Kupang: Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat sebanyak 122.000 ekor babi mati akibat serangan virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) wilayah itu.
"Jumlah ternak babi yang mati akibat virus ASF yang dilaporkan secara resmi ke kami sekitar 122.000 ekor yang tersebar di 22 kabupaten/kota," kata Kepala Dinas Peternakan NTT Johanna Lisapaly di Kupang, Selasa, 26 Juli 2022.
Lisapaly mengatakan nilai kerugian akibat penyakit yang menyerang ternak babi di NTT mencapai ratusan miliar rupiah. Pemerintah, kata dia, telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi penyebaran ASF, seperti sosialisasi ke masyarakat peternak agar menghindari persilangan (perkawinan) babi lokal dengan babi dari luar.
Selain itu, lanjutnya, edukasi untuk menjaga sanitasi atau kebersihan kandang secara intensif maupun mengeluarkan kebijakan untuk melarang pasokan babi dari luar masuk ke daerah-daerah.
Menurut Lisapaly, setelah berbagai upaya yang dilakukan, tidak ada lagi laporan kematian babi akibat ASF hingga Juli 2022. Lebih lanjut, saat ini pemerintah provinsi juga berupaya membangkitkan kembali industri peternakan babi di NTT melalui gerakan bertajuk 'Kampanye Kesadaran ASF dan Penyakit Hewan Menular Lainnya' bersama pihak Prisma Indonesia.
Langkah ini diharapkan memberikan motivasi bagi masyarakat maupun pelaku usaha untuk kembali mengembangkan peternakan babi untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi maupun sosial dan budaya.
"Ternak babi memiliki berbagai manfaat yang strategis bagi masyarakat karena itu masyarakat tak perlu takut lagi untuk kembali mengembangkannya dengan tetap waspada terhadap serangan penyakit," jelasnya.
Kupang: Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat sebanyak 122.000 ekor babi mati akibat serangan
virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) wilayah itu.
"Jumlah ternak babi yang mati akibat virus ASF yang dilaporkan secara resmi ke kami sekitar 122.000 ekor yang tersebar di 22 kabupaten/kota," kata Kepala
Dinas Peternakan NTT Johanna Lisapaly di Kupang, Selasa, 26 Juli 2022.
Lisapaly mengatakan nilai kerugian akibat penyakit yang menyerang ternak babi di NTT mencapai ratusan miliar rupiah. Pemerintah, kata dia, telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi penyebaran ASF, seperti sosialisasi ke masyarakat peternak agar menghindari persilangan (perkawinan) babi lokal dengan babi dari luar.
Selain itu, lanjutnya, edukasi untuk menjaga sanitasi atau kebersihan kandang secara intensif maupun mengeluarkan kebijakan untuk melarang pasokan babi dari luar masuk ke daerah-daerah.
Menurut Lisapaly, setelah berbagai upaya yang dilakukan, tidak ada lagi laporan kematian babi akibat ASF hingga Juli 2022. Lebih lanjut, saat ini pemerintah provinsi juga berupaya membangkitkan kembali industri peternakan babi di NTT melalui gerakan bertajuk 'Kampanye Kesadaran ASF dan Penyakit Hewan Menular Lainnya' bersama pihak Prisma Indonesia.
Langkah ini diharapkan memberikan motivasi bagi masyarakat maupun pelaku usaha untuk kembali mengembangkan
peternakan babi untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi maupun sosial dan budaya.
"Ternak babi memiliki berbagai manfaat yang strategis bagi masyarakat karena itu masyarakat tak perlu takut lagi untuk kembali mengembangkannya dengan tetap waspada terhadap serangan penyakit," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)