Jakarta: Masyarakat Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), berhasil mengelola hutan menjadi ekowisata dan menarik banyak pengunjung lokal hingga mancanegara. Marwi, Perintis Ekowisata Air Terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu di Kabupaten Lombok Tengah, mengungkapkan awal mula merintis hutan di daerahnya menjadi ekowisata.
Marwi mengatakan masyarakat di Lombok Tengah sangat tergantung pada hutan. Mereka mengambil hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Awalnya karena di desa kami ini bisa dikategorikan di bawah kemiskinan yang luar biasa, yang jadi persoalan bagaimana masyarakat sangat tergantung pada hutan, yang tadinya ngambil ranting kemudian menghabiskan pohonnya, ini yang lama-lama jadi ketergantungan,” ungkap Marwi dalam event Katadata SAFE 2022, Rabu, 24 Agustus 2022.
Marwi menjelaskan pada 1998 sampai 2000, masyarakat berkomunikasi dengan pemangku kebijakan, yaitu Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Tengah, dan bernegosiasi untuk mencari jalan keluar atas kebutuhan masyarakat. Ternyata, kata dia, ada sebuah ruang yang disebut hutan kemasyarakatan (HKM).
"Jadi kami memperoleh izin sementara dari Kanwil dari 2000 sampai 2005. Saat itu belum ada tujuan akan ke mana HKM itu ke depannya. Seiring waktu kita coba pelajari karakter masyarakat dan karakter hutannya seperti apa, baru dibagi menjadi dua zonasi, yaitu zonasi pemanfaatan dan zona lindung,” papar Marwi.
Tak hanya melibatkan Dinas Kehutanan, Marwi beserta masyarakat Kabupaten Lombok Tengah berusaha berkomunikasi dengan akademisi, pihak Kementerian Kehutanan, semua lembaga lokal, serta yang ada di luar Lombok untuk mengubah hutan di Lombok Tengah menjadi kawasan ekowisata yang bermanfaat.
Hingga kini, terang dia, masyarakat di Lombok Tengah memiliki pendapatan yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari dari kegiatan mengelola hutan menjadi kawasan ekowisata.
Marwi mengungkapkan dengan mengelola hutan menjadi kawasan ekowisata, masyarakat di daerahnya masih memiliki pekerjaan di kala pandemi covid-19 melanda, saat itu semua usaha di berbagai daerah sempat terhenti.
Terlepas dari semua itu, kata Marwi, masih ada kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya serta masyarakat di daerahnya, yaitu kurang mendalami penggunaan teknologi.
Selain itu, Marwi berharap ada bantuan dari lembaga-lembaga di luar Lombok Tengah untuk memperkenalkan ekowisata yang baru dirintisnya.
Jakarta: Masyarakat Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), berhasil mengelola hutan menjadi ekowisata dan menarik banyak
pengunjung lokal hingga mancanegara. Marwi, Perintis Ekowisata Air Terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu di Kabupaten Lombok Tengah, mengungkapkan awal mula merintis hutan di daerahnya menjadi
ekowisata.
Marwi mengatakan masyarakat di Lombok Tengah sangat tergantung pada hutan. Mereka mengambil hasil
hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Awalnya karena di desa kami ini bisa dikategorikan di bawah kemiskinan yang luar biasa, yang jadi persoalan bagaimana masyarakat sangat tergantung pada hutan, yang tadinya ngambil ranting kemudian menghabiskan pohonnya, ini yang lama-lama jadi ketergantungan,” ungkap Marwi dalam
event Katadata SAFE 2022, Rabu, 24 Agustus 2022.
Marwi menjelaskan pada 1998 sampai 2000, masyarakat berkomunikasi dengan pemangku kebijakan, yaitu Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Tengah, dan bernegosiasi untuk mencari jalan keluar atas kebutuhan masyarakat. Ternyata, kata dia, ada sebuah ruang yang disebut hutan kemasyarakatan (HKM).
"Jadi kami memperoleh izin sementara dari Kanwil dari 2000 sampai 2005. Saat itu belum ada tujuan akan ke mana HKM itu ke depannya. Seiring waktu kita coba pelajari karakter masyarakat dan karakter hutannya seperti apa, baru dibagi menjadi dua zonasi, yaitu zonasi pemanfaatan dan zona lindung,” papar Marwi.
Tak hanya melibatkan Dinas Kehutanan, Marwi beserta masyarakat Kabupaten Lombok Tengah berusaha berkomunikasi dengan akademisi, pihak Kementerian Kehutanan, semua lembaga lokal, serta yang ada di luar Lombok untuk mengubah hutan di Lombok Tengah menjadi kawasan ekowisata yang bermanfaat.
Hingga kini, terang dia, masyarakat di Lombok Tengah memiliki pendapatan yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari dari kegiatan mengelola hutan menjadi kawasan ekowisata.
Marwi mengungkapkan dengan mengelola hutan menjadi kawasan ekowisata, masyarakat di daerahnya masih memiliki pekerjaan di kala pandemi covid-19 melanda, saat itu semua usaha di berbagai daerah sempat terhenti.
Terlepas dari semua itu, kata Marwi, masih ada kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya serta masyarakat di daerahnya, yaitu kurang mendalami penggunaan teknologi.
Selain itu, Marwi berharap ada bantuan dari lembaga-lembaga di luar Lombok Tengah untuk memperkenalkan ekowisata yang baru dirintisnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)