Yogyakarta: Sejumlah peralatan elektronik tampak berjajar di kediaman Untung Supriyadi, 47, di Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta (DIY). Peralatan tersebut sebagian tengah dihidupkan, khususnya kipas angin karena udara masih panas. Di rumah yang terdiri atas dua ruang kamar, ruang tamu, dapur, serta kamar mandi, peralatan elektronik menyertai kehidupan keluarga kecil ini.
Bersama istrinya, Irfana Nesti, dan seorang anak, Untung telah tinggal di rumah tersebut tiga tahun terakhir. Untung merupakan difabel dengan hanya tangan kiri yang berfungsi maksimal. Adapun Irfana harus ditopang kursi roda untuk mobilisasi sehari-harinya, khususnya di luar rumah. Apabila di dalam rumah, Irfana bisa tanpa kursi roda untuk beraktivitas meski hanya memaksimalkan kedua tangannya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Seperti masyarakat pada umumnya, saban hari aktivitasnya tak lepas bantuan alat-alat elektronik yang mereka miliki. Meskipun, pada hari kerja sebagian peralatan elektronik itu tidak hidup. Kipas angin akan terus menyala ketika cuaca panas malam hari.
"Alat-alat elektronik yang hidup terus ya paling kulkas," kata Irfana ditemui di tempat tinggalnya pada 6 Juni 2024.
Peralatan elektronik yang mereka miliki di antaranya kulkas, penanak nasi, dispenser, dan kipas angin. Empat jenis elektronik tersebut hemat energi terdapat stiker Label Tanda Hemat Energi (LTHE).
Sejumlah kebijakan kewajiban penerapan LTHE dimulai dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) untuk Peralatan Pemanfaat Energi. Peraturan Menteri tersebut mewajibkan produsen peralatan elektronik mencantumkan tanda SKEM atau tanda LTHE.
Kemudian, ada pula Keputusan Menteri ESDM Nomor 135.K.EK.07/DJE/2022 tentang SKEM dan LTHE untuk peralatan pemanfaat energi lampu light-emitting diode (LED). Selain itu, juga diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang diterbitkan pada 16 Juni 2023.
Irfana mengatakan keluarganya secara tidak sadar telah membiasakan hemat energi dengan selektif memakai alat elektronik. Perempuan 35 tahun tersebut mulai menggunakan peralatan elektronik dengan LTHE dalam 3 tahun terakhir. Hal itu bermula setelah ia dan sang suami memiliki rumah sendiri.
“Sebelumnya saya dan suami tinggal di rumah susun. Jadi punya rumah sendiri baru tiga tahunan ini. Mulai Desember 2021-lah,” kata dia.
Di rumah baru, Irfana dan suami mulai menata ulang pemakaian alat elektronik karena sejumlah peralatan yang sebelumnya rusak. Misalnya, kulkas satu pintu rusak karena bagian freezer-nya tercongkel. Lalu, ada televisi sebelumnya masih tabung.
Ketika akan membeli kulkas, Irfana lebih dulu mendengarkan penjelaskan penjaga toko mengenai spesifikasinya. Salah satu yang jadi pedomannya yakni hemat listrik dan harganya masih terjangkau.
Irfana mendapat berbagai pilihan alat elektronik dengan berbagai merek. Ia lantas menjatuhkan pilihan kulkas dua pintu. Menurutnya, itu kemungkinan lebih baik dibanding kulkas sebelumnya yang hanya satu pintu.
“Yang terlalu mahal bujetnya nggak cukup. Akhirnya kami beli kulkas dua pintu harganya Rp3.250.000,” katanya.
Kulkas yang Nesti beli tersebut telah berstiker LTHE. Selain kulkas, peralatan elektronik yang ia gunakan sejak pindah ke rumah baru sudah berstiker LTHE.
Irfana dan Untung merasakan dampak langsung dari penggunaan alat elektronik berstiker LTHE itu. Hal yang paling dirasakan yakni berkurangnya pengeluaran biaya pulsa token listrik.
Ia mengatakan ketika keluarganya tinggal di rumah susun harus mengeluarkan biaya listrik sebesar Rp250 ribu per bulan. Arus listrik yang mereka gunakan saat itu di antaranya untuk menghidupkan televisi, magicom, kipas, dan lampu. Nominal itu termasuk untuk membayar biaya pemakaian air PDAM.
“Sejak di rumah sendiri peralatan elektronik agak banyak. TV sekarang ada dua, satunya pemberian dari saudara,” kata dia.
Pemakaian alat elektronik yang Irfana dan Untung gunakan bertambah serta diperbarui. Alat elektronik yang sempat rusak ganti baru dengan spesifikasi yang lebih baik. Penambahan peralatan elektronik di rumah Irfana yakni kulkas dua pintu, pompa air, dan kipas angin. Kulkas dua pintu dan kipas angin tersebut sudah berstiker LTHE. Adapun penanak nasi ganti baru karena yang lama rusak.
“Sekarang peralatannya (elektronik) tambah banyak, tapi biaya listriknya jadi Rp150 ribu per bulan, itu termasuk biaya pompa air. Penampungan airnya kan nggak besar, jadi pompa air cukup sering hidup kalau di penampungannya habis,” kata dia.
Dengan selisih pengeluaran Rp100 ribu per bulan, Irfana dan suaminya bisa hemat Rp3,6 juta dalam tiga tahun terakhir. Mereka merasa sangat senang bisa hemat penggunaan daya listrik itu.
Penghasilan Irfana dan Untung jika ditotal sekitar Rp2 jutaan per bulan. Pos belanja hasil penghematan tersebut mereka gunakan untuk kebutuhan lain. Pasangan ini sebelumnya tinggal di sebuah rumah susun di kawasan Pringgolayan, Kotagede, Kota Yogyakarta. Semenjak pindah ke rumah pribadi, mereka hanya butuh waktu sekitar 5 menit ke tempat bekerja, dibanding sebelumnya yang memakan waktu sekitar 15 menit.
Seperti halnya Irfana, Ajiwan Arief Hendradi, 39, juga demikian. Ajiwan yang merupakan difabel low vision sensorik netra sejak lahir. Fungsi indera penglihatannya tak bisa maksimal karena hanya bisa digunakan berjarak tak sampai satu meter.
Adapun istri Ajiwan, Sri Hartanti, 40, difabel fisik. Ajiwan dan istri mengaku sangat bergantung dengan alat elektronik untuk menopang kegiatannya sehari-hari.
“Zaman sekarang semuanya dikerjakan, dipermudah dengan adanya alat elektronik itu. Mulai mesin cuci sampai pompa air. Konteksnya aktivitas, gawai dipakai pesan ojol. Sangat berpengaruh,” ujarnya.
Ajiwan menceritakan mobilitas keluarganya lekat dengan alat-alat elektronik. Dalam konteks penggunaan alat elektronik hemat energi, Ajiwan menggunakan lampu LED yang sudah memiliki label LTHE. Lampu LED yang biasa dibeli satu box berisi empat buah dengan label bintang dua.
Selain lampu LED itu, Ajiwan memang belum dominan memakai alat elektronik dengan berlabel LTHE. Alat-alat elektronik di kediaman Ajiwan di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, dibeli sebelum 2023. Produksi alat-alat elektronik sebelum 2023 sehingga belum menerapkan LTHE.
Menurut Ajiwan, pembelian alat-alat elektronik dipilih juga pertimbangan hemat daya meski belum berlabel LTHE. Ajiwan mencontohkan, dirinya membeli televisi LED pada momen pematian siaran televisi analog pada 2022. Saat itu ia memilih televisi LED digital karena dari penjelasan penjual toko sudah hemat energi.
“Kalau TV belum digital pakai STB (set top box) kan dayanya tambah dobel, ada TV dan STB. Kalau TV digital sudah jadi satu,” katanya.
Keluarga Ajiwan menyiasati penggunaan alat elektronik agar hemat dengan berdasarkan skala kebutuhan. Meskipun, alat elektronik seperti kulkas dan dispenser masih hidup 24 jam per hari. Sementara, penyalaan lampu hanya digunakan saat beraktivitas di rumah. Pasalnya, penggunaan daya listrik di rumah Ajiwan digunakan beberapa keluarga.
Dalam sebulan, biaya yang harus dikeluarkan Ajiwan untuk membayar tagihan listrik sekitar Rp250 ribu hingga Rp350 ribu. Apabila banyak mobilitas di rumah, tagihan listriknya bisa maksimal Rp350 ribu, bahkan bisa lebih.
“Bulan ramadan kemarin tagihannya lumayan. Kalau banyak aktivitas di luar rumah tagihannya bisa di bawah itu. Kalau dihitung untuk saya dan istri, tagihan biaya (daya) listrik paling Rp150 ribu,” katanya.
Ia menyebut praktik hidup hemat energi dilakukan dengan mulai berdiskusi kecil dengan sang istri. Sejumlah cara dilakukan, seperti mematikan perangkat elektronik tertentu yang dianggap tak perlu meski berada di rumah. Menurut dia, cara itu menunjukkan adanya penurunan pemakaian daya kendati tidak dalam jumlah besar.
Koordinator Pengawasan Konservasi Energi, Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Endra Dedy Tamtama mengatakan SKEM dan LTHE menjadi syarat wajib peredaran alat-alat elektronik di Indonesia, khususnya yang sudah ditentukan.
Setiap pabrik elektronik yang melakukan produksi wajib memasang tanda label hemat energi. Meskipun, barang produksi lama masih bisa dijual asalnya sebelum peraturan tentang hemat energi itu berlaku.
Ada sebanyak 7 macam alat elektronik yang telah berlabel LTHE, yakni air condition (AC), kipas angin, kulkas, penanak nasi, lampu LED, televisi, dan showcase (lemari pendingin minuman. SKEM mulanya diberlakukan untuk produsen elektronik AC sejak 2016 berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2015 tentang Penerapan SKEM dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi untuk Piranti Pengkondisi Udara (AC). Seiring waktu berjalan diperluas menjadi tujuh jenis elektronik tersebut.
Endra menyatakan alat elektronik bertanda LTHE bisa dicek lewat sistem. Tanda LTHE itu bisa dipasangkan setelah dilakukan uji.
“SKEM dan label ini, sebelum produsen atau importer mencantumkan, harus punya sertifikat. Jadi alat elektroniknya diserahkan ke lembaga yang sudah ditunjuk untuk diujikan, hasil uji nanti menjadi dasar, apakah diberi bintang 1, 2, 3, 4, atau 5,” kata dia.
Bintang 1 merupakan standar paling rendah sebagai tanda sebuah peralatan elektronik hemat energi. Semakin banyak bintang yang tercantum pada label, maka semakin hemat energi peralatan tersebut.
Penerapan pemakaian alat-alat elektronik ini bisa dilakukan pada berbagai lini, dari perkantoran maupun rumah tangga. Misalnya, AC dan kipas angin kerap digunakan untuk perkantoran maupun rumah tangga. Lalu, lampu, kulkas, magicom akrab digunakan para kelompok rumah tangga.
“Potensinya 30-35 persen, eksistensial, rumah tanggalah. (Penerapannya) melalui peralatan yang digunakan,” ujarnya.
Endra menyatakan penggunaan alat-alat elektronik hemat energy itu menjadi salah satu upaya pemerintah memberikan pelayanan ke masyarakat. Meskipun, aplikasi di lapangan belum sepenuhnya berjalan maksimal.
“Budaya ini ada yang mau, ada yang nggak. Secara nggak langsung akan terimplementasi. Harapannya ke depan naik lagi. Upaya menurunkan gas emisi rumah kaca. Semakin banyak peralatan semakin banyak dikenal masyarakat, akan menerapkan di beberapa peralatan lain,” ucapnya.
Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sri Wahyuni menyebut sebagian masyarakat tetap masih memilih peralatan elektronik dengan harga terjangkau. Namun, alat-alat elektronik tersebut masih ada yang belum berstiker LTHE.
“SKEM dan LTHE ini perlu adanya konsistensi kebijakan. Di sini perlu adanya pengawasan, insentif bagi pelaku usaha yang menyediakan produk hemat energy,” kata dia.
Menurut dia, perlu adanya promosi yang diperluas dalam konteks penggunaan alat-alat elektronik hemat energi tersebut. Terlebih persoalan hemat energi belum semua lapisan masyarakat menjalankan. Selain itu, lanjutnya, juga perlu peningkatan ketentuan produksi alat elektronik dari bintang 1 menjadi bintang 2.
“Tidak hanya scope (ruang lingkup) jangkauan, tapi melibatkan masyarakat untuk melalui grup. Jika dengan ini akan menjadi lebih luas dan menjadi nyata,” ujarnya.
Yogyakarta: Sejumlah peralatan elektronik tampak berjajar di kediaman Untung Supriyadi, 47, di Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta (DIY). Peralatan tersebut sebagian tengah dihidupkan, khususnya kipas angin karena udara masih panas. Di rumah yang terdiri atas dua ruang kamar, ruang tamu, dapur, serta kamar mandi,
peralatan elektronik menyertai kehidupan keluarga kecil ini.
Bersama istrinya, Irfana Nesti, dan seorang anak, Untung telah tinggal di rumah tersebut tiga tahun terakhir. Untung merupakan
difabel dengan hanya tangan kiri yang berfungsi maksimal. Adapun Irfana harus ditopang kursi roda untuk mobilisasi sehari-harinya, khususnya di luar rumah. Apabila di dalam rumah, Irfana bisa tanpa kursi roda untuk beraktivitas meski hanya memaksimalkan kedua tangannya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Seperti masyarakat pada umumnya, saban hari aktivitasnya tak lepas bantuan alat-alat elektronik yang mereka miliki. Meskipun, pada hari kerja sebagian peralatan elektronik itu tidak hidup. Kipas angin akan terus menyala ketika cuaca panas malam hari.
"Alat-alat elektronik yang hidup terus ya paling kulkas," kata Irfana ditemui di tempat tinggalnya pada 6 Juni 2024.
Peralatan elektronik yang mereka miliki di antaranya kulkas, penanak nasi, dispenser, dan kipas angin. Empat jenis elektronik tersebut hemat energi terdapat stiker Label Tanda Hemat Energi (LTHE).
Sejumlah kebijakan kewajiban penerapan LTHE dimulai dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) untuk Peralatan Pemanfaat Energi. Peraturan Menteri tersebut mewajibkan produsen peralatan elektronik mencantumkan tanda SKEM atau tanda LTHE.
Kemudian, ada pula Keputusan Menteri ESDM Nomor 135.K.EK.07/DJE/2022 tentang SKEM dan LTHE untuk peralatan pemanfaat energi lampu light-emitting diode (LED). Selain itu, juga diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang diterbitkan pada 16 Juni 2023.
Irfana mengatakan keluarganya secara tidak sadar telah membiasakan hemat energi dengan selektif memakai alat elektronik. Perempuan 35 tahun tersebut mulai menggunakan peralatan elektronik dengan LTHE dalam 3 tahun terakhir. Hal itu bermula setelah ia dan sang suami memiliki rumah sendiri.
“Sebelumnya saya dan suami tinggal di rumah susun. Jadi punya rumah sendiri baru tiga tahunan ini. Mulai Desember 2021-lah,” kata dia.
Di rumah baru, Irfana dan suami mulai menata ulang pemakaian alat elektronik karena sejumlah peralatan yang sebelumnya rusak. Misalnya, kulkas satu pintu rusak karena bagian
freezer-nya tercongkel. Lalu, ada televisi sebelumnya masih tabung.
Ketika akan membeli kulkas, Irfana lebih dulu mendengarkan penjelaskan penjaga toko mengenai spesifikasinya. Salah satu yang jadi pedomannya yakni hemat listrik dan harganya masih terjangkau.
Irfana mendapat berbagai pilihan alat elektronik dengan berbagai merek. Ia lantas menjatuhkan pilihan kulkas dua pintu. Menurutnya, itu kemungkinan lebih baik dibanding kulkas sebelumnya yang hanya satu pintu.
“Yang terlalu mahal bujetnya nggak cukup. Akhirnya kami beli kulkas dua pintu harganya Rp3.250.000,” katanya.
Kulkas yang Nesti beli tersebut telah berstiker LTHE. Selain kulkas, peralatan elektronik yang ia gunakan sejak pindah ke rumah baru sudah berstiker LTHE.
Irfana dan Untung merasakan dampak langsung dari penggunaan alat elektronik berstiker LTHE itu. Hal yang paling dirasakan yakni berkurangnya pengeluaran biaya pulsa token listrik.
Ia mengatakan ketika keluarganya tinggal di rumah susun harus mengeluarkan biaya listrik sebesar Rp250 ribu per bulan. Arus listrik yang mereka gunakan saat itu di antaranya untuk menghidupkan televisi, magicom, kipas, dan lampu. Nominal itu termasuk untuk membayar biaya pemakaian air PDAM.
“Sejak di rumah sendiri peralatan elektronik agak banyak. TV sekarang ada dua, satunya pemberian dari saudara,” kata dia.
Pemakaian alat elektronik yang Irfana dan Untung gunakan bertambah serta diperbarui. Alat elektronik yang sempat rusak ganti baru dengan spesifikasi yang lebih baik. Penambahan peralatan elektronik di rumah Irfana yakni kulkas dua pintu, pompa air, dan kipas angin. Kulkas dua pintu dan kipas angin tersebut sudah berstiker LTHE. Adapun penanak nasi ganti baru karena yang lama rusak.
“Sekarang peralatannya (elektronik) tambah banyak, tapi biaya listriknya jadi Rp150 ribu per bulan, itu termasuk biaya pompa air. Penampungan airnya kan nggak besar, jadi pompa air cukup sering hidup kalau di penampungannya habis,” kata dia.
Dengan selisih pengeluaran Rp100 ribu per bulan, Irfana dan suaminya bisa hemat Rp3,6 juta dalam tiga tahun terakhir. Mereka merasa sangat senang bisa hemat penggunaan daya listrik itu.
Penghasilan Irfana dan Untung jika ditotal sekitar Rp2 jutaan per bulan. Pos belanja hasil penghematan tersebut mereka gunakan untuk kebutuhan lain. Pasangan ini sebelumnya tinggal di sebuah rumah susun di kawasan Pringgolayan, Kotagede, Kota Yogyakarta. Semenjak pindah ke rumah pribadi, mereka hanya butuh waktu sekitar 5 menit ke tempat bekerja, dibanding sebelumnya yang memakan waktu sekitar 15 menit.
Seperti halnya Irfana, Ajiwan Arief Hendradi, 39, juga demikian. Ajiwan yang merupakan difabel
low vision sensorik netra sejak lahir. Fungsi indera penglihatannya tak bisa maksimal karena hanya bisa digunakan berjarak tak sampai satu meter.
Adapun istri Ajiwan, Sri Hartanti, 40, difabel fisik. Ajiwan dan istri mengaku sangat bergantung dengan alat elektronik untuk menopang kegiatannya sehari-hari.
“Zaman sekarang semuanya dikerjakan, dipermudah dengan adanya alat elektronik itu. Mulai mesin cuci sampai pompa air. Konteksnya aktivitas, gawai dipakai pesan ojol. Sangat berpengaruh,” ujarnya.
Ajiwan menceritakan mobilitas keluarganya lekat dengan alat-alat elektronik. Dalam konteks penggunaan alat elektronik hemat energi, Ajiwan menggunakan lampu LED yang sudah memiliki label LTHE. Lampu LED yang biasa dibeli satu box berisi empat buah dengan label bintang dua.
Selain lampu LED itu, Ajiwan memang belum dominan memakai alat elektronik dengan berlabel LTHE. Alat-alat elektronik di kediaman Ajiwan di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, dibeli sebelum 2023. Produksi alat-alat elektronik sebelum 2023 sehingga belum menerapkan LTHE.
Menurut Ajiwan, pembelian alat-alat elektronik dipilih juga pertimbangan hemat daya meski belum berlabel LTHE. Ajiwan mencontohkan, dirinya membeli televisi LED pada momen pematian siaran televisi analog pada 2022. Saat itu ia memilih televisi LED digital karena dari penjelasan penjual toko sudah hemat energi.
“Kalau TV belum digital pakai STB (set top box) kan dayanya tambah dobel, ada TV dan STB. Kalau TV digital sudah jadi satu,” katanya.
Keluarga Ajiwan menyiasati penggunaan alat elektronik agar hemat dengan berdasarkan skala kebutuhan. Meskipun, alat elektronik seperti kulkas dan dispenser masih hidup 24 jam per hari. Sementara, penyalaan lampu hanya digunakan saat beraktivitas di rumah. Pasalnya, penggunaan daya listrik di rumah Ajiwan digunakan beberapa keluarga.
Dalam sebulan, biaya yang harus dikeluarkan Ajiwan untuk membayar tagihan listrik sekitar Rp250 ribu hingga Rp350 ribu. Apabila banyak mobilitas di rumah, tagihan listriknya bisa maksimal Rp350 ribu, bahkan bisa lebih.
“Bulan ramadan kemarin tagihannya lumayan. Kalau banyak aktivitas di luar rumah tagihannya bisa di bawah itu. Kalau dihitung untuk saya dan istri, tagihan biaya (daya) listrik paling Rp150 ribu,” katanya.
Ia menyebut praktik hidup hemat energi dilakukan dengan mulai berdiskusi kecil dengan sang istri. Sejumlah cara dilakukan, seperti mematikan perangkat elektronik tertentu yang dianggap tak perlu meski berada di rumah. Menurut dia, cara itu menunjukkan adanya penurunan pemakaian daya kendati tidak dalam jumlah besar.
Koordinator Pengawasan Konservasi Energi, Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Endra Dedy Tamtama mengatakan SKEM dan LTHE menjadi syarat wajib peredaran alat-alat elektronik di Indonesia, khususnya yang sudah ditentukan.
Setiap pabrik elektronik yang melakukan produksi wajib memasang tanda label hemat energi. Meskipun, barang produksi lama masih bisa dijual asalnya sebelum peraturan tentang hemat energi itu berlaku.
Ada sebanyak 7 macam alat elektronik yang telah berlabel LTHE, yakni air condition (AC), kipas angin, kulkas, penanak nasi, lampu LED, televisi, dan showcase (lemari pendingin minuman. SKEM mulanya diberlakukan untuk produsen elektronik AC sejak 2016 berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2015 tentang Penerapan SKEM dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi untuk Piranti Pengkondisi Udara (AC). Seiring waktu berjalan diperluas menjadi tujuh jenis elektronik tersebut.
Endra menyatakan alat elektronik bertanda LTHE bisa dicek lewat sistem. Tanda LTHE itu bisa dipasangkan setelah dilakukan uji.
“SKEM dan label ini, sebelum produsen atau importer mencantumkan, harus punya sertifikat. Jadi alat elektroniknya diserahkan ke lembaga yang sudah ditunjuk untuk diujikan, hasil uji nanti menjadi dasar, apakah diberi bintang 1, 2, 3, 4, atau 5,” kata dia.
Bintang 1 merupakan standar paling rendah sebagai tanda sebuah peralatan elektronik hemat energi. Semakin banyak bintang yang tercantum pada label, maka semakin hemat energi peralatan tersebut.
Penerapan pemakaian alat-alat elektronik ini bisa dilakukan pada berbagai lini, dari perkantoran maupun rumah tangga. Misalnya, AC dan kipas angin kerap digunakan untuk perkantoran maupun rumah tangga. Lalu, lampu, kulkas, magicom akrab digunakan para kelompok rumah tangga.
“Potensinya 30-35 persen, eksistensial, rumah tanggalah. (Penerapannya) melalui peralatan yang digunakan,” ujarnya.
Endra menyatakan penggunaan alat-alat elektronik hemat energy itu menjadi salah satu upaya pemerintah memberikan pelayanan ke masyarakat. Meskipun, aplikasi di lapangan belum sepenuhnya berjalan maksimal.
“Budaya ini ada yang mau, ada yang nggak. Secara nggak langsung akan terimplementasi. Harapannya ke depan naik lagi. Upaya menurunkan gas emisi rumah kaca. Semakin banyak peralatan semakin banyak dikenal masyarakat, akan menerapkan di beberapa peralatan lain,” ucapnya.
Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sri Wahyuni menyebut sebagian masyarakat tetap masih memilih peralatan elektronik dengan harga terjangkau. Namun, alat-alat elektronik tersebut masih ada yang belum berstiker LTHE.
“SKEM dan LTHE ini perlu adanya konsistensi kebijakan. Di sini perlu adanya pengawasan, insentif bagi pelaku usaha yang menyediakan produk hemat energy,” kata dia.
Menurut dia, perlu adanya promosi yang diperluas dalam konteks penggunaan alat-alat elektronik hemat energi tersebut. Terlebih persoalan hemat energi belum semua lapisan masyarakat menjalankan. Selain itu, lanjutnya, juga perlu peningkatan ketentuan produksi alat elektronik dari bintang 1 menjadi bintang 2.
“Tidak hanya scope (ruang lingkup) jangkauan, tapi melibatkan masyarakat untuk melalui grup. Jika dengan ini akan menjadi lebih luas dan menjadi nyata,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(WHS)