Sikka: Setelah dinyatakan positif covid-19, tiga kepala keluarga warga Desa Namangkewa, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menjalani isolasi mandiri di rumahnya. Namun, saat menjalani isoman, mereka kehabisan bahan makanan untuk dikonsumsi setiap hari.
Terpaksa, mereka harus keluar ke pasar untuk belanja sejumlah bahan pokok demi bisa bertahan hidup. Hal ini dikarenakan, selama isoman di rumah tak pernah ada perhatian dari pemerintah dan tetangga.
Salah satu pasien covid-19 yang isoman, Reynold Bliong, mengatakan ada tiga kepala keluarga dinyatakan positif covid-19. Mereka terdiri dari enam dewasa dan empat anak.
Ia mengaku, selama lima hari menjalani isoman di rumah, mereka kehabisan makanan. Ketimbang keluarganya mati kelaparan, dia nekat ke pasar untuk membeli kebutuhan makanan. Selain itu, dia juga ke apotek untuk membeli vitamin dan sejumlah obat.
Baca: Garnita NasDem Bojonegoro Bagikan 2,1 Ton Beras ke Keluarga Isoman
"Kami jalani karantina di rumah, pada hari kelima, kami kehabisan makanan. Mau tidak mau, saya harus keluar rumah untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar. Memang tidak ada yang membantu selama kami jalani karantina," ungkap Reynold, melansir Mediaindonesia.com, Kamis, 12 Agustus 2021.
Sejak hari pertama menjalani isoman, ungkap Reynold, tidak ada perhatian dari pemerintah desa untuk keluarganya. Petugas desa datang ke rumahnya untuk mengambil foto.
"Pemerintah desa memang datang untuk ambil data kami dan foto-foto. Selanjutnya tidak pernah datang lagi. Apalagi memberikan bantuan makanan untuk kami. Mau tidak mau, saya harus ke pasar untuk belanja makanan" ujar Reynold.
Dia paham, jika terpapar covid-19 yang berstatus tanpa gejala harus menjalani isoman di rumah. Namun, selama menjalani isoman tak ada bantuan dan mereka kehabisan makanan. Pilihannya cuma bagaimana untuk bertahan hidup, jadi memilih keluar untuk membeli bahan makanan dan vitamin.
"Kami ini memahami protokol kesehatan. Kami terpaksa melanggarnya dengan keluar rumah pergi ke pasar untuk belanja keperluan makanan. Kalau bertahan jalani isolasi mandiri di rumah, mungkin kami mati kelaparan," papar dia.
Sementara itu, Kepala Desa Namangkewa Nikolaus Nong Bale saat dikonfirmasi mediaindonesia.com, Kamis, 12 Agustus 2021, mengaku dana untuk makan minum dan obat-obatan bagi warga yang isoman karena terpapar covid-19 belum cair dari pemerintah.
Namun, pihaknya secara swadaya bersama dengan pihak Kecamatan Kewapante, sudah mengunjungi mereka untuk menyerahkan bantuan sembako berupa beras 25 Kg, minyak goreng 3 liter, mi instan 1 dus tambah 10 bungkus, telur ayam 2,5 papan, sayur-sayuran dua kantong plastik, dan air minum kemasan 3 dus.
"Kemarin kita sudah kunjungi mereka dan berikan bantuan secara swadaya," jawabnya singkat.
Sikka: Setelah dinyatakan positif covid-19, tiga kepala keluarga warga Desa Namangkewa, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menjalani
isolasi mandiri di rumahnya. Namun, saat menjalani isoman, mereka kehabisan bahan makanan untuk dikonsumsi setiap hari.
Terpaksa, mereka harus keluar ke pasar untuk belanja sejumlah bahan pokok demi bisa bertahan hidup. Hal ini dikarenakan, selama isoman di rumah tak pernah ada perhatian dari pemerintah dan tetangga.
Salah satu pasien covid-19 yang isoman, Reynold Bliong, mengatakan ada tiga kepala keluarga dinyatakan positif covid-19. Mereka terdiri dari enam dewasa dan empat anak.
Ia mengaku, selama lima hari menjalani isoman di rumah, mereka kehabisan makanan. Ketimbang keluarganya mati kelaparan, dia nekat ke pasar untuk membeli kebutuhan makanan. Selain itu, dia juga ke apotek untuk membeli vitamin dan sejumlah obat.
Baca: Garnita NasDem Bojonegoro Bagikan 2,1 Ton Beras ke Keluarga Isoman
"Kami jalani karantina di rumah, pada hari kelima, kami kehabisan makanan. Mau tidak mau, saya harus keluar rumah untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar. Memang tidak ada yang membantu selama kami jalani karantina," ungkap Reynold, melansir
Mediaindonesia.com, Kamis, 12 Agustus 2021.
Sejak hari pertama menjalani isoman, ungkap Reynold, tidak ada perhatian dari pemerintah desa untuk keluarganya. Petugas desa datang ke rumahnya untuk mengambil foto.
"Pemerintah desa memang datang untuk ambil data kami dan foto-foto. Selanjutnya tidak pernah datang lagi. Apalagi memberikan bantuan makanan untuk kami. Mau tidak mau, saya harus ke pasar untuk belanja makanan" ujar Reynold.