demikian, ketersediaan stok tersebut dapat dibilang memasuki masa kritis karena masing-masing toko hanya diperbolehkan mengambil stok maksimal 12 liter dari distributor per hari," jelasnya.
Budhi menyatakan situasi itu memaksa beberapa penjual di pasar tersebut untuk melakukan pembelian bersyarat. Praktiknya, ia melanjutkan, untuk dapat membeli minyak goreng di toko bersangkutan, pembeli diwajibkan terlebih dahulu membeli produk/barang lain yang dijual di toko.
"Secara hukum, praktik ini akan membahayakan pedagang karena melanggar ketentuan Pasal 15 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," ungkapnya.
Selain itu, kata Budhi, ketersediaan minyak goreng kemasan di sejumlah pasar modern masih bisa ditemui, di antaranya Hypermart Hartono Mal, Lotte Mart, dan Indo Grosir. Hasil pantauan pada 19 Februari itu menunjukkan ketersediaan di rak swalayan itu masih ada sekitar 100 liter minyak goreng.
"Petugas tidak mau memberikan informasi ketersedian stok di gudang mereka. Pasar modern ini menjual minyak goreng tersebut sesuai HET yaitu Rp14.000 per liter, dengan mekanisme pembelian maksimal 2 liter per pelanggan," bebernya.
Dari informasi yang Ombudsman dapatkan, saat ini mulai terjadi ketidakpastian pasokan minyak goreng dari distributor. Sebelumnya pada kondisi normal distributor dapat memasok seminggu sekali, namun saat ini hanya sekitar dua minggu sekali.
"Di sisi lain, ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional seperti Pasar Kranggan, Pasar Bantul dan Pasar Demangan masih langka. Hal ini mendorong para pedagang di pasar tradisional membeli minyak goreng kemasan premium di pasar modern dan menjual kembali dalam kemasan yang sama dengan harga yang lebih tinggi," ujarnya.
Temuan Harga Jual di Atas HET
Selain kelangkaan, Ombudsman Perwakilan DIY juga menemukan praktik penjualan minyak goreng di atas harga eceran tertinggi (HET). Budhi mengatakan temuan itu ada di toko milik warga di kawasan Kecamatan Piyungan (Kabupaten Bantul). Hal itu berlaku untuk minyak goreng curah maupun kemasan dengan harga jual Rp21 ribu per liter.
Temuan serupa juga ada di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Kulon Progo, Kota Yogyakarta, dan Sleman. Kisaran harga penjualan di atas HET tersebut yakni Rp16 ribu hingga Rp18 ribu per liter.
Berdasarkan hasil pantauan itu, Budhi meminta pemerintah melakukan optimalisasi operasi pasar dan pemantauan serta pengawasan yang lebih ketat untuk memberikan kepastian kepada masyarakat akan ketersediaan stok minyak goreng. Selain itu, pantauan juga dalam konteks ketaatan penjual terhadap kebijakan satu harga.
Ia menambahkan pemerintah juga harus mencermati dan memberikan perhatian khusus terhadap potensi risiko kerugian yang dialami pedagang di pasar tradisional, terutama terkait stok minyak goreng curah yang telah diperoleh sebelum pemberlakuan kebijakan satu harga.
Mengingat, harga perolehan awalnya sudah cukup tinggi, yakni Rp19 ribu per liter dan umumnya tidak disertai pengadministrasian dengan baik.
"Kami juga merekomendasikan agar pemerintah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran distribusi yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasaran. Apabila pelanggaran tersebut ditemukan, agar memberikan tindakan hukum sebagaimana mestinya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)