Yogyakarta: Lalu lalang wisatawan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, menjadi berkah bagi pedagang kaki lima (PKL). Sempat berhenti total berjualan selama tiga bulan, para PKL kini bisa kembali mendulang pemasukan.
Salah satu PKL penjual kaus, Bibin Sulistyo, mengatakan dirinya selama 105 hari berhenti berjualan akibat pandemi covid-19 dan mulai berjualan pada awal Juli lalu.
"Awalnya seminggu dua tiga kali. Tapi mulai akhir Juli mulai jualan tiap hari," kata Bibin di lapaknya, Selasa, 18 Agustus 2020.
Baca: Banda Aceh Masih Evaluasi Agenda Belajar Tatap Muka
Bibin mengatakan pandemi korona sangat mempengaruhi aktivitas perekonomiannya. Tak ada satu rupiahpun masuk ke kantongnya saat berhenti berjualan. Padahal ia memiliki sejumlah tanggungan.
Salah satunya di lokasi penitipan gerobak untuk menaruh dagangan, Bibin harus membayar Rp100 ribu per bulan. Selain itu ada biaya Rp15 ribu per hari apabila berjualan untuk pekerja yang membantu mendorong gerobaknya dari lokasi penitipan.
Menurut dia pendapatan berjualan mulai baik sejak awal Agustus. Banyak wisatawan yang berlibur, khususnya ke Malioboro meskipun dibayangi risiko penularan covid-19.
"Sejak mulai ramai wisatawan, ada kenaikan pejualan. Bisa sampai 100 persen setelah pandemi, awal jualan pas hari biasa sedikit sekiali (keuntungannya)," jelasnya.
Harga kaus yang Bibin jual bervariasi antara Rp15 ribu hingga Rp70 ribu. Mulanya Bibin bisa menjual 10 potong dalam sehari sudah jadi berkah. Bahkah dagangannya pernah tak laku sepotongpun.
"Saat libur panjang kemarin, bisa dapat lumayan. Sehari pernah bisa menjual 100 potong. Tapi memang jualannya dari jam 10 pagi sampai sangat malam," ungkapnya.
Ia pernah mencoba memasarkan lewat online dagangannya. Hasilnya tak satupun laku. Menurutnya kaos yang ia jual lebih bersifat oleh-oleh dari destinasi wisata sehingga tak ada yang membeli lewat online.
"Harapannya situasi kembali normal lagi. Kalau bisa kayak sebelum pandemi operasional tertutupi," ujarnya.
Seorang PKL penjual baju batik, Nuryati, mengatakan sejak 32 tahun berjualan di Malioboro baru kali ini dirinya berhenti total berjualan dalam masa yang lama. Saat memulai berjualan bulan Juli, Nuryati tidak berjualan seminggu penuh dan hanya memilih berjualan pada akhir pekan.
Sejak awal Agustus, Nuryati mulai berjualan seminggu penuh. Pada tiga hari terakhir, ia bisa menjual puluhan potong pakaian batik. Mulai dari daster hingga baju dengan harga mulai Rp35 ribu.
"Kalau akhir pekan bisa jual sampai 20 potong. Kalau hari biasa paling lima potong sudah lumayan," ungkap Nuryati.
Yogyakarta: Lalu lalang wisatawan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, menjadi berkah bagi pedagang kaki lima (PKL). Sempat berhenti total berjualan selama tiga bulan, para PKL kini bisa kembali mendulang pemasukan.
Salah satu PKL penjual kaus, Bibin Sulistyo, mengatakan dirinya selama 105 hari berhenti berjualan akibat pandemi covid-19 dan mulai berjualan pada awal Juli lalu.
"Awalnya seminggu dua tiga kali. Tapi mulai akhir Juli mulai jualan tiap hari," kata Bibin di lapaknya, Selasa, 18 Agustus 2020.
Baca:
Banda Aceh Masih Evaluasi Agenda Belajar Tatap Muka
Bibin mengatakan pandemi korona sangat mempengaruhi aktivitas perekonomiannya. Tak ada satu rupiahpun masuk ke kantongnya saat berhenti berjualan. Padahal ia memiliki sejumlah tanggungan.
Salah satunya di lokasi penitipan gerobak untuk menaruh dagangan, Bibin harus membayar Rp100 ribu per bulan. Selain itu ada biaya Rp15 ribu per hari apabila berjualan untuk pekerja yang membantu mendorong gerobaknya dari lokasi penitipan.
Menurut dia pendapatan berjualan mulai baik sejak awal Agustus. Banyak wisatawan yang berlibur, khususnya ke Malioboro meskipun dibayangi risiko penularan covid-19.
"Sejak mulai ramai wisatawan, ada kenaikan pejualan. Bisa sampai 100 persen setelah pandemi, awal jualan pas hari biasa sedikit sekiali (keuntungannya)," jelasnya.
Harga kaus yang Bibin jual bervariasi antara Rp15 ribu hingga Rp70 ribu. Mulanya Bibin bisa menjual 10 potong dalam sehari sudah jadi berkah. Bahkah dagangannya pernah tak laku sepotongpun.
"Saat libur panjang kemarin, bisa dapat lumayan. Sehari pernah bisa menjual 100 potong. Tapi memang jualannya dari jam 10 pagi sampai sangat malam," ungkapnya.
Ia pernah mencoba memasarkan lewat online dagangannya. Hasilnya tak satupun laku. Menurutnya kaos yang ia jual lebih bersifat oleh-oleh dari destinasi wisata sehingga tak ada yang membeli lewat online.
"Harapannya situasi kembali normal lagi. Kalau bisa kayak sebelum pandemi operasional tertutupi," ujarnya.
Seorang PKL penjual baju batik, Nuryati, mengatakan sejak 32 tahun berjualan di Malioboro baru kali ini dirinya berhenti total berjualan dalam masa yang lama. Saat memulai berjualan bulan Juli, Nuryati tidak berjualan seminggu penuh dan hanya memilih berjualan pada akhir pekan.
Sejak awal Agustus, Nuryati mulai berjualan seminggu penuh. Pada tiga hari terakhir, ia bisa menjual puluhan potong pakaian batik. Mulai dari daster hingga baju dengan harga mulai Rp35 ribu.
"Kalau akhir pekan bisa jual sampai 20 potong. Kalau hari biasa paling lima potong sudah lumayan," ungkap Nuryati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)