Diskusi mengenani pembahasan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masyarakat adat, Senin, 13 Mei 2024. Dokumenrasi/ istimewa
Diskusi mengenani pembahasan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masyarakat adat, Senin, 13 Mei 2024. Dokumenrasi/ istimewa

Turunan Putusan MK Soal Pengakuan Masyarakat Adat Disebut Berbelit

Deny Irwanto • 13 Mei 2024 21:59
Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35/PUU/IX/2012 terkait koreksi Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dianggap memberikan perubahan fundamental terhadap pengakuan keberadaan Masyarakat Adat beserta hak atas hutan adat di wilayah adatnya.
 
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengatakan ada dua hal penting yang diatur dalam Putusan MK 35 tersebut.
 
Pertama masyarakat adat sebagai subjek hukum (penyandang hak) atas wilayah adatnya. Kedua, menyatakan bahwa hutan adat adalah milik masyarakat adat yang berada di dalam wilayah adatnya.
 
Baca: Warga Bali Apresiasi Program Amin Lindungi Budaya dan Masyarakat Adat
 
Rukka mengatakan Masyarakat Adat dianggap cakap melakukan perbuatan hukum dan memiliki otoritas mengatur sumber-sumber agraria di wilayah adatnya. 

Selain dua hal tersebut, MK juga menyatakan pentingnya pembentukan UU khusus tentang Masyarakat Adat. Namun sebelas tahun pascakeluarnya putusan tersebut belum menunjukkan perubahan signifikan bahkan terkesan dibuat menjadi sulit dan berbelit.
 
"Aturannya kan banyak, tapi justru dibuat menjadi sulit dan berbelit-belit. Dari awal mereka sudah ada beberapa Permen (peraturan menteri) yang keluar tanpa evaluasi yang jelas lalu berubah-berubah terus permennya," kata Rukka dalam keterangan pers, Senin, 13 Mei 2024.
 
Rukka menambahkan berubah-ubahnya peraturan turunan tersebut membuat pihaknya kesulitan dalam melakukan pemetaan. Sehingga berdampak pada mangkraknya wilayah adat.
 
Hingga April 2024, AMAN mencatat terdapat 342 produk hukum daerah yang telah memberikan pengakuan terhadap eksistensi Masyarakat Adat dan wilayah adat.
 
Menurut Badan Registrasi Wilayah Adat atau BRWA sekurang-kurangnya terdapat 26,9 juta hektare wilayah adat dari seluruh nusantara yang telah teregistrasi di BRWA. 
 
Dari jumlah tersebut, hanya 14 persen yang telah mendapatkan status pengakuan pemerintah melalui Kementerian LHK baru menetapkan hutan adat di 123 komunitas dengan total luas mencapai 221.648 ha. 
 
Rukka berharap pemerintahan Prabowo Subianto segera mengembalikan wilayah-wilayah adat yang selama ini diklaim. “Dan banyak di wilayah-wilayah itu yang sudah rusak dan masyarakat adat supaya kita bisa pulihkan kembali," ujar Rukka.
 
Sementara Akademisi UGM, Yance Arizona, mengatakan usai Putusan MK nomor 35, MK menghendaki hutan adat dipisahkan dengan hutan negara. 
 
Menurut dia MK memberikan bentuk kedaulatan Masyarakat Adat terhadap hutan adat itu yang sudah diakui. Tapi kemudian dalam porsesnya negara tidak sepenuhnya melepaskan itu kepada masyarakat adat.
 
"Karena masih ada kontrol-kontrol oleh negara termasuk misalkan dalam hal melakukan pembatasan-pembatasan tidak boleh dijualbelikan, ada fase mereka membutuhkan itu menjadi aset mereka bisa saja tidak mengubah fungsi padahal kalau dilihat masyarakat juga punya cara sendiri untuk menentukan fungsi-fungsi di wilayah mereka," jelas Yance.
 
Yance menambahkan bisa jadi problemnya adalah di fungsi negara. Misalkan negara sudah menjadikan lahan pertanian masyarakat menyebut hutan konservasi.
 
"Itu cari pemerintah mengkontrol wilayah itu," ujar Yance.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan