Kantor Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuno Surabaya. (ANTARA/Hanif Nashrullah)
Kantor Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuno Surabaya. (ANTARA/Hanif Nashrullah)

MUI Sayangkan Pengesahan Pernikahan Beda Agama oleh PN Surabaya

Antara • 22 Juni 2022 10:41
Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan pernikahan beda agama.
 
"Kedua pasangan berbeda agama dan berbeda keyakinan bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal Pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu," ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Rabu, 22 Juni 2022.
 
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama di hadapan pejabat kantor dinas kependudukan dan catatan sipil (dispendukcapil) setempat.

Juru bicara Pengadilan Negeri Surabaya Gede Agung menjelaskan putusan mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut ditetapkan oleh hakim tunggal Imam Supriyadi.
 
Hakim tunggal Imam Supriyadi yang meneliti perkara ini merujuk pada Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Pasal 35 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Selanjutnya pada 26 April 2022 menetapkan untuk mengabulkan permohonan para pemohon.
 
Baca juga: Pertama Kali, PN Surabaya Sahkan Nikah Beda Agama
 
Amirsyah mengatakan pernikahan beda agama di negara Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 tentang kebebasan dan kemerdekaan memeluk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 
Dalam pasal tersebut, kata dia, dijelaskan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
 
Selain itu, pernikahan beda agama juga melawan konstitusi yang telah dijelaskan pada UUD 1945 Pasal 28 B. Dalam pasal 28 B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
 
"Dengan perkawinan beda agama maka terjadi pertentangan logika hukum, karena selain beda agama juga berbeda kepercayaan yang dianut oleh calon pasangan suami istri yang dalam kasus ini harus ditolak atau dibatalkan," kata Amirsyah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan