Bandung: Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Barat menggerebek diduga rumah produksi obat keras di Komplek Kopo Permai, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 1,050 juta pil yang diduga obat keras berjenis trihexyphenidyl ditemukan di rumah produksi tersebut.
"Ada empat orang ditangkap, Sarman, Kholik, Rahmat, dan Tanto," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Jawa Barat, Kombes Rudi Ahmad Sudrajat, melansir Antara, Jumat, 24 Juli 2020.
Dia mengungkap, temuan rumah produksi obat keras bermula dari pelaku Sarman. Pihaknya segera mengecek informasi tersebut.
"Kami datangi, ditemukan ada satu unit mesin cetak tablet yang ukurannya besar, sehari bisa menghasilkan hingga 200 ribu pil tablet berbahaya," kata Rudi.
Dia menuturkan, para pelaku membuat obat tersebut di sebuah kamar di rumah kontrakan tersebut. Kamar dilengkapi peredam di setiap sisi tembok, untuk menghilangkan kecurigaan masyarakat.
Baca: Polisi Gerebek Rumah Diduga Produksi Obat Terlarang
Dia mengungkap, penyidik juga menyita 44 karung berisi serbuk diduga bahan baku mengandung kimia. Selain itu, sebanyak 7,9 kilogram bahan utama trihexyphenidyl pun disita.
"Pil tersebut diduga akan diedarkan ke Jakarta dan Surabaya," terangnya.
Dia menjelaskan, kasus bermula dari penyelidikan Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Polda Jawa Barat. Saat itu, pelaku Sarman ditangkap di lokasi jasa ekspedisi.
Kemudian, dari penangkapan Sarman dikembangkan dan menemukan pelaku lainnya beserta dua tempat produksi obat keras. Selain di Kabupaten Bandung, satu tempat lainnya, yakni di Jalan Melong, Kota Cimahi.
Tempat produksi di Kota Cimahi itu, diduga digunakan pelaku Tanto untuk mencampurkan bahan baku dan tempat pencetakan pil. Dari tempat itu, polisi juga menyita sejumlah mesin pencetakan.
"Tersangka lain itu yang membuat racikan itu bernama Tanto, tamatan SD, dia pengakuannya mendapat keahlian dari seseorang yang sudah meninggal, namanya Udin," jelasnya.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tentang produksi dan peredaran obat-obatan ilegal, serta Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 56 Ayat 1 KUHPidana dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Bandung: Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Barat menggerebek diduga rumah produksi obat keras di Komplek Kopo Permai, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 1,050 juta pil yang diduga obat keras berjenis trihexyphenidyl ditemukan di rumah produksi tersebut.
"Ada empat orang ditangkap, Sarman, Kholik, Rahmat, dan Tanto," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Jawa Barat, Kombes Rudi Ahmad Sudrajat, melansir Antara, Jumat, 24 Juli 2020.
Dia mengungkap, temuan rumah produksi obat keras bermula dari pelaku Sarman. Pihaknya segera mengecek informasi tersebut.
"Kami datangi, ditemukan ada satu unit mesin cetak tablet yang ukurannya besar, sehari bisa menghasilkan hingga 200 ribu pil tablet berbahaya," kata Rudi.
Dia menuturkan, para pelaku membuat obat tersebut di sebuah kamar di rumah kontrakan tersebut. Kamar dilengkapi peredam di setiap sisi tembok, untuk menghilangkan kecurigaan masyarakat.
Baca: Polisi Gerebek Rumah Diduga Produksi Obat Terlarang
Dia mengungkap, penyidik juga menyita 44 karung berisi serbuk diduga bahan baku mengandung kimia. Selain itu, sebanyak 7,9 kilogram bahan utama trihexyphenidyl pun disita.
"Pil tersebut diduga akan diedarkan ke Jakarta dan Surabaya," terangnya.
Dia menjelaskan, kasus bermula dari penyelidikan Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Polda Jawa Barat. Saat itu, pelaku Sarman ditangkap di lokasi jasa ekspedisi.
Kemudian, dari penangkapan Sarman dikembangkan dan menemukan pelaku lainnya beserta dua tempat produksi obat keras. Selain di Kabupaten Bandung, satu tempat lainnya, yakni di Jalan Melong, Kota Cimahi.
Tempat produksi di Kota Cimahi itu, diduga digunakan pelaku Tanto untuk mencampurkan bahan baku dan tempat pencetakan pil. Dari tempat itu, polisi juga menyita sejumlah mesin pencetakan.
"Tersangka lain itu yang membuat racikan itu bernama Tanto, tamatan SD, dia pengakuannya mendapat keahlian dari seseorang yang sudah meninggal, namanya Udin," jelasnya.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tentang produksi dan peredaran obat-obatan ilegal, serta Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 56 Ayat 1 KUHPidana dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)