Tangerang: Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Banten, menyatakan hubungan seks bebas menjadi sebab utama penularan human immunodeficiency virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (Aids). Selama lima tahun, jumlah kasus fluktuatif.
Catatan Dinkes Kota Tangerang, pada September 2020 terdapat 154 kasus, kemudian 2019 ada 232 kasus, 157 kasus pada 2018, 124 kasus pada 2017, dan 105 kasus pada 2016.
Ketua Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Provinsi Banten, Rohma, menyoroti minimnya fasilitas kesehatan yang berpihak kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Seperti ketiadaan fasilitas persalinan serta penggunaan bahasa kesehatan bagi para pasien sehingga bisa mencegah stigma negatif masyarakat.
"Harusnya ada bahasa yang halus untuk para pasien seperti memberi kode B20," kata Rohma, Sabtu, 5 Desember 2020.
Baca juga: 9 Kecamatan di Kota Medan Dilanda Banjir
Menurut Rohma, fasilitas kesehatan bagi ODHA di Kota Tangerang sangat minim. Kebanyakan tersedia di RSU Kabupaten Tangerang yang dinilai lebih baik ketimbang kota atau kabupaten lainnya di Banten.
"Masih ketinggalan jauh Kota Tangerang terkait fasilitas kesehatan," ujarnya.
Rohma menjelaskan khusus Banten, mayoritas ODHA merupakan kaum perempuan. Meski tidak menyebutkan jumlah secara rinci, perempuan mendominasi karena rentan tertular dari pasangan.
Ia melanjutkan, peran pemerintah dalam memperhatikan ODHA juga dinilai sangat minim. Salah satu contoh, untuk tenaga pendamping yang memberikan informasi serta penanganan bagi pasien baru tidak dibiayai dari pemerintah namun dari dana asing.
"Pernah ada bantuan dari APBD untuk program pendampingan namun biaya operasional baru bisa dicairkan tiga bulan sekali, itu justru memberatkan kita," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Tangerang, Indri Bevy, mengatakan seks bebas tanpa alat pengaman sangat berpotensi terinfeksi AIDS, apalagi ganti-ganti pasangan. Ditambah yang berhubungan seks dengan sesama jenis.
"Jadi hubungan seks tidak aman baik itu sesama jenis dan tukar-tukar pasangan, tidak pakai pengaman sangat berpotensi menular (HIV/AIDS). Karena faktor risikonya MSM (man seks man) dan sesama jenis," ujar Indri.
Adapun dari jumlah data orang dengan HIV/AIDS (ODHA), Indri menuturkan tidak ada kasus bayi yang terinfeksi dari ibunya yang positif. Sebab, saat masa kehamilan sang ibu mendapat instruksi dari dokter untuk selalu memeriksa dan mengonsumsi obat untuk mencegah anaknya terinfeksi.
"Yang dari ibu ke anak belum ada, kan kita ada kegiatan triple eliminasi pada ibu hamil. Jadi kita melakukan pemeriksaan kepada ibu hamil itu langsung kita kasih obat," katanya.
Baca juga: Berdamai dengan HIV-Aids
Kemudian bagi ODHA, Indri berharap unuk terus mengonsumsi obat rejimen anti-retroviral (ARV). Obat tersebut berfungsi untuk menambah daya tahan tubuh sehingga masa hidup penderita AIDS dapat lebih panjang.
"Diharapkan mereka meminum obat ARV seumur hidup dan selalu kontrol, mereka harus berperilaku yang baik tidak pakai narkoba lagi, sex bebas lagi," jelasnya.
Indri pun berharap ODHA tetap semangat dan tidak kembali ke kehidupan yang abnormal. Kemudian, bagi masyarakat diharapkan untuk tidak berstigma negatif pada penderita.
"Jangan distigma macam-macam. Mereka adalah saudara-saudara kita juga dan terakhir jangan berperilaku yang berisiko. Rangkul dan beri semangat buat mereka," ungkapnya.
Tangerang: Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Banten, menyatakan hubungan seks bebas menjadi sebab utama
penularan human immunodeficiency virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (Aids). Selama lima tahun, jumlah kasus fluktuatif.
Catatan Dinkes Kota Tangerang, pada September 2020 terdapat 154 kasus, kemudian 2019 ada 232 kasus, 157 kasus pada 2018, 124 kasus pada 2017, dan 105 kasus pada 2016.
Ketua Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Provinsi Banten, Rohma, menyoroti minimnya fasilitas kesehatan yang berpihak kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Seperti ketiadaan fasilitas persalinan serta penggunaan bahasa kesehatan bagi para pasien sehingga bisa mencegah stigma negatif masyarakat.
"Harusnya ada bahasa yang halus untuk para pasien seperti memberi kode B20," kata Rohma, Sabtu, 5 Desember 2020.
Baca juga:
9 Kecamatan di Kota Medan Dilanda Banjir
Menurut Rohma, fasilitas kesehatan bagi ODHA di Kota Tangerang sangat minim. Kebanyakan tersedia di RSU Kabupaten Tangerang yang dinilai lebih baik ketimbang kota atau kabupaten lainnya di Banten.
"Masih ketinggalan jauh Kota Tangerang terkait fasilitas kesehatan," ujarnya.
Rohma menjelaskan khusus Banten, mayoritas ODHA merupakan kaum perempuan. Meski tidak menyebutkan jumlah secara rinci, perempuan mendominasi karena rentan tertular dari pasangan.
Ia melanjutkan, peran pemerintah dalam memperhatikan ODHA juga dinilai sangat minim. Salah satu contoh, untuk tenaga pendamping yang memberikan informasi serta penanganan bagi pasien baru tidak dibiayai dari pemerintah namun dari dana asing.
"Pernah ada bantuan dari APBD untuk program pendampingan namun biaya operasional baru bisa dicairkan tiga bulan sekali, itu justru memberatkan kita," tuturnya.