Jakarta: Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntaskan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Salah satunya pengusutan aliran uang kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo, dan Komisi I DPR melalui Nistra Yohan.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan, penyidikan kasus ini sebenarnya nyaris mencapai garis akhir. Namun, belum genap karena penyidikan terhadap Dito dan Nistra Yohan belum tuntas. Menurutnya, pengusutan harus terus dijalankan. Dengan begitu, menunjukkan kejaksaan benar-benar menegakkan keadilan.
"Kalau dua ini tidak diproses, maka menjadi timpang dan kejaksaan menjadi tidak adil karena orang-orang yang terlibat tidak diproses hukum," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 11 Janauri 2024.
Selain demi keadilan, sambung Boyamin, urgensi pengusutan kepada Dito dan Nistra adalah memaksimalkan pemulihan kerugian negara. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat korupsi BTS mencapai Rp8 triliun.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, menegaskan, pihaknya masih melanjutkan penyidikan kasus korupsi BTS. Penyidik tengah mendalami hal ini melalui pengembalian uang Rp27 miliar ke kantor hukum terdakwa Irwan Hermawan, Maqdir Ismail. Kejaksaan hanya tahu yang menyerahkan uang itu bernama Suryo, tetapi tidak mendapatkan informasi lebih detail.
"Kalau Dito, sampai sekarang ini yang menyerangkan Rp27 miliar itu saja. Kemarin, itu belum tahu siapa orangnya. Kita sudah ambil CCTV-nya (dari kantor Maqdir), belum tahu siapa orang itu. Belum dapat," terangnya.
Adapun pendalaman terhadap Nistra, sambung Febrie, masih buntu hingga kini. Kejaksaan belum tahu di mana keberadaan Nistra saat ini. Nistra sempat dipanggil dua kali sebagai saksi, tetapi selalu mangkir. Ketika didatangi kediamannya, keberadaannya tidak ditemukan.
"Sampai sekarang, Nistra di kita belum diperiksa," jelas Febrie. Ini membuat kejaksaan terkendala dalam mendalami aliran uang ke Komisi I DPR.
Tantangan lainnya adalah kelengkapan alat bukti. Sekalipun beberapa tersangka sudah disidang bahkan dijatuhi vonis pengadilan tingkat pertama, tetapi kejaksaan belum memiliki bukti yang cukup untuk menjerat Dito dan Nistra.
"Perkara BTS itu, kan, sebenarnya sudah sidang. Cuma ada rentetang, uang yang keluar. Ini, kan, harus dibuktikan penyidik. Nah, sepanjang itu belum ketemu alat buktinya, pasti di gelar perkara belum bisa dinyatakan tersangka," tuturnya.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Enam di antaranya sudah dihukum bersalah, seperti Direktur PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; eks Menkominfo, Johnny Plate; bekas Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Dirut PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak; tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) 2020, Yohan Suryanto; dan Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Sementara itu, berdasarkan vonis sejumlah terdakwa, ada aliran uang sebesar Rp27 miliar yang diterima Dito Aritedjo pada November hingga Desember 2022. Uang itu diserahkan Irwan melalui orang kepercayaannya, Windi Purnama.
Uang tersebut diserahkan kepada Dito dengan tujuan operasi pengamanan perkara BTS agar tidak diusut oleh penegak hukum. Namun, dalam kesaksiannya di pengadilan, Dito membantah menerimanya. Adapun Nistra, merujuk keterangan Irwan dan Windi saat bersaksi di pengadilan, menerima Rp70 miliar untuk dibagi-bagikan kepada Komisi I DPR.
Jakarta: Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntaskan kasus korupsi
BTS 4G BAKTI Kominfo. Salah satunya pengusutan aliran uang kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora),
Dito Ariotedjo, dan Komisi I DPR melalui Nistra Yohan.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan, penyidikan kasus ini sebenarnya nyaris mencapai garis akhir. Namun, belum genap karena penyidikan terhadap Dito dan Nistra Yohan belum tuntas. Menurutnya, pengusutan harus terus dijalankan. Dengan begitu, menunjukkan kejaksaan benar-benar menegakkan keadilan.
"Kalau dua ini tidak diproses, maka menjadi timpang dan kejaksaan menjadi tidak adil karena orang-orang yang terlibat tidak
diproses hukum," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 11 Janauri 2024.
Selain demi keadilan, sambung Boyamin, urgensi pengusutan kepada Dito dan Nistra adalah memaksimalkan pemulihan kerugian negara. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat korupsi BTS mencapai Rp8 triliun.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, menegaskan, pihaknya masih melanjutkan penyidikan kasus korupsi BTS. Penyidik tengah mendalami hal ini melalui pengembalian uang Rp27 miliar ke kantor hukum terdakwa Irwan Hermawan, Maqdir Ismail. Kejaksaan hanya tahu yang menyerahkan uang itu bernama Suryo, tetapi tidak mendapatkan informasi lebih detail.
"Kalau Dito, sampai sekarang ini yang menyerangkan Rp27 miliar itu saja. Kemarin, itu belum tahu siapa orangnya. Kita sudah ambil CCTV-nya (dari kantor Maqdir), belum tahu siapa orang itu. Belum dapat," terangnya.
Adapun pendalaman terhadap Nistra, sambung Febrie, masih buntu hingga kini. Kejaksaan belum tahu di mana keberadaan Nistra saat ini. Nistra sempat dipanggil dua kali sebagai saksi, tetapi selalu mangkir. Ketika didatangi kediamannya, keberadaannya tidak ditemukan.
"Sampai sekarang, Nistra di kita belum diperiksa," jelas Febrie. Ini membuat kejaksaan terkendala dalam mendalami aliran uang ke Komisi I DPR.
Tantangan lainnya adalah kelengkapan alat bukti. Sekalipun beberapa tersangka sudah disidang bahkan dijatuhi vonis pengadilan tingkat pertama, tetapi kejaksaan belum memiliki bukti yang cukup untuk menjerat Dito dan Nistra.
"Perkara BTS itu, kan, sebenarnya sudah sidang. Cuma ada rentetang, uang yang keluar. Ini, kan, harus dibuktikan penyidik. Nah, sepanjang itu belum ketemu alat buktinya, pasti di gelar perkara belum bisa dinyatakan tersangka," tuturnya.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Enam di antaranya sudah dihukum bersalah, seperti Direktur PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; eks Menkominfo, Johnny Plate; bekas Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Dirut PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak; tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) 2020, Yohan Suryanto; dan Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Sementara itu, berdasarkan vonis sejumlah terdakwa, ada aliran uang sebesar Rp27 miliar yang diterima Dito Aritedjo pada November hingga Desember 2022. Uang itu diserahkan Irwan melalui orang kepercayaannya, Windi Purnama.
Uang tersebut diserahkan kepada Dito dengan tujuan operasi pengamanan perkara BTS agar tidak diusut oleh penegak hukum. Namun, dalam kesaksiannya di pengadilan, Dito membantah menerimanya. Adapun Nistra, merujuk keterangan Irwan dan Windi saat bersaksi di pengadilan, menerima Rp70 miliar untuk dibagi-bagikan kepada Komisi I DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)